TEMPO.CO, Palembang - Cek Nalim membuka tas ranselnya yang bertuliskan Paramedik Veteriner dan Inseminator Indonesia. Di hadapannya adalah seekor sapi jenis Simental-Brahmana usia tujuh tahun yang sedang bunting tiga bulan. Hari itu adalah jadwal Cek Nalim memeriksa kandungan sapi itu dan kesehatan janinnya. “Sapi ini sudah mendapatkan sekali suntikan inseminasi buatan sekitar empat bulan lalu,” katanya pada Senin lalu.
Cek Nalim adalah seorang inseminator di UPTD Balai Pembibitan Hijauan Pakan Ternak (BP-HPT) Sembawa, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Selatan. Pada hari itu dia berkeliling di antaranya ke kandang sapi milik Said di Desa Karang Anyar, Ilir Barat I, Palembang.
Selain ransel berisi, antara lain, jarum suntik dan sarung tangan itu, penampilan Nalim pada hari itu juga ditandai dengan jas laboratorium dan sepatu boot. Pemeriksaan kesehatan janin sapi hasil inseminasi buatan dilakukannya dengan cara memasukkan hampir seluruh tangan kirinya ke dalam vagina si indukan sapi.
Dengan cara itu dia bisa memprediksi sapi milik Said itu akan melahirkan pedet dengan berat minimal 35 kilogram. Prediksi itu terbukti tepat empat bulan lalu, saat indukan sapi yang sama melahirkan anak sapi sehat, juga hasil disuntiknya dengan sperma beku.
Tenaga honorer jebolan sarjana peternakan itu tak lupa berpesan kepada Said untuk menjaga asupan gizi dan pakan berupa rumput gajah, ampas tahu, rumput liar dan janggel jagung. “Kalau ada apa-apa dengan sapinya, cepat kabarin saya ya,” katanya sebelum beranjak pergi.
Kandar, warga Desa Sumber Agung, Selat Penuguan, Banyuasin, adalah juga pelanggan tetap semen (cairan berisi sperma) beku produksi dari UPTD Balai Pembibitan Hijauan Pakan Ternak Sembawa. Pun dengan sapi-sapinya, adalah pasien tetap Nalim.
Kandar menuturkan sudah menikmati hasil peternakan program inseminasi buatan sejak beberapa tahun lalu. Menurutnya, anak sapi IB memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan kawin alami. Seturut pengalamannya, kawin alami akan menghasilkan pedet berbobot maksimal 20 kilogram saja. Bandingkan dengan inseminasi buatan, Kandar pernah memiliki anak sapi yang lahir sehat dengan berat hingga 40 kilogram.
Demikian juga untuk harga jualnya: pedet IB biasa dijualnya dengan harga Rp 5-10 juta pada usia baru lahir sedangkan anak sapi hasil kawin alami hanya dihargai Rp 1 juta. “Peternak bisa semakin sejahtera,” kata Kandar tersenyum.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatera Selatan, Ruzuan Effendi, mengatakan semen beku produksi UPTD Balai Pembibitan Hijauan Pakan Ternak Sembawa telah bersertifikasi SNI 4869.1-2017. Selain jaminan kualitas, semen beku dari Sembawa juga dibanderol lebih murah yakni Rp 5000 per satu straw (sedotan) atau dosis sperma sekali injeksi. Dari tempat produksi lain di luar Sumatera Selatan, Ruzuan membandingkan, harganya mencapai Rp 7000 per dosis yang sama.
"Saatnya kita mandiri pangan dengan mengurangi pasokan produk inseminasi buatan dari luar," katanya.