TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Satiadi mengatakan titik panas atau hotspot semakin banyak di berbagai wilayah. Titik panas itu dilihat dari pantauan satelit.
“Hotspot terpantau antara lain di di wilayah Pulau Sumatra terutama bagian selatan, Pulau Kalimantan bagian barat, selatan dan timur, Pulau Jawa bagian timur, serta sebagian Pulau Sulawesi, Maluku, NTT dan juga Papua,” katanya lewat WhatsApp pada 1 Juli 2023.
Walaupun hotspot mengindikasikan adanya panas atau api, kata Didi, belum tentu sumbernya berasal dari kebakaran hutan dan lahan. Menurut dia, kemungkinan lain munculnya titik panas karena aktivitas gunung api, flare gas, aktivitas industri, pantulan sinar matahari dan lainnya.
Didi menjelaskan secara umum kondisi angin di wilayah Indonesia saat ini menunjukkan karakteristik angin di musim kemarau. “Namun hal ini bukan berarti tidak dapat terjadi hujan,” jelasnya. Hujan tetap dapat terjadi walaupun frekuensi dan intensitasnya biasanya berkurang, seperti terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.
"Hujan yang turun di berbagai wilayah tersebut berpotensi mengurangi jumlah hotspot dan juga mengurangi polusi udara yang cenderung meningkat di musim kemarau," ujarnya.
Saat ini wilayah Indonesia juga menghadapi fenomena El Nino yang dapat meningkatkan kondisi kering saat musim kemarau. Didi menjelaskan banyak model memperkirakan menguatnya El Nino dalam beberapa bulan mendatang.
"Demikian pula kondisi IOD (Indian Ocean Dipole) saat ini masih netral, namun cenderung menguat dalam beberapa bulan ke depan. Hampir semua model memprediksi IOD positif dalam beberapa bulan ke depan," ujarnya.
Ia memberi peringatan jika fenomena IOD positif dan El Nino terjadi bersamaan maka efek kering musim kemarau cenderung lebih kuat sehingga perlu diwaspadai, terutama terkait potensi kekeringan dan kebakaran hutan.
Didi juga menjelaskan mengenai suhu permukaan laut (SST) pada Juli-September 2023. Pergeseran kolam panas/pusat konveksi yang terlihat berwarna merah bergerak ke arah timur Samudra Pasifik saat terjadi El Nino dan ke arah barat Samudra Hindia saat terjadi IOD positif. Hal ini, kata dia, berpotensi mengurangi aktivitas konveksi, jumlah uap air, pembentukan awan, dan hujan di wilayah Indonesia.
Namun, Didi mengatakan fenomena perubahan iklim cenderung meningkatkan suhu muka laut di wilayah Indonesia, sehingga berpotensi meningkatkan penguapan yang dapat mengakibatkan pergeseran musim kemarau yang cenderung lebih basah.
“Dengan demikian, kita perlu mewaspadai meningkatnya fenomena El Nino dan IOD positif beberapa bulan ke depan,” jelasnya.
Pilihan Editor: 7 PTS Terbaik di Indonesia Versi QS WUR 2024, Binus dan Telkom University Bersaing