Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Drama PPDB 2023, Kisah Ibu, Bapak & Nenek Berjibaku Cari Sekolah Anak

Editor

Sunu Dyantoro

image-gnews
Peserta PPDB 2023, Izza Aqila yang diterima di SMAN 1 Semarang bersama ibunya, Lintang Ratri Rahmiaji. Dokumen Lintang Ratri Rahmiaji
Peserta PPDB 2023, Izza Aqila yang diterima di SMAN 1 Semarang bersama ibunya, Lintang Ratri Rahmiaji. Dokumen Lintang Ratri Rahmiaji
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Buat sebagian orang tua yang punya anak naik jenjang sekolah, proses Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2023 ibarat hantu yang bikin dag dig dug gemetar. Pergeseran tingkatan dari Sekolah Dasar ke Sekolah Menengah Pertama, dan dari Sekolah Menengah Pertama ke Sekolah Menengah Atas mirip-mirip terjun ke medan laga, penuh perjuangan dan doa.

Aturan PPDB sesungguhnya punya tujuan mulia, yakni agar murid berprestasi bagus tidak menumpuk di sekolah favorit. Bahkan, tujuan PPDB ini adalah menghapus favoritisme, atau justru meratakannya agar sekolah-sekolah ‘pinggiran’ juga menjadi sekolah pilihan yang setara.

Sistem zonasi PPDB juga bisa membantu mengurangi kemacetan lalu lintas lantaran murid tidak harus pergi jauh untuk bersekolah. Hanya anak-anak yang berada di dekat lokasi suatu sekolah yang bisa masuk ke sekolah itu.

Sayangnya, belakangan, akal-akalan, dan permainan PPDB kian terasa. Bahkan, PPDB 2023 di Kota Bogor 2023 diwarnai indikasi kecurangan. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyebut ada 300 aduan yang diterima oleh pihaknya melalui layanan pengaduan di media sosial. “Kecurangan PPDB SMA Negeri jalur zonasi dilakukan dengan alamat yang kurang jelas, dan aksi titip identitas anak di kartu keluarga,” kata Bima.

Namun, di tengah PPDB yang mirip momok itu, ada kisah orang tua yang berjuang keras agar anaknya bisa sekolah dekat dengan rumah, dan tetap mendapatkan pelayanan pendidikan berkualitas. Salah satunya adalah Lintang Ratri Rahmiaji, dosen Universitas Diponegoro, yang berupaya keras dan jujur dalam memasukkan anaknya, Izza Aqila, masuk ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Semarang.

Lintang menuliskan pengalamannya berjibaku cari sekolah anaknya itu di akun media sosial Facebook. Cerita haru biru, kesal, penuh harap, dan aneka centang perenangnya, ia tumpahkan dalam tulisan itu.  Izza, yang semula hendak masuk SMAN 1 Semarang melalui jalur zonasi, akhirnya memilih jalur prestasi. Seizin Lintang,  Tempo memuat cerita proses PPDB itu di bawah ini, sesuai dengan gaya penulisan aslinya.

Baca juga: Bima Arya Minta Pendaftar yang Curang di PPDB Zonasi Didiskualifikasi

PPDB adalah fana, yang abadi adalah drama yang mengantarainya. Ini sefruit kisah, bukan amatan kebijakan pendidikan, hanya mencatat ingatan, untuk kakak Izza

Izza lulus smp dengan ratarata nilai 63,77. Angka yang sangat baik, buat saya, orang tuanya, karena ia termasuk salah satu siswa lulusan pandemi dengan segala keterbatasannya. Tidak hanya itu, Izza menjadi salah satu anggota pengurus OSIS, not bad lah, not bad at all.

PPDB SMA, ternyata berbeda dengan seleksi SMP dulu, dimana zonasi itu hanya menambah nilai, seleksi utama adalah ratarata nilai rapor. Nah, untuk PPDB Jawa Tengah ada 4 (empat) jalur pilihan pendaftaran, yakni zonasi, prestasi, afirmasi, dan perpindahan orang tua. Fyi, prestasi itu bisa hanya nilai rapor murni, yang juga bisa  ditambah nilai kejuaraan (1, 2, 3) bisa perlombaan berjenjang atau pun tidak.

Di sini titik awal ketidaktahuan saya menjadi masalah. Izza mendaftar jalur zonasi, karena sma yang dituju masih masuk zona (0 - 7km, rumah kami berjarak 5,1km) dengan kuota zonasi 301, yakin bisa masuklah ya, sangat jumawa dan naif.

Kenapa zonasi? karena saya berpikir prestasi itu menang kejuaraan yang harus diselenggarakan oleh kedinasan. Zaman pandemi, kesempatan itu sangat terbatas. Maka kami mantap mendaftar zonasi. Hari pertama, baru juga masuk, assalamualaikum, nomor urutan sudah urutan 265 di jam 10, yang lalu kandas di jam 14.30.

Bapaknya mulai ngomel, "Ini enggak masuk akal ya, ada yang 100 meter dari sekolah, mungkin, ‘omahe nang njero balekota’". Saya tertawa, meski "anyles" di dada. Naif sekali saya, ternyata praktik pindah kartu keluarga bukan sekedar mitos semata, melainkan implementasi strategis orang tua. Coba ada yang melakukan riset soal ini (ah tapi kan kita ga mau bahas itu, tahaaaannn).

Saya meminta Izza bertahan di zonasi, karena jika tidak bisa lolos di pilihan pertama, akan bergulir ke zona yang lebih dekat. Naif lagi. ‘In the end of the day’, kita harus sadar, zonasi itu hak ‘priviledge’ yang jaraknya maksimal 1,2 kilometer untuk sekolah favorit (padahal katanya ini untuk mengurangi favoritisme, halah, tahaan komen).

Kalau dihitung rumah anda dengan sekolah yang dituju jaraknya di atas 2 kilometer,  sudahlah, jangan mimpi masuk via zonasi. Atau dalam bahasa saya, sudahlah, jangan naif, sheila on 7 saja, "lapang dada" maksudnya (haha, Ya Allah)

Seiring dengan itu, saya menyiapkan jalur lain, alternatif sekolah swasta. Sambil berpikir mencoba peruntungan pindah jalur prestasi tapi belum sempat belajar caranya. Minggu PPDB bersamaan dengan minggu ujian tesis, skripsi, nilai akhir, ditikung urusan angka kredit, pengabdian, SPJ dan ‘peer’ dosen lainnya. Izza saya minta legowo untuk mulai mencari SMA swasta terbaik di Semarang.

Beberapa pilihan muncul, sayangnya yg dia suka sudah tidak bisa dipilih karena sudah selesai proses penjaringan. Ada yang lain tapi sekolah asrama, yang sejurus langsung ditolaknya, "aku masih mau sama bunda". Halah. Akhirnya ada satu sekolah yang menjadi pilihan, terbaik (dan yang paling kompromis).

Pusaran drama PPDB

Apakah drama sudah selesai, tentu tidak, justru kita akan baru mulai masuk ke pusaran drama. Minggu malam, 25 Juni, Izza histeris, "Bunda, aku baru ingat, ini bun," dia tunjukkan medali. Saya menatapnya, bingung. Lalu ia menjelaskan, bahwa pernah ikut olimpiade Bahasa Inggris tahun lalu, online, tingkat nasional dan menang. Saya masih sulit mencerna, karena ia menjelaskan sambil lompat-lompat bak melihat daratan setelah bertahun terombang-ambing di lautan.

Saya masih menunggu, dan benarlah, "Tapi bun, (lha ini, batin saya) aku lupa di mana piagamnya". Hampir 2 (dua) jam kami mengacak rumah, saya sudah hampir menyerah saat dia akhirnya menemukan di tas les gitarnya (‘kok isoo’, misteri ilahi memang), rungsek terlipat di banyak sisi.

Izza senang bukan main, saya minta piagamnya disetrika dulu dialasi kain. Setelahnya, saya mengingatkan untuk tidak terlalu bergembira karena piagam harus dicek dulu, apakah bisa diakui apa tidak. Izza terdiam, tapi matanya penuh harapan, dan saya tidak ingin merusaknya.

Tapi drama kedua adalah, Senin itu, 26 Juni, saya menguji maraton dari jam 8 sampai jam 10 malam. 6 jadwal sidang. Tentu saya tak bisa menemani Izza berproses. Maka saya terpaksa harus minta tolong bantuan ibu peri, aka, ibu saya. Yang ternyata langsung digugat bapak saya, "Apa yang mau kamu banggakan, kalo kamu tidak terlibat dalam perjuangan anakmu, momen ini penting, tidak hanya buat Izza, tapi buatmu sebagai ibu", sergahnya tegas.

Saya frustasi. Tapi ibu, di mana pun, adalah penyelamat. Ibu saya bilang, "Tenang, besok sama mama, kamu siapkan saja berkasnya." Meleleh air mata saya, separuh merasa bersalah, separuh merasa terselamatkan. Alhamdulillah.

Seakan belum cukup, Senin subuh, Izza membagikan catatan dari temannya yang sudah lebih dulu mengurus prestasi, bahwa piagam harus diverifikasi dulu di Dinas Pendidikan, baru setelahnya bisa dinilai. Saya frustasi, lagi. Saya matur ibu, dan hanya direspon, oke. Maka pagi itu saya bekerja, menyerahkan tanggung jawab dengan pikiran morat-marit.

Puji syukur dapat kabar, ternyata verifikasi bisa dilakukan di sekolah asal. Maka tim menuju sekolah asal, yang ternyata sedang sibuk PPDB juga (ya iyalah) dan kebetulan kepala sekolah sedang rapat di sekolah lain. Tapi ibu saya memang terberkati, dengan dibantu guru piket, akhirnya salah satu petugas TU ikut berangkat ke sekolah tempat kepsek rapat (Bu Guru dan Mas TU, saya berhutang budi, semoga berkah melimpah).

Saat itu, waktu sudah hampir setengah 12 siang. Sepanjang perjalanan ibu saya mikir, "Itu kalau pas mimpin rapat, atau diskusi kan nggak mungkin disela ya, trs apa ya mau tandatangan".

Lha kok ternyata hanya 5 menit, pas ditanya kok bisa cepet? "Pas keluar jam istirahat, Bu". Alhamdulillah. Sementara saya yang gelisah mencoba sedikit berkontribusi, mencuri waktu istirahat siang, memutuskan ke smp yang justru slisipan, karena ternyata sudah selesai dengan ekspress tadi. Akhirnya, saya nekat menuju SMA yang dituju dengan alasan hanya bertanya bagaimana caranya pindah jalur ke prestasi. Alhasil tim dibagi dua, satu ke SMA yang dituju satu mengembalikan mas petugas TU.

Di SMA yang dituju, sepi, karena petugas sedang istirahat makan siang sampai jam 13. Untung kami berdua, saya dan adik bungsu adalah alumni. Jadi kami bisa jumpa beberapa guru yang kemudian bersedia membantu. Dari beliau saya jadi tahu, kalau mau pindah jalur harus dilakukan sebelum jam 13. Laaaahhh. Padahal ini lagi istirahat. Berita baiknya, piagam Izza diakui, dapat poin 2.25 tapi peer selanjutnya adalah harus antri di operator untuk ganti jalur. Di titik ini badai dimulakan.

Jadi semestinya perpindahan jalur bisa dikerjakan mandiri tanpa harus ditolak oleh sekolah yang dituju. Tapi karena ketidaktahuan kami, maka kami antri untuk pembatalan akun dan buat akun baru. Meski sudah pun diingatkan, jika waktu sudah sangat mepet dan ada kemungkinan justru keluar dari sistem.

Saya mulai gelisah, mungkin kasihan melihat saya, bapak pengawas (yang kemudian saya tau, beliau adalah kepala sekolah) meminta operator tambahan untuk memproses akun  Izza, jam sudah 12.45 akun dibuka untuk ditolak oleh SMA yang dituju, dan membuat akun baru, karenanya kami diminta siapkan berkas untuk diunggah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa nyana, semua berkas di atas 1MB, padahal ya kemarin aman saja, jadilah harus dikompres (dikecilkan) dulu ukuran file-nya. Ketika proses sudah aman, tinggal klik selesai, kami cek ulang, lho kok data prestasinya tidak terakumulasi. Panik. Selaik normalnya kesalahan, maka saya klik pilihan "back" kan ya, aman semua, nah celakanya, pas diklik selanjutnya, layar menolak. Terkunci.

Sepersekian detik saya ‘ngefreeze’, sampai ada yang bilang, itu waktunya habis. Sudah lewat jam 13. Izza keluar dari sistem, namanya tidak ada. Gelap. Izza sudah mulai menangis, saya juga sebenernya, tapi akal harus terus bekerja di situasi ruwet ini. Saya tanya solusinya apa. "Tidak ada, tadi kan sudah diingatkan, ini kekhawatiran saya, dan ternyata kejadian, sistemnya ngunci, Bu. Otomatis", ujar Bapak Kepala Sekolah dengan prihatin.

Posko pengaduan PPDB

Saya persisten, minta solusi. "Ada, posko pengaduan di disdik, dekat sini, jalan pemuda, tidak menjamin, tapi mungkin bisa menjelaskan lebih baik". Saya cek map, lokasi dekat, saya meninggalkan ibu, Izza dan adek bungsu yang masih kalut. Sambil menuju mobil saya cuma bilang mau ke posko pengaduan. Saya minta ijin untuk dapat memimpin sidang tesis secara online. Darurat.

Posko pengaduan yang saya ingat berbentuk meja panjang dengan banyak petugas, semacam cs di bank, dengan kanankiri begitu bising dengan protes dari orang tua peserta PPDB. Keluhan paling banyak soal kenapa rumahnya tidak masuk zona, padahal tetangganya masuk.

Saya mencelos, kayaknya kok cuma saya yang begitu bodoh membuat anak saya terlempar dari sistem. Tapi alhamdulillahnya (lagi) para petugas sangat komunikatif, saya diterima, didengarkan dan langsung dijawab tidak bisa karena sistem, dan kalo buka sistem untuk mengakomodasi saya, pasti harus membuka semua jalur. Fair enough, saya paham, tapi saya tetep berusaha minta solusi. Persisten, meski sambil tetap menguji.

Beruntungnya saya, si bapak petugas berbaik hati mencarikan teknisinya, yang lagi istirahat sholat, (Ya Allah, saya doain bapak cepet naik pangkat ya). Lalu datanglah mas teknisi yg juga baik dan sabar, setelah mendengar crita saya yang mawut dan emosional, dia menjawab "saya cek dulu ya bu", lalu dia mengatakan hal yang bikin saya lega, "Bisa bu, saya sedang tunggu operator sma penolak data ajuan, untuk minta dibatalkan ajuannya, sabar ya Bu". Terang lagi dunia saya.

 Tapi saya tidak bisa sekedar tunggu, saya harus berbuat sesuatu untuk membantu, maka sekali lagi, saya bergegas ke sma tujuan, untuk mencari operatornya. Setidaknya saya berpikir mungkin bisa memohon dan mempercepat persetujuan operator. Sementara tim tetap di Disdik untuk mengawal proses.

Sesampai di SMA yang dituju, alhamdulillah bapak kepala sekolah yang sedari pagi berada di lokasi sangaaaaat membantu proses, operator dihadirkan, dan saya dibantu batal tolak, ada opsinya, satu kali klik, Izza masuk lagi dalam bursa. Proses selanjutnya verifikasi ulang. Lalu yang lebih melegakan lagi, ternyata bisa koreksi ajuan, sehingga yang nilai prestasi tadi bisa masuk.

Alhamdulillah, beruntung sekali. Tiga jam yang sungguh absurd dan melelahkan. Pas saya pikir sudah selesai, kami  diingatkan untuk jangan lupa aktivasi akun, saya yang trauma, segera bertanya apakah ada batas waktu aktivasi. "Ada Bu, jam 15.30".  Lhoooo, ini kurang 15 menit lagi, demi melihat ekspresu saya, si ibu operator tertawa. Saya kemudian memohon untuk dibantu menggunakan komputer operator untuk dapat aktivasi (Ibu, saya nggak akan lupa panjenengan ya, terimakasih semoga dimudahkan segala urusan).

Tinggal pilih sekolah. Apakah segera usai, belum kisanak, kita memasuki inti drama.

Jadi di hari terakhir pendaftaran, 27 Juni, kami sama tahu bahwa dengan tambahan nilai saja, Izza tetap tidak lolos di jalur prestasi sma yang dituju. Sebagai alternatif kami mendaftar di sma swasta pilihan. Izza mengikuti ujian hari itu, tpa dan wawancara, lancar dan langsung diterima.

Alhamdulillah, bejo berkali. Namun sebenarnya, sedari pagi Izza juga membujuk, bagaimana jika pindah ke sman lain, saya cenderung mengabaikan, selain sedang hectic, jujur sudah tak sanggup drama, kalo pindah, nanti "kepancal" lagi karena nilainya tipis, kan malah dobel luka nya. Semakin sore, ibu, adek saya pada nelfon, membujuk buka jurnal sekolah lain. Saya tetap tak bergeming. Jam 16.30 saya ingat mengajak Izza pulang, tapi sebelumnya ada telfon dari suami, katanya "Kamu kenapa bersikeras begitu, kan nothing to loose, wong sudah ketrima di sekolah swasta to, pindah aja, nanti kalau jam 16.30 ga ada perubahan, pindah saja."

Lalu, entah wangsit ke berapa, mungkin juga doa Izza, saya memutuskan membuka laptop dari bagasi mobil di parkiran kampus. Pas saya buka jurnalnya, betul ada harapan meski tipissss sekali. Baiklah. Tapi, konyolnya saya ingat, nggak paham cara mindah jalurnya. Saya tanya via wa ke suami sambil coba googling, Izza menatap saya dengan cemas.

Saya minta Izza telfon eyang utinya, minta restu, jam 16.45 baru direspon, "yak pindah sekarang!". Maka, Bismillah, saya proses pindah pilihan sma. Gampang ternyata. Setelah selesai, lho kok ga ada namanya. Buyar deh. Tapi tiba-tiba bapaknya Izza nelfon, "sudah ya, terdaftar no 77" saya bengong, lho kok iso, mana buktinya.. maka dia video call memperlihatkan tampilan layar. Demi apa, kami teriak berdua, dan berpelukan.

Bapaknya Izza bilang, "begitu kamu tanya caranya, aku sudah tidak tenang, maka aku berhenti dan memproses juga dari sini, coba direfresh".  Saya refresh, ada. Tapi batas waktu kan sampai jam 17.00 ya, kami masih harus menunggu, itu adalah 5 menit terlama dalam hidup saya. Sumpah.

Video call tetap menyala sampai jam 17.01 lewatlah sudah. Alhamdulillaaah. Saya share ke grup keluarga, tapi belum ke media sosial. Maklum ini kan negara penuh kejutan, sampai pengumuman resmi saya janji tidak selebrasi.

Pengumuman penerimaan seharusnya tgl 30 Juni.. tapi memang tertulis waktunya sampai 23.55 hahaha. Kami menunggu dengan cemas, Izza bahkan sudah tak doyan makan dari dua hari lalu. Sekitar hampir magrib, akhirnya pengumuman resmi datang. Its official. Izza masuk SMAN 1 Semarang. Alhamdulillah.

Dari PPDB saya belajar, pentingnya informasi yang mencukupi. Lebih dari itu saya mensyukuri hidup dengan supporting system yang luar biasa, lalu diantara banyak drama, ternyata banyak juga Alhamdulillahnya. Dan oh, memang sebenarnya sudah lama Izza maunya masuk smansa, bukan satu almamater dengan ibunya. Sepertinya kali ini doa Izza lebih kuat dari doa saya. Wallahu alam.

Kata bapak saya, "sebenarnya bukan masalah sma di mana.. tapi lalu jadi apa, bisa jadi apa sesudah sekolah.. itu yang penting.. saya sekolah di blora, tapi bisa masuk Undip dan jadi seperti sekarang". Baiiiqquee.

Catatan ini tentu banyak editan ya, keseruan-keseruan yang tidak bisa diungkapkan di sini, tapi yang penting Izza tahu betul apa yang terjadi hari itu, semoga dia terus ingat dan selalu rendah hati. Dan bapak saya benar, beruntunglah saya memutuskan turut serta dalam proses meski kemudian meminta kebaikan hati teman-teman supaya bisa bekerja secara online. Kalo Izza sampai gagal, dan saya tidak melakukan apa-apa, bagaimana pertanggungjawaban saya sebagai ibu.

Anyway, Selamat ya kakak Izza.. kamu tidak pernah gagal membanggakan aku.. always do, always will.

Pilihan Editor: Banyak Temukan Kecurangan PPDB Jalur Zonasi di Kota Bogor, Bima Arya: Jika Tak Sesuai Harus Mundur

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Cara Cek Penerima Program Indonesia Pintar secara Online, Hanya Butuh NIK dan NISN

1 hari lalu

Mumaya Kogoya (kiri) dan anaknya Melfin Melelen menunjukkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Gudang Garam, Skanto, Keerom, Papua, Kamis 27 Agustus 2020. Program Indonesia Pintar (PIP) melalui KIP dalam adalah pemberian bantuan tunai pendidikan kepada anak sekolah usia usia 6-21 tahun diresmikan sejak tahun 2014 silam. ANTARA FOTO/Indrayadi TH
Cara Cek Penerima Program Indonesia Pintar secara Online, Hanya Butuh NIK dan NISN

Program Indonesia Pintar dari kemendikbudristek untuk pendidikan keluarga miski. Cara cek penerima PIP melalui online dengan NIK dan NISN.


Golkar Lebih Mendorong Ridwan Kamil Maju di Pilkada Jabar daripada Jakarta, Apa Alasannya?

2 hari lalu

Politikus Golkar Ridwan Kamil dipanggil Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke Istana Negara, pada Selasa, 12 Desember 2023. TEMPO/Daniel A. Fajri
Golkar Lebih Mendorong Ridwan Kamil Maju di Pilkada Jabar daripada Jakarta, Apa Alasannya?

Jika Ridwan Kamil maju di Pilkada Jabar, Golkar akan berfokus pada pencalonan Ahmad Zaki Iskandar dan Erwin Aksa di Jakarta.


Permendikbud Nomor 1/2021 Soal Syarat Usia Peserta Didik Baru dari TK hingga SMA, Masuk SD Umur Berapa?

2 hari lalu

Murid baru kelas 1 SDN 010 Cidadap berada dalam kelas pada hari pertama sekolah pasca libur kenaikan kelas, 17 Juli 2023. Sekolah ini hanya memiliki 15 murid baru di kelas 1 berdasarkan seleksi zonasi. TEMPO/Prima Mulia
Permendikbud Nomor 1/2021 Soal Syarat Usia Peserta Didik Baru dari TK hingga SMA, Masuk SD Umur Berapa?

Setiap periode penerimaan peserta didik baru, usia masuk sekolah anak selalu jadi perbincangan. Berikut Permendikbud Nomor 1/2021 mengaturnya.


Respons Bima Arya soal Maju Pilgub Jabar 2024, Singgung Nama Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi

3 hari lalu

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kiri) bersama Wali Kota Bogor Bima Arya (kanan) berswafoto dengan warga saat meninjau pembangunan jembatan Otista, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat 21 Juli 2023. Kunjungan kerja Gubernur Jawa Barat di Kota Bogor tersebut dilakukan untuk meninjau pembangunan yang menggunakan anggaran berasal dari bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Respons Bima Arya soal Maju Pilgub Jabar 2024, Singgung Nama Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi

Mantan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyatakan dirinya siap maju di Pilkada 2024 setelah mendapat arahan dari Ketum PAN, tapi...


Didukung PAN, Bima Arya Bersiap Maju Pilgub Jawa Barat 2024

3 hari lalu

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dalam acara Simposium Digitalisasi Aksara Sunda yang digelar secara virtual di Paseban Sri Bima, Balai Kota Bogor, Senin, 7 Juni 2021. Kredit: PANDI
Didukung PAN, Bima Arya Bersiap Maju Pilgub Jawa Barat 2024

Mantan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyatakan dirinya siap maju jadi calon gubernur Jabar setelah mendapat arahan dari Ketua Umum PAN Zulhas


Datang ke Semarang Jangan Lupa Beli 10 Oleh-oleh Khas Ini

8 hari lalu

Lumpia isi tahu udang menjadi salah satu jenis gorengan yang tetap sehat untuk menu buka puasa/Foto: Tupperware
Datang ke Semarang Jangan Lupa Beli 10 Oleh-oleh Khas Ini

Selain terkenal destinasi wisatanya, Semarang memiliki ikon oleh-oleh khas seperti wingko dan lumpia. Apa lagi?


Kenapa Kepergian Kejati Sumbar Asnawi dan Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi ke Arab Saudi Disorot?

26 hari lalu

Kepala Kejati Sumbar Asnawi. ANTARA
Kenapa Kepergian Kejati Sumbar Asnawi dan Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi ke Arab Saudi Disorot?

Kepala Kejati Sumbar Asnawi bepergian dengan Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi ke Arab Saudi ke Arab Saudi mendapat sorotan. Ada apa?


Sepekan Banjir Semarang, Sejumlah Kelurahan Masih Terendam

39 hari lalu

Foto udara suasana jalur kereta api dan areal stasiun yang terendam banjir di Stasiun Tawang, Semarang, Jawa Tengah, Kamis, 14 Maret 2024. Banjir yang merendam stasiun dengan ketinggian air dari 30 cm - 100 cm akibat intensitas hujan tinggi sejak Rabu (13/3/2024) di daerah itu menyebabkan pelayanan kereta api terganggu serta sejumlah rute perjalanan kereta api dibatalkan dan dialihkan ke rute kota lain baik kedatangan mapupun keberangkatan. ANTARA /Makna Zaezar
Sepekan Banjir Semarang, Sejumlah Kelurahan Masih Terendam

Sepekan setelah banjir Semarang, posko pengungsian sudah ditutup. Namun, masih ada genangan di beberapa kelurahan.


Disdik Jakarta Buka Posko Pelayanan KJMU, Ini Sebaran dan Jadwal Operasinya

39 hari lalu

Ilustrasi KJMU. Istimewa
Disdik Jakarta Buka Posko Pelayanan KJMU, Ini Sebaran dan Jadwal Operasinya

Disdik DKI jakarta telah menyiapkan posko pelayanan untuk program KJMU. Tujuannya, untuk memastikan bantuan pendidikan lebih tepat sasaran.


Mengapa Banjir Selalu Jadi Problem di Semarang dan Pantura?

42 hari lalu

Sejumlah pengendara menerobos hujan dan banjir di Jalan Majapahit, Semarang, Jawa Tengah, Kamis 14 Maret 2024. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan wilayah Pantura, Jawa Tengah bagian tengah dan selatan masih berpotensi dilanda cuaca ekstrem hujan dengan intensitas sedang sampai lebat disertai kilat sekaligus petir akan terjadi hingga Rabu mendatang dan memperingatkan kepada masyarakat agar tetap waspada saat beraktivitas di luar ruangan. ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Mengapa Banjir Selalu Jadi Problem di Semarang dan Pantura?

Banjir selalu menjadi masalah di Indonesia. Namun, mengapa Jawa Tengah, terutama Semarang dan Pantura selalu dilanda banjir saban tahun?