Ekstrak propolis dengan beragam konsentrasi tersebut dimasukkan ke dalam tabung berisi media kaldu dan bakteri H. pylori. Kemudian, tabung disimpan selama 3 hari dalam inkubator. Nilai konsentrasi hambat minimum ditentukan dari tabung dengan konsentrasi ekstrak propolis terendah yang tidak menunjukkan pengendapan atau kekeruhan.
Melalui pemeriksaan ini, didapatkan rata-rata nilai konsentrasi hambat minimum propolis untuk 10 varian genetik bakteri H. pylori adalah 1.024 – 8.192 µg/mL. Hasil ini menunjukkan bahwa propolis mempunyai aktivitas antimikroba yang cukup aktif pada 60 persem varian genetik bakteri H. pylori (nilai KHM berkisar antara 512 sampai 2.048 µg/mL) dan lemah pada 40 persen varian genetik lain (nilai KHM di atas 2.048 µg/mL).
“Dibandingkan nilai konsentrasi hambat minimum dari klaritromisin dan metronidazole, nilai konsentrasi hambat minimum propolis lebih tinggi,” ujar Neneng yang praktek di RSUP Dr Sardjito itu.
Peneliti juga menguji untuk menentukan konsentrasi minimum propolis yang dapat membunuh bakteri (konsentrasi bakterisidal minimum/ KBM) dengan melakukan kultur ulang hasil pemeriksaan mikrodilusi pada media agar darah. Hasilnya, rata-rata nilai konsentrasi bakterisidal minimum propolis yang didapat adalah 2,3 kali nilai konsentrasi hambat minimum propolis.
“Ini dapat disimpulkan bahwa propolis memiliki efek sebagai pembunuh bakteri meskipun membutuhkan konsentrasi tinggi,” kata dia.
Sebagai terapi adjuvan atau tambahan, kombinasi antara propolis dan antibiotik standar, baik klaritromisin maupun metronidazole ternyata menghasilkan efek aditif dalam membunuh beberapa jenis varian genetik bakteri H. pylori. Artinya efek yang dihasilkan dari kombinasi itu setara dengan penjumlahan efek masing-masing zat apabila dikonsumsi terpisah.
Efek aditif ini dapat dijumpai pada 2/3 varian genetik H. pylori. Sisanya, propolis tidak memberikan efek karena nilai konsentrasi hambat minimum klaritromisin atau metronidazole pada varian itu tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Systematic Reviews in Pharmacy ini, penggunaan propolis sebagai terapi tunggal untuk pasien-pasien tukak lambung akibat infeksi H. pylori kurang disarankan. Namun, potensi pembunuh bakteri dan efek aditif yang dimiliki propolis mendukung penggunaannya sebagai antimikroba alternatif atau tambahan melawan bakteri H. pylori.
Baca juga:
Obat Tradisional Suku Dayak Ini Masuk Riset Obat Covid-19
Dekan FKUI Ari Fahrial Syam yang menjadi principal investigator untuk Indonesia dalam studi ini berharap, penelitian dapat membantu mengatasi masalah resistansi antibiotik dalam pengobatan pasien-pasien tukak lambung. Menurut Ari yang juga spesialis penyakit dalam konsultan gastroentero-hepatologi, penelitian ini memang masih membutuhkan uji klinis lebih lanjut agar dapat mengetahui lebih pasti efektivitas ekstrak propolis terhadap kuman H. pylori, khususnya varian genetik yang resistan.
“Walaupun begitu, melalui penelitian ini kita dapat melihat potensi dari propolis sebagai pengobatan tukak lambung ke depannya apalagi mengingat angka resistansi antibiotik standar untuk terapi H. pylori di negara kita tinggi,” ujar Ari.