TEMPO.CO, Jakarta - Masjid Agung Al-Azhar (MAA) didirikan oleh Yayasan Pesantren Islam (YPI) pada 19 November 1953. Yayasan yang didirikan pada 7 April 1952 tersebut ditujukan untuk pelayanan masjid dan sosial. Kehadirannya juga tidak lepas dari berkat dukungan Mr Syamsudin, Menteri Sosial RI pada saat itu.
Pada awal pembangunan, Masjid Agung Al Azhar Jakarta menggunakan nama Masjid Agung Kebayoran Baru karena memang masjid Jakarta ini berlokasi di Kebayoran sana. Tepatnya di Jalan Sisingamangaraja Nomor 1, RT 2/RW 1, Selong Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pembangunan Agung Al-Azhar, membuka kesempatan baru untuk dekat dengan umat bagi salah satu partai Islam yang sudah berkibar sebelum kemerdekaan Indonesia. Tujuannya memang satu, yaitu mengembalikan masjid sebagai pusat peradaban Islam yang hakiki dan moderat. Masjid Agung Al-Azhar juga pernah menjadi masjid terbesar di Jakarta, sebelum akhirnya hadir kemegahan Masjid Istiqlal pada tahun 1978.
Awal Mula Berdirinya Masjid Al Azhar Jakarta
Berdirinya Masjid Al Azhar Jakarta diprakarsai oleh sejumlah tokoh dari Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia. Partai ini juga dikenal dengan nama Masyumi sejak hadirnya kolonial Jepang di Indonesia pada tahun 1943. Di mana Jepang hendak mengatur umat Islam yang begitu tegas melawan penjajahan.
Kemudian, pembangunan masjid disepakati berdiri di atas tanah milik YPI seluas 43.755 m2. Pembangunan pun selesai dalam waktu singkat sekitar 5 tahun tepat pada 1958. Kemudian, diresmikan dengan menggunting pita oleh Presiden Soekarno pada April 1959. Meski demikian, penggunaan Masjid Agung Al-Azhar sudah dimulai sejak hari raya Islam 1958.
Untuk kemegahan bangunannya, Masjid Agung Al Azhar Jakarta sengaja dibuat dengan memadukan arsitektur Masjid Hij’ Saudi Arabia dan Masjid Qibtiyah Mesir. Kemudian, jika Anda beranjak ke dalam kubah, akan terlihat lukisan kaligrafi dengan lafaz Allah berada di bagian puncaknya serta diindahkan dengan 99 Asmaul Husna. Begitu luar biasa peran Friedrich Silaban seorang Kristiani yang ditunjuk sebagai arsitektur masjid megah di Jakarta ini.
Kemajuan Masjid Al-Azhar Jakarta Setelah Diresmikan
Ketenaran masjid megah di kalangan elit Kebayoran Baru ini harus berganti nama dari Masjid Kebayoran Baru menjadi Masjid Al-Azhar. Pasalnya, Buya Hamka telah mengusulkan penggantian ini demi sebuah penghormatan. Jika Anda kilas balik pada sebuah peristiwa sejarah tahun 1960, Prof. Dr. Mahmoud Syaltout yang merupakan salah satu rektor Universitas Al-Azhar Mesir pernah menjadi pengisi kuliah umum di Masjid Agung Kebayoran Baru Jakarta. Di momentum itulah nama Al-Azhar dicetuskan.
Tahap demi tahap, pembangunan Masjid Al-Azhar Jakarta bukan berorientasi pada ibadah seperti salat saja, tetapi pembangunan sejumlah fasilitas umum untuk kebutuhan harian umat juga direalisasikan. Antara lain, di bidang pendidikan anak-anak hingga universitas, kursus umum, penyewaan gedung, perbankan, hingga 25 kelompok kegiatan beragama di kompleks Masjid Agung Al-Azhar.
Hal-hal terakhir yang bersejarah di lingkungan Masjid Al-Azhar adalah peran tokoh-tokoh nasional seperti Prof. DR. Haji Muhammad Abdul Karim atau Buya Hamka yang telah ditunjuk sebagai imam besar pertama di masjid ini. Kemudian, Masjid Al-Azhar telah dikukuhkan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta sebagai situs tapak sejarah perkembangan Jakarta hingga menjadi cagar budaya nasional yang ditetapkan pada 19 Agustus 1993.
Pilihan editor: Asal Mula Masjid Agung Kebayoran Menjadi Masjid Al Azhar, Kiprah Buya Hamka
ALFI MUNA SYARIFAH