TEMPO.CO, Jakarta - Guyuran hujan deras selama sejam lebih menunda balap MotoGP di sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Ahad 20 Maret 2022.
Peneliti klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengatakan hujan itu terjadi karena pengaruh intensifikasi pembentukan badai besar siklon tropis 93S tepat di selatan NTB.
“Gangguan cuaca skala luas dengan pola sirkulasi seperti badai siklon semacam ini tidak mungkin dihindari, dihentikan, atau dialihkan,” katanya lewat keterangan tertulis, Selasa 22 Maret 2022.
Kondisi itu diketahui berdasarkan pantauan terhadap data angin, hujan, dan pertumbuhan awan konvektif dari Satellite-based Disaster Early Warning System (SADEWA) yang dikembangkan oleh Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN.
Pembentukan bibit badai siklon tropis itu, kata Erma, sudah dapat diamati sejak Rabu dini hari, 16 Maret 2022, dalam bentuk vorteks atau pusaran angina dalam skala luas di atas Laut Timor sebelah timur Nusa Tenggara Timur (NTT).
Badai vorteks ini selanjutnya mengalami intensifikasi disertai pertumbuhan awan-awan konvektif yang mengalami pembesaran seiring dengan pembesaran putaran vorteks.
Selain mengalami pembesaran radius putar, badai ini juga bergeser ka barat mendekati wilayah NTB. “Proses peningkatan skala badai dari vorteks menjadi bibit siklon tropis terjadi pada 19-20 Maret,” ujar Erma.
Peningkatan skala badai itu disertai dengan perluasan sistem tekanan rendah ke bagian utara sehingga intensifikasi pertumbuhan awan konvektif juga terjadi di Laut Jawa utara NTB.
Aliran angin dari utara itu tidak hanya meningkatkan kelembapan tapi juga mengangkut hujan yang terjadi di atas laut Jawa menuju kawasan di sekitar lokasi Mandalika dan sekitarnya. “Kondisi inilah yang menyebabkan hujan deras terjadi pada 20 Maret di lokasi sirkuit,” katanya.
Menurutnya, gangguan cuaca skala luas dengan pola sirkulasi seperti badai siklon semacam itu tidak mungkin dihindari, dihentikan, atau dialihkan. “Melakukan modifikasi cuaca terhadap lokasi yang mengalami gangguan cuaca skala sinoptik merupakan tindakan yang sia-sia,” katanya.
Efek sampingnya juga bisa memicu anomali sirkulasi di wilayah lain bahkan di lokasi pada lintang tempat yang jauh dari ekuator Indonesia. “Karena sistem cuaca menganut hukum chaos dan efek sayap kupu-kupu, di mana gangguan kecil pada cuaca yang terjadi di suatu wilayah tertentu dapat memiliki dampak yang besar di wilayah lain.”
Teknologi modifikasi cuaca dapat berguna dan kemungkinan bisa berlangsung efektif pada kondisi atmosfer yang normal, kering, dan proses pembentukan awannya lebih didominasi oleh sirkulasi lokal diurnal atau harian pada wilayah yang terbatas. Oleh karena itu, teknologi ini dapat diterapkan untuk mengisi waduk, bendungan, atau mengatasi kebakaran hutan.
Sementara untuk mitigasi suatu perhelatan akbar dengan kondisi atmosfer sedang mengalami gangguan pada skala besar, mitigasi yang paling tepat adalah dengan melakukan prediksi secara akurat untuk kemudian memberikan rekomendasi waktu periode pelaksanaan acara.
Baca:
MotoGP Mandalika, Teknologi Hujan Buatan BRIN Hadang Cuaca Ekstrem
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.