TEMPO.CO, Jakarta - Riska, anak dari pekerja migran Indonesia di Malaysia berhasil meraih beasiswa S1 di University of British Columbia, Kanada. Dia mendapat Beasiswa Indonesia Maju dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kesempatan ini berhasil diraihnya setelah sempat gagal dalam penerimaan beasiswa di gelombang pertama. Di gelombang pertama, ia memperoleh Letter of Acceptance (LoA) dari University of Michigan di United States namun belum berkesempatan untuk memperoleh beasiswa.
Pada pendaftaran gelombang kedua, Riska berusaha memaksimalkan kesempatannya dalam membuat essai, TOEFL/IELTS, dan dokumen lain dengan waktu yang cukup singkat. "Tantangan terbesar untuk memperoleh beasiswa ini adalah dari sisi manajemen waktu," ujarnya seperti dikutip di laman resmi Pusat Prestasi Nasional pada Senin, 11 Juli 2022.
Namun, tantangan tersebut dapat dilaluinya berkat dukungan orang tua, kepala sekolah, dan guru yang terus mendorong Riska untuk terus maju dalam memperoleh beasiswa ini.
Tinggal di Malaysia tidak menyurutkan semangat Riska untuk mengejar prestasi di negara asalnya, Indonesia. Siswi asal Sulawesi Selatan ini menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK).
Anak TKI dengan Segudang Prestasi
Sejak lahir, Riska tinggal di Malaysia karena kedua orang tuanya bekerja sebagai pekerja migran di sana. Ayahnya bekerja sebagai buruh bangunan dan ibunya merupakan ibu rumah tangga yang sebelumnya juga pernah bekerja di Malaysia sebagai teller.
Berbagai prestasi diperolehnya baik di Malaysia maupun di Indonesia. Prestasi yang diperolehnya seperti Finalis Story Telling Tingkat SMP Kompetisi Sains, Seni, dan olahraga (KS20) Sekolah Indonesia Luar Negeri se-Malaysia, Kompetisi Cerdas Cermat PPKN yang diselenggarakan oleh beberapa Universitas di Indonesia, Finalis Event “Quote” Nulis Rasa Batch 3 yang diselenggarakan oleh Naskah Rasa, dan finalis dalam Kompetisi Sains Nasional (KSN) bidang Geografi yang diselenggarakan oleh Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas).
Riska sangat bersyukur karena bisa mengenyam pendidikan di SIKK. SIKK merupakan salah satu dari 11 sekolah Indonesia Luar Negeri yang ada di seluruh dunia. Sekolah ini umumnya diperuntukkan untuk Warga Negara Indonesia (WNI) yang orang tuanya bekerja sebagai pahlawan devisa.
Para pelajar SIKK sangat didorong untuk mengembangkan diri dari sisi akademis dan non-akademis. Hal ini juga didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai serta komitmen penuh dari tenaga pendidik. Namun, SIKK tidak bisa menampung ribuan orang karena karena merupakan satu-satunya sekolah induk di Malaysia yang memfasilitasi mulai dari jenjang SD, SMP, hingga SMA/SMK.
Minim Akses Pendidikan bagi Anak Pekerja Migran
Seleksi masuk yang ketat harus dilalui dengan ribuan pendaftar lainnya. “Minimnya ketersediaan sekolah dan sarana pendidikan untuk para anak pekerja migran Indonesia yang tidak bisa masuk ke SIKK, membuat mereka dituntut bekerja dan membantu orang tua demi memenuhi kebutuhan keluarga,” ujar Riska.
Riska juga menambahkan bahwa ia memiliki beberapa teman yang terpaksa putus sekolah akibat tidak lolos di sekolahnya. Namun, saat ini terdapat sistem baru yaitu inovasi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang menyebabkan lebih banyak anak yang bisa diterima dan merasakan pendidikan di SIKK.
Riska berpesan agar para siswa untuk tidak pesimis dan jangan takut akan kegagalan. “Jangan pesimis, karena setiap mimpi yang dijalankan dengan usaha bisa jadi kenyataan. Untuk gagal yang sudah terlanjur terjadi, ikhlaskan saja untuk tetap semangat dan sabar, karna terkadang kita harus patah sebelum bersinar,” ujar Riska.
Meskipun tinggal di Malaysia, Riska selalu pulang ke Indonesia secara berkala. Namun, selama pandemi Covid-19, Riska dan keluarganya jarang pulang untuk melepas rindunya dengan keluarga di Indonesia. Rencananya, setelah menyelesaikan pendidikannya di luar negeri, Riska dan keluarganya ingin kembali dan menetap di Indonesia.
Baca juga: Cerita Anak Driver Ojol Raih Beasiswa ke University of British Columbia