"

Ini Alasan Hewan Pemakan Bangkai Tidak Keracunan saat Makan Bangkai Busuk

Reporter

Editor

Nurhadi

Kondisi bangkai hewan yang mati akibat kebakaran hutan di Manavgat, Provinsi Antalya, Turki, 28 Juli 2021. REUTERS/Kaan Soyturk
Kondisi bangkai hewan yang mati akibat kebakaran hutan di Manavgat, Provinsi Antalya, Turki, 28 Juli 2021. REUTERS/Kaan Soyturk

TEMPO.CO, Jakarta - Sebujur bangkai hewan, apalagi yang telah membusuk, akan sangat berbahaya jika dikonsumsi. Hal ini lantaran dalam bangkai tersebut terdapat sejumlah bakteri pengurai yang mematikan. Hewan pemakan bangkai bisa mengakali hal tersebut, sehingga risiko keracunan akibat memakan bangkai hewan lain dapat dihindari. Lalu bagaimana hewan pemakan bangkai tidak pernah keracunan saat memakan bangkai?

Ada banyak hewan pemakan bangkai di belahan bumi ini, seperti burung nasar atau hering, singa dan hyena, reptil seperti buaya dan biawak, serta sejumlah karnivora lainnya. Beberapa hewan telah beradaptasi dengan bakteri pengurai dan menjadikan pencernaan mereka memiliki semacam antibakteri untuk bertahan, ada juga yang sengaja “menyuapkan” bangkai berbakteri kepada anak-anak mereka agar kebal di kemudian hari.

Burung nasar terkenal reputasinya sebagai satwa pemakan bangkai hewan lain, tak jarang bangkai hewan yang telah membusuk pun mereka lahap. Bakteri berbahaya yang mungkin jadi mimpi buruk bagi makhluk hidup lain, yang dapat menyebabkan keracunan makanan yang parah, takluk di lambung burung nasar. Fakta menarik lainnya, saat burung nasar menemukan bangkai, mereka akan mengupas bangkai yang membusuk hingga ke tulang. Jika kulit hewan yang mati terlalu keras untuk ditusuk dengan paruhnya, mereka akan merobek pada bagian lunak seperti anus.

Akibatnya, burung nasar tak hanya makan daging yang telah membusuk, tetapi juga mengandung kontaminan kotoran yang akan membunuh sebagian besar hewan lain. Burung nasar kebal terhadap mikroba mematikan yang terkandung dalam bangkai yang mereka makan, termasuk bakteri Clostridia, Fuso dan Anthrax.

Dilansir dari indianapublicmedia.org, sekelompok peneliti internasional melakukan penelitian terhadap 50 burung nasar di Amerika Serikat. Mereka membuat profil DNA bakteri yang hidup di wajah dan usus burung nasar tersebut. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk merekonstruksi perbedaan dan persamaan antara bakteri yang ditemukan pada burung nasar di seluruh belahan bumi barat. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa sesuatu yang tidak bisa terjadi pada bakteri saat dicerna dan saat bergerak melalui sistem pencernaan burung nasar.

Rata-rata kulit wajah burung nasar mengandung DNA sekitar 528 jenis mikroorganisme yang berbeda, sedangkan ususnya hanya mengandung sekitar 76 jenis. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar mikroba, entah bagaimana terbunuh saat masuk ke dalam pencernaan burung nasar, kendati sebagian besar bakteri masih bertahan, tampaknya tidak membahayakan burung nasar.

Anggota tim penelitian tersebut, Michael Roggenbuck, mengungkapkan, burung nasar memiliki adaptasi yang kuat terhadap bakteri beracun yang mereka cerna. Burung pemakan bangkai ini telah mengembangkan sistem pencernaan yang sangat tangguh, yang hanya bertindak untuk menghancurkan sebagian besar bakteri berbahaya yang mereka telan.

“Di sisi lain, burung nasar juga tampaknya telah mengembangkan toleransi terhadap beberapa racun bakteri – spesies yang akan membunuh hewan lain secara aktif tampaknya berkembang di usus bawah burung nasar,” kata Roggenbuck dikutip Tempo dari laman Indiana Public Media.

Selain burung nasar, hewan pemakan bangkai yang juga tidak pernah keracunan meski memakan bangkai busuk adalah singa dan hyena. Kedua binatang buas ini ternyata punya cara unik untuk membuat diri mereka kebal terhadap bakteri mematikan yang terkandung dalam bangkai. Mereka “memvaksinasi” diri dengan memberikan bakteri berbahaya yang terdapat dalam bangkai ke anak-anak mereka. Dengan demikian saat mereka dewasa, anak-anak singa dan hyena telah terbiasa dengan bakteri yang terkandung dalam bangkai dan membuat mereka kebal.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Baca juga: Alasan Burung Nasar Tahan Makan Bangkai








Hari TBC Sedunia 2023 Usung Tema: Yes! We Can End TB!

31 menit lalu

Ilustrasi obat Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Hari TBC Sedunia 2023 Usung Tema: Yes! We Can End TB!

Tepat 24 Maret setiap tahun, diperingati Hari TBC Sedunia. Bagaimana sejarahnya? Dan, apa tema tahun ini?


Hari TBC Sedunia: Masih Ada Tuberkulosis di Sekitar Kita, Ini Penyebab TBC

1 jam lalu

Petugas saat melihat hasil pemeriksaan Rontgen Thorax milik warga saat skrining tuberkulosis di Gelanggang Olahraga Otista, Jakarta, Kamis, 9 Februari 2023. Untuk mengurangi penularan Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru, Dinas Kesehatan DKI Jakarta melalui Puskesmas Kecamatan Jatinegara melangsungkan kegiatan skrining tuberkulosis kepada 65 orang yang meliputi Pemeriksaan Rontgen Thorax, TCM (Test Cepat Molekuler) atau Pemeriksaan Dahak, serta TST (Tuberkulin Skin Test) atau Test Mantoux. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Hari TBC Sedunia: Masih Ada Tuberkulosis di Sekitar Kita, Ini Penyebab TBC

Pada 24 Maret, peringatan Hari TBC Sedunia. Apa gejala dan faktor risiko penyakit TBC, ini penyebabnya.


Selain Jamur Kapang, 2 Bakteri Ini Berpotensi Ada pada Baju Bekas Impor

1 hari lalu

Suasana penjualan pakaian impor bekas di Pasar Senen, Jakarta, Kamis 16 Maret 2023. Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan melarang bisnis baju bekas impor atau thrifting yang saat ini tengah populer di masyarakat. TEMPO/Subekti.
Selain Jamur Kapang, 2 Bakteri Ini Berpotensi Ada pada Baju Bekas Impor

Alasan pemerintah melarang penjualan baju bekas impor salah satunya karena membawa penyakit.


Jarang Membersihkan Gelas Air Minum dapat Mengundang Risiko Kesehatan, Begini Penjelasannya

2 hari lalu

Ilustrasi Air Minum. shutterstock.com
Jarang Membersihkan Gelas Air Minum dapat Mengundang Risiko Kesehatan, Begini Penjelasannya

Bagaimana jika tidak mencuci gelas air minum dan terus menggunakannya selama sepekan? Yang pasti bakteri akan berdatangan.


Gejala dan Cara Mengatasi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada Anak

5 hari lalu

Ilustrasi infeksi saluran kemih. shutterstock.com
Gejala dan Cara Mengatasi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada Anak

Kebanyakan infeksi saluran kemih (ISK) pada anak disebabkan oleh bakteri dari sistem pencernaan yang masuk ke uretra.


Uni Eropa Minta PBB Selidiki Peracunan Siswi di Iran

8 hari lalu

Seorang siswi terbaring di rumah sakit setelah laporan keracunan di lokasi yang tidak ditentukan di Iran, 2 Maret 2023.  WANA/Reuters TV via REUTERS
Uni Eropa Minta PBB Selidiki Peracunan Siswi di Iran

Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi yang mengutuk peracunan belasan ribu siswi di Iran.


Jokowi Larang Thrifting, Apa Bahaya Pakai Baju Bekas Impor?

9 hari lalu

Suasana penjualan pakaian impor bekas di Pasar Senen, Jakarta, Kamis, 3 November 2022. Meningkatnya tren membeli baju bekas atau thrifting di kalangan anak muda berdampak terhadap jumlah impor pakaian bekas. Tempo/Tony Hartawan
Jokowi Larang Thrifting, Apa Bahaya Pakai Baju Bekas Impor?

Jokowi melarang penjualan baju bekas impor atau thrifting yang kian marak. Apa dampak bagi UMKM, terutama soal efek kesehatan penggunanya?


Jangan Gunakan Kapur Barus di Lemari Bayi: Bisa Sebabkan Keracunan

10 hari lalu

Ilustrasi bayi tidur. Foto: Unsplash.com/Hessam Nabavi
Jangan Gunakan Kapur Barus di Lemari Bayi: Bisa Sebabkan Keracunan

Biasanya kapur barus ini diletakkan di kamar mandi, laci, atau lemari. Namun banyak pula orang yang khawatir dengan zat kimia yang terkandung dalam kapur barus. Apalagi jika diletakkan di lemari bayi.


Puluhan Warga Jasinga Keracunan Usai Hadiri Pengajian, Ini Penyebabnya

10 hari lalu

Ilustrasi keracunan makanan. Freepik
Puluhan Warga Jasinga Keracunan Usai Hadiri Pengajian, Ini Penyebabnya

Camat Jasinga minta aparat kepolisian mendalami kasus keracunan massal ini dengan memeriksa sampel makanan.


Hati-hati, Persentase Kematian Akibat Leptospirosis Melebihi COVID-19

14 hari lalu

Ilustrasi tikus. dailymail.co.uk
Hati-hati, Persentase Kematian Akibat Leptospirosis Melebihi COVID-19

Pakar menyebut angka persentase kematian akibat leptospirosis di Indonesia secara umum lebih tinggi dari COVID-19. Waspadalah!