Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ilmuwan Deteksi Gelombang Gravitasi Raksasa, Bahaya Buat Bumi?

Reporter

Editor

Erwin Prima

image-gnews
Tabrakan dua lubang balok supermasif memancarkan gelombang gravitasi dalam ilustrasi. (Kredit: Aurore Simonnet untuk Kolaborasi NANOGrav)
Tabrakan dua lubang balok supermasif memancarkan gelombang gravitasi dalam ilustrasi. (Kredit: Aurore Simonnet untuk Kolaborasi NANOGrav)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang gravitasi kembali terdeteksi dan itu jauh lebih besar daripada sebelumnya. Getaran ruang-waktu pertama dalam sejarah ditemukan pada 2015 menggunakan detektor berbasis darat, tetapi para peneliti baru-baru ini menangkap gelombang Einstein tersebut dengan teknik yang sama sekali berbeda.

Dalam penemuan gelombang gravitasi raksasa kali ini, pendekatan yang digunakan adalah melacak perubahan jarak antara Bumi dan bintang suar “pulsar” di lingkungan galaksi Bimasakti. Jarak itu mengungkap bagaimana ruang di antara keduanya diregangkan dan diperas oleh gelombang gravitasi.

Sementara gelombang gravitasi sebelumnya ditemukan dari tabrakan dua lubang hitam berukuran bintang, sumber yang paling memungkinkan dari penemuan terbaru adalah sinyal gabungan dari banyak pasang lubang hitam yang jauh lebih besar—jutaan hingga miliaran kali massa Matahari—yang perlahan mengorbit satu sama lain di jantung galaksi nan jauh.

Oleh karena itu, gelombang gravitasi raksasa tersebut ribuan kali lebih kuat dan lebih panjang dari yang ditemukan dengan teknik interferometri pada 2015. Panjang gelombangnya mencapai puluhan tahun cahaya, sedangkan di 2015 hanya puluhan atau ratusan kilometer.

Menurut ahli fisika Scott Ransom dari NANOGrav—salah satu dari empat lembaga sains yang berkolaborasi dalam temuan gelombang gravitasi raksasa, Bumi bergoyang karena gelombang gravitasi menyapu galaksi Bimasakti. Ransom menyebut bahwa mereka memang belum benar-benar sampai kata “deteksi”, tetapi itu adalah bukti yang kuat. Para ilmuwan telah melihat petunjuk tentang tanda gelombang gravitasi yang diharapkan, tetapi tanpa kepastian statistik. 

Ketika data yang terkumpul sudah dapat mencapai ambang deteksi gelombang gravitasi, Ransom dan kawan-kawan akan bekerja selama 20 tahun ke depan untuk mempelajari latar belakang temuan tersebut. Saat itulah pasukan ahli astrofisika bakal terlibat lebih jauh.

Proses Menangkap Gelombang

Sejumlah kolaborasi mengumpulkan data pulsar selama beberapa dekade dan melaporkan hasil yang serupa: NANOGrav Amerika Utara, European Pulsar Timing Array dengan kontribusi para astronom India, dan Parkes Pulsar Timing Array di Australia. Sementara itu, Chinese Pulsar Timing Array, mengklaim telah menangkap sinyal hanya dalam tiga tahun berkat sensitivitas luar biasa dari Teleskop Aperture Spherical 500-Meter yang dibuka pada 2016 di wilayah Guizhou.

Kelompok lain menggunakan teleskop radio besar untuk memantau pulsar “milidetik”, bintang neutron yang sangat padat yang memuntahkan gelombang radio dari kutub magnetnya. Setiap kali pulsar berputar pada poros, pancaran radionya keluar masuk garis pandang Bumi dan menghasilkan pulsa (denyutan) secara teratur. Pulsar milidetik berputar paling cepat, yakni beberapa ratus kali per detik.

Peneliti kemudian menggunakan data pulsar tersebut sebagai jam. Perubahan kecil dalam waktu kedatangan sinyal pulsar dapat berarti bahwa ruang antara bintang dan Bumi telah diubah oleh gelombang gravitasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemantauan waktu satu pulsar saja tidak cukup andal untuk mendeteksi gelombang gravitasi, maka setiap kolaborasi biasanya memantau puluhan pulsar. Alhasil, mereka menemukan tanda “kurva Hellings–Downs” yang memprediksi bagaimana korelasi antara beragam pasangan pulsar dengan adanya gelombang gravitasi yang datang dari segala arah. Banyak anggota tim mengaku terpukau ketika melihat hasil tangkapan mereka.

Sejarah Panjang Gelombang Gravitasi

Albert Einstein pertama kali memprediksi gelombang gravitasi pada 1916. Pada 14 September 2015, detektor kembar dari Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory (LIGO) di Louisiana dan Washington State memastikan prediksinya dengan mendeteksi semburan gelombang dari penggabungan dua lubang hitam. Sekumpulan fisikawan telah menangkap gelombang gravitasi dari lusinan peristiwa semacam itu.

Kalau saja sinyal terbaru memang berasal dari gabungan gelombang gravitasi ribuan pasang lubang hitam supermasif di seluruh alam semesta, itu akan menjadi bukti mutlak bahwa beberapa di antaranya memiliki orbit yang cukup rapat untuk menghasilkan gelombang gravitasi terukur. Implikasi utamanya yakni masing-masing pasangan pada akhirnya akan bergabung dan menciptakan semburan seperti yang dilihat oleh LIGO, tetapi dalam skala jauh lebih besar.

Para peneliti berharap bahwa mereka bisa melampaui kurva Hellings–Downs dan melihat sinyal dari biner lubang hitam supermasif individu yang cukup dekat dengan Bimasakti. Kekuatannya cukup besar untuk melihat sumber yang terisolasi. Namun untuk saat ini, asal-usul lain dari gelombang gravitasi raksasa tidak dapat dikesampingkan, termasuk kemungkinan kebisingan sisa gravitasi dari peristiwa Big Bang.

NIA HEPPY | SYAHDI MUHARRAM | NATURE.COM

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

 

Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengapa Satelit Tidak Jatuh ke Bumi? Begini Penjelasannya

3 hari lalu

Ilustrasi satelit angin Aeolus di atas Bumi. Satelit akan masuk kembali ke atmosfer bumi minggu ini. (Kredit: ESA)
Mengapa Satelit Tidak Jatuh ke Bumi? Begini Penjelasannya

Satelit mempertahankan orbitnya dengan menyeimbangkan dua faktor, yakni kecepatan dan tarikan gravitasi bumi.


Dosen Filsafat Teknologi UGM Jabarkan Plus Minus Artificial Intelligence atau AI

3 hari lalu

Perkembangan tren kecantikan di masa digital ini semakin beragam, salah satunya ialah beauty berbasis artificial intelligence (AI) dan augmented reality (AR)/Foto: Doc. Perfect AI
Dosen Filsafat Teknologi UGM Jabarkan Plus Minus Artificial Intelligence atau AI

Rangga Kala Mahaswa, Dosen Filsafat Teknologi UGM menguraikan kelebihan dan kekurangan pemanfaatan Artificial Intelligence atau AI.


Langit Jakarta Kembali Kelabu, Ini Kata Peneliti BRIN

14 hari lalu

BNPB melakukan evaporasi buatan dengan teknik baru water-spray untuk mengurangi polusi udara Jakarta selama KTT ASEAN di Jakarta, Selasa 5 September 2023. (Antara/HO-BNPB)
Langit Jakarta Kembali Kelabu, Ini Kata Peneliti BRIN

Pada hari Rabu, 13 September 2023, polusi udara Jakarta kembali meningkat ditandai dengan langit yang berwarna kelabu.


BRIN Kukuhkan 4 Profesor Riset dari Berbagai Bidang, Dari Teknologi AI Hingga Nuklir

15 hari lalu

Papan nama Gedung BRIN di Jakarta. Foto: Maria Fransisca Lahur
BRIN Kukuhkan 4 Profesor Riset dari Berbagai Bidang, Dari Teknologi AI Hingga Nuklir

Masalah air danau hingga nuklir menjadi perhatian para periset BRIN.


Peneliti BRIN Duga Terjadi Fenomena Firenado di Bromo

17 hari lalu

Tangkapan gambar diduga fenomena fire tornado atau firenado di wilayah kebakaran Gunung Bromo pada 10 September 2023. (Instagram/@pendakilawas)
Peneliti BRIN Duga Terjadi Fenomena Firenado di Bromo

Pada saat kejadian, wilayah sekitar Gunung Bromo memiliki tekanan udara permukaan yang relatif tinggi.


Bertemu PM Cina di KTT G20, PM Inggris Konfrontasi Soal Dugaan Mata-Mata

17 hari lalu

Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak pada KTT G20 di New Delhi, India, 9 September 2023. REUTERS/Evelyn Hockstein/Pool
Bertemu PM Cina di KTT G20, PM Inggris Konfrontasi Soal Dugaan Mata-Mata

Perdana Menteri Rishi Sunak telah mengkonfrontasi Perdana Menteri Cina Li Qiang tentang campur tangan Beijing dalam demokrasi parlementer Inggris


Wakil Rektor Unair Masuk Deretan Top 100 Peneliti Indonesia, Beri Tips Bagi Peneliti Pemula

21 hari lalu

Wakil Rektor Unair Muhammad Miftahussurur. Dok. Unair
Wakil Rektor Unair Masuk Deretan Top 100 Peneliti Indonesia, Beri Tips Bagi Peneliti Pemula

Wakil Rektor Unair yang masuk deretan top 100 peneliti Indonesia berbagi tips untuk peneliti pemula.


Studi Baru Klaim Nenek Moyang Manusia dan Kera Muncul di Eropa, Bukan di Afrika

24 hari lalu

Nenek moyang kera dan manusia yang baru diidentifikasi, Anadoluvius turkae. (Kredit gambar: Sevim-Erol, A., Begun, D.R., Szer, .S. dkk., Universitas Toronto, EurekAlert)
Studi Baru Klaim Nenek Moyang Manusia dan Kera Muncul di Eropa, Bukan di Afrika

Dalam studi baru tersebut, para peneliti menganalisis fosil kera yang baru diidentifikasi dari situs orakyerler berusia 8,7 juta tahun di Anatolia.


Ashanty Ambil S3 Prodi PSDM, Ini 5 Pekerjaan Lulusan Pengembangan Sumber Daya Manusia

33 hari lalu

Ilustrasi karyawati berbincang dengan atasan. (The Times of India)
Ashanty Ambil S3 Prodi PSDM, Ini 5 Pekerjaan Lulusan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Ashanty mengambil prodi pengembangan sumber daya manusia untuk S3 di Unair. Apa saja jenis pekerjaan bagi lulusan PSDM?


Atasi Kebakaran di TPA Sarimukti Bandung, Peneliti BRIN Usulkan Hujan Buatan

36 hari lalu

Petugas pemadam kebakaran menyemprot air ke area pembuangan sampah akhir yang terbakar di TPAS Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, Rabu, 23 Agustus 2023. Kebakaran terus merembet dengan luas area yang terbakar sekitar 7 hektare. TEMPO/Prima Mulia
Atasi Kebakaran di TPA Sarimukti Bandung, Peneliti BRIN Usulkan Hujan Buatan

Hujan buatan untuk mengendalikan polusi dan memadamkan kebakaran.