Sebagai ‘pabrik’ dari produksi sperma itu, Ruzuan melanjutkan, adalah enam ekor pejantan unggul dan bersertifikasi, masing-masing dari jenis Simental, Bali, Brahman, Friesien Hoisten (FH) dengan usia 4-10 tahun. UPTD di Sembawa mendukung sapi-sapi itu dengan areal luas untuk tanam rumput yang menjadi pakannya, juga lapangan olahraga untuk menjaga kebugaran sapi sebelum diambil sperma-nya. Tersedia pula laboratorium dan sumber daya manusia yang memadai Nalim dkk.
Rencananya, Ruzuan menambahkan, jumlah sapi pejantan tangguh itu akan ditambah lagi, untuk yang jenis Bali, Limousin dan Simental. “Tahun depan kami tambahkan 6 ekor sehingga bisa produksi hingga 100 ribu straw semen beku per tahun,” katanya sambil menambahkan membidik pasar hingga ke luar daerah.
Kepala UPTD Balai Pembibitan Hijauan Pakan Ternak Sembawa, Iskandar Zulkarnain, menerangkan kalau pemasaran sejauh ini baru sebatas ke pemenuhan permintaan peternak sapi OKU Timur, Banyuasin, Musi Banyuasin, Prabumulih dan Ogan Komering Ilir. Dari omzet penjualan sperma beku 6 sapi unggul yang ada tersebut dihasilkan pemasukan ke kas daerah hampir Rp 100 juta sejak Maret lalu, ketika sertifikasi SNI sudah dikantongi.
“Ke depan, pasar se-Sumsel dan Lampung, Bengkulu, Bangka Belitung serta Jambi juga akan kami garap,” katanya optimistis. Sebagai bagian dari cita-cita itu, Iskandar menargetkan produksi semen beku pada tahun depan hingga 50.000 straw, “Atau setara dengan Rp 250 juta.”
Sebagai informasi, populasi sapi di Sumatera Selatan saat ini sekitar 300 ribu ekor. Dari jumlah tersebut hanya 70 ribu ekor yang bisa dipotong dengan berbagai alasan. Angka tersebut dipastikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan daging konsumsi yang mencapai 25 ribu ton per tahun yang dihasilkan dari sekitar 150 ribu ekor sapi. Akibatnya, Sumatera Selatan harus mendatangkan daging beku maupun sapi dari luar daerah bahkan dari luar negeri setiap tahunnya.
Ruzuan berharap pengembangan inseminasi buatan di UPTD Balai Pembibitan Hijauan Pakan Ternak Sembawa bisa membantu menutup kekurangan kebutuhan pasokan daging konsumsi tersebut. “Kami tengah berikhtiar mengubah pola pikir masyarakat dari konsumen menjadi produsen pangan berupa sayur mayur, daging sapi, daging ayam dan telur,” katanya.
Petugas UPTD Balai Pembibitan Hijauan Pakan Ternak Sembawa, Sumatera Selatan meneliti sperma sapi unggul untuk bahan inseminasi buatan. Teknik kawin inseminasi buatan mampu menghasilkan anakan yang lahir dengan bobot hingga 40 kilogram. TEMPO/PARLIZA HENDRAWAN
Ikhtiar lahir dari gerakan Sumatera Selatan Mandiri Pangan yang sedang digalang Gubernur Herman Deru. Tujuannya, menekan angka kemiskinan. Kemandirian pangan dideklarasikan akan dimulai dari tingkat rumah tangga. Diharapkan, setiap keluarga mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan dengan memanfaatkan sumber daya setempat secara berkelanjutan.
Kandar dan para peternak sapi pelanggan inovasi inseminasi buatan yang dikembangkan UPTD Balai Pembibitan Hijauan Pakan Ternak Sembawa bisa menjadi rujukan ideal untuk harapan sang gubernur.