TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020, Tjandra Yoga Aditama, mengungkap penyebab kasus Covid-19 di India, seperti di Indonesia, tetap terjaga melandai meskipun cakupan vaksinasi masih di bawah 50 persen. Menurutnya, satu analisa kenapa kasusnya tetap rendah adalah karena sudah cukup banyak penduduk yang ternyata punya antibodi terhadap SARS CoV-2, virus penyebab Covid-19.
“Data akhir Oktober 2021 menunjukkan 97 persen penduduk New Delhi sudah memiliki antibodi dalam derajat tertentu, baik karena sudah divaksin Covid-19 maupun karena sudah tertular secara alamiah,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin, 22 November 2021.
Laporan seropositif 97 persen ini adalah survei keenam yang dilakukan di New Delhi, India. Angka-angka sebelumnya memang menunjukkan kenaikan secara bertahap, mulai dari 22,8 persen pada Juli 2020; berlanjut menjadi 28,7 persen di Agustus 2020; lalu 25,1 persen pada September 2020; 25,5 persen pada Oktober; dan 56,13 persen pada Januari 2021.
Selain survei berkala ada juga survei-survei berskala cukup besar, seperti yang dilakukan All India Institute of Medical Sciences (AIIMS) yang mendapatkan angka seropositifas di New Delhi adalah 67 persen pada puncak gelombang yang lalu. Serta survei Council of Science and Industrial Research di New Delhi yang menunjukkan seroprevalensi 80 persen beberapa waktu setelah puncak.
“Dalam survei antibodi keenam New Delhi ini sebagian sampel akan diteliti lebih dalam tentang kadar antibodi yang terbentuk, sehingga dapat lebih diketahui kadar proteksi yang ada di masyarakat,” kata Tjandra, yang juga merupakan Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Selain di New Delhi, ada juga survei serupa di kota bisnis terbesar India, yaitu di Mumbai/Bombay. Hasil survei kelima di wilayah ini menunjukkan bahwa antibodi terhadap Covid-19 sudah ditemukan pada 90,26 persen dari mereka yang sudah divaksin dan 79,86 persen pada mereka yang belum divaksin.
“Jika digabung datanya, maka antibodi terhadap virus SARS CoV-2 sudah ada pada 86,64 persen penduduk kota Mumbai, 85,07 persen pada pria dan 88,29 persen pada wanita,” tutur dia.
Menurut Direktur Pascasarjana di Universitas YARSI Jakarta itu, ada beberapa catatan mengenai kondisi di India. Pertama, dia berujar, India sudah sejak tahun yang lalu secara berkala melakukan survei antibodi pada penduduknya, bahkan sudah sampai enam kali di New Delhi dan lima kali di Mumbai, selain yang dilakukan oleh institusi kesehatan lain.
Kedua, ternyata kadar antibodi terhadap Covid-19 di kedua kota terbesar itu sudah tinggi sekali, sekitar 97 persen di New Delhi dan 87 persen di Mumbai. Tingginya masyarakat yang sudah punya antibodi ini dapat saja dihubungkan dengan berhasilnya India menjaga kasus Covid-19 nya tetap terjaga rendah sekarang ini.
Tjandra menyarankan bahwa akan lebih baik jika Indonesia juga secara berkala melakukan survei antibodi Covid-19 ke masyarakatnya, setidaknya di beberapa kota besar. “Memang sudah pernah ada laporan beberapa survei seperti ini, tapi lebih baik kalau terus ditingkatkan dan hasilnya dianalisa dari waktu ke waktu,” ujar Tjandra sambil menambahkan, sehingga dapat dilihat perkembangannya.
Selain itu, akan lebih baik juga jika pada sebagian sampel dilakukan analisa lebih mendalam terhadap kadar dan jenis antibodi yang ada, seperti yang dilakukan di New Delhi. Karena data dari survei antibodi dapat dijadikan salah satu bahan penting untuk menganalisa ada tidaknya gelombang ke tiga. “Atau setidaknya ada tidaknya, dan seberapa besar kalau ada peningkatan kasus sesudah libur Natal dan Tahun Baru, bulan depan.”
Baca:
Epidemiolog Bicara Covid-19 Akhir Tahun: Ada Lonjakan, tapi Tidak Tinggi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.