Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Profil Sayuti Melik, Sosok Pahlawan Indonesia yang Mengetik Teks Proklamasi

Reporter

image-gnews
Pengunjung memotret diorama Sayuti Melik yang didampingi BM Diah saat pengetikan naskah proklamasi di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng, Jakarta, Selasa,15 Agustus 2023. Museum yang sebelumnya merupakan kediaman perwira Jepang Laksamana Tadashi Maeda dan menjadi tempat perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan RI itu kini dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran sejarah bagi masyarakat tentang detik-detik Kemerdekaan Indonesia. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Pengunjung memotret diorama Sayuti Melik yang didampingi BM Diah saat pengetikan naskah proklamasi di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng, Jakarta, Selasa,15 Agustus 2023. Museum yang sebelumnya merupakan kediaman perwira Jepang Laksamana Tadashi Maeda dan menjadi tempat perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan RI itu kini dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran sejarah bagi masyarakat tentang detik-detik Kemerdekaan Indonesia. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sayuti Melik menjadi salah satu pahlawan nasional yang berperan besar dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Ia dikenal sebagai tokoh yang mengetik teks proklamasi yang ditandatangani Soekarno dan Mohammad Hatta. 

Profil Sayuti Melik

Dilansir dari Seri Pengenalan Tokoh Sekitar Proklamasi Kemerdekaan (2010) oleh Direktorat Nilai Sejarah, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Sayuti Melik merupakan seorang Perintis Kemerdekaan yang berjuang sejak zaman Kebangkitan Nasional sampai zaman Orde Baru. Ia dilahirkan di Desa Kadilobo, Renjondani, Sleman, Yogyakarta pada 25 November 1908. 

Nama aslinya sejak lahir adalah Mohamad Ibnu Sayuti. Namun, ja dikenal dengan panggilan Sayuti atau Yuti. Sedangkan Melik merupakan nama samaran yang digunakan di Majalah Pesat, Semarang,  sekitar 1938-an.

Kata Melik dalam bahasa Jawa (melik-melik) yang artinya kecil tapi tampak dari jauh. Ayahnya bernama Partoprawiro, lebih dikenal dengan sebutan Dulmaini yang berprofesi sebagai bekel jajar (jabatan pamong praja tingkat desa di Yogyakarta pada era kolonialisme Belanda). Ibunya bernama Sumilah, seorang pedagang kain di pasar. 

Sayuti Melik menikahi Surastri Karma Trimurti atau lebih dikenal dengan sapaan S.K. Trimurti, seorang wartawan nasional. Dari pernikahannya itu, ia memiliki dua orang putra, yaitu Musafir Kurma Budiman dan Heru Baskoro.

Pendidikan Sayuti Melik dimulai dari Sekolah Ongko Loro (setingkat Sekolah Dasar) di Srowolan sampai kelas IV dan dilanjutkan sampai mendapatkan ijazah di Yogyakarta. Pada 1920-1924, ka meneruskan ke Sekolah Guru di Solo.

Beberapa bulan sebelum studinya tuntas, Sayuti ditangkap oleh Polisi rahasia Belanda sehingga terpaksa dikeluarkan dari sekolah saat berusia 17 tahun. 

Jejak perjuangan Sayuti Melik

Meski berhenti sekolah, semangat belajar Sayuti Melik tidak pernah hilang. Ia selalu membawa semboyan “berjuang sambil belajar”. Sementara itu, ketika masih berstatus sebagai pelajar, semboyan yang dimilikinya adalah “belajar sambil berjuang”. 

Sayuti juga mulai tertarik pada bidang politik setelah mengikuti ceramah-ceramah tokoh reformis Islam sekaligus pendiri Muhammadiyah, yaitu K.H. Ahmad Dahlan. Namun, ternyata ia lebih memilih berguru kepada Haji Misbach, seorang propagandis komunis. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada 1923, Sayuti Melik mengawali kariernya sebagai tokoh pers. Beberapa tulisannya dimuat di Islam Bergerak yang diterbitkan di Solo, Penggugah di Yogyakartandan Sinar Hindia di Semarang. Ia berharap tulisannya yang banyak mengkritik Pemerintah Kolonial Belanda dapat memengaruhi pendapat masyarakat. Sayangnya, sebagian besar masyarakat saat itu masih buta huruf. 

Sebagai pejuang, sebagian hidupnya dihabiskan di balik jeruji besi, baik semasa kekuasaan Belanda, Jepang bahkan ketika Indonesia merdeka. Beberapa catatan pahit yang pernah dialaminya, yaitu ditahan di Ambarawa karena dituduh menggelar rapat politik, ditangkap Belanda atas tuduhan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1926 dan dibuang ke Boven Digoel. 

Proses Perumusan Naskah Proklamasi

Ada tiga tokoh yang menyusun teks Proklamasi Kemerdekaan, yaitu Soekarno atau Bung Karno, Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo. Selain itu, ada dua orang lagi yang duduk di meja perundingan, yaitu Sukarni dan Sayuti Melik. Sedangkan peserta rapat lainnya duduk terpisah agak jauh. 

Dalam proses mengonsep, Bung Hatta dan Achmad Soebardjo lebih banyak berbicara, sedangkan Soekarno yang menulis. Coretan-coretan tangan Presiden pertama RI itu lalu dibacakan di hadapan peserta rapat. Namun, salah satu tokoh yang hadir, yaitu Chaerul Saleh dengan lantang mengatakan, “Kami golongan pemuda tidak sudi menandatangani naskah bersama dengan orang Jepang itu.” Yang dimaksud orang Jepang adalah anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 

Guna menghindari ketegangan, Sayuti Melik dan Sukarni berusaha mempertemukan argumen dari semua pihak. Sayuti mengingat kejadian 15 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, saat orang-orang mendesak Bung Karno untuk segera menyatakan kemerdekaan Indonesia. 

Atas dasar itu, Sayuti menyarankan agar naskah proklamasi ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta. Setelah mendengar usul, Soekarno meminta Sayuti mengetiknya dengan beberapa perubahan ejaan. 

MELYNDA DWI PUSPITA

Pilihan Editor: 10 Pahlawan Kemerdekaan Indonesia dan Profil Singkatnya

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


3 Fakta Cut Nyak Dhien di Sumedang, Mengajar Agama dan Disebut Ibu Suci

12 jam lalu

Sejumlah siswa meliha foto pahlawan Cut Nyak Dhien saat bermain di sekolah yang terbengkalai di SDN 01 Pondok Cina, Depok, Jawa Barat, 27 Agustus 2015. Tempo/M IQBAL ICHSAN
3 Fakta Cut Nyak Dhien di Sumedang, Mengajar Agama dan Disebut Ibu Suci

Cut Nyak Dhien sangat dihormati masyarakat Sumedang dan dijuluki ibu perbu atau ibu suci. Ia dimakamkan di tempat terhormat bangsawan Sumedang.


Kisah Cut Nyak Dhien Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional 60 Tahun Lalu, Rakyat Aceh Menunggu 8 Tahun

17 jam lalu

Cut Nyak Dien. peeepl.com
Kisah Cut Nyak Dhien Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional 60 Tahun Lalu, Rakyat Aceh Menunggu 8 Tahun

Perlu waktu bertahun-tahun hingga akhirnya pemerintah menetapkan Cut Nyak Dhien sebagai pahlawan nasional.


Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

21 jam lalu

Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri Yogyakarta Tony Spontana menaburkan bunga di nisan Nyi Hadjar Dewantara dalam peringatan hari pendidikan nasional di Taman Makam Wijaya Brata, Yogyakarta, 2 Mei 2016. Upacara dan ziarah makam tersebut dihadiri ratusan siswa/i serta keluarga besar Ki Hadjar Dewantara. TEMPO/Pius Erlangga
Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

Sebelum memperjuangkan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara adalah wartawan kritis kepada pemerintah kolonial. Ia pun pernah menghajar orang Belanda.


Reza Rahadian Mengaku tertarik Perankan Leluhurnya, Siapa Thomas Matulessy?

12 hari lalu

Ketua Komite Festival Film Indonesia atau FFI 2021, Reza Rahadian saat menghadiri peluncuran FFI 2021 secara virtual pada Kamis, 15 Juli 2021. Dok. FFI 2021.
Reza Rahadian Mengaku tertarik Perankan Leluhurnya, Siapa Thomas Matulessy?

Dalam YouTube Reza Rahadian mengaku tertarik memerankan Thomas Matulessy jika ada yang menawarkan kepadanya dalam film. Apa hubungan dengannya?


Legenda Lagu Hari Lebaran Karya Ismail Marzuki, Begini Lirik Lengkapnya

20 hari lalu

Komponis Ismail Marzuki. Wikipedia
Legenda Lagu Hari Lebaran Karya Ismail Marzuki, Begini Lirik Lengkapnya

Ismail Marzuki menciptakan lagu tentang Hari Lebaran yang melegenda. Begini lirik dan profil pencipta lagu tentang Lebaran ini?


Profil Usmar Ismail, Wartawan yang Jadi Bapak Film Nasional

33 hari lalu

Usmar Ismail. Dok.Kemendikbud
Profil Usmar Ismail, Wartawan yang Jadi Bapak Film Nasional

Usmar Ismail dikenal sebagai bapak film nasional karena peran penting dalam perfilman Indonesia, Diberi gelar pahlawan nasional oleh Jokowi.


Jika Prabowo Jadi Presiden, Butet Kertaradjasa Cemas Soeharto Ditetapkan Pahlawan Nasional

17 Februari 2024

Seniman monolog Butet Kartaredjasa menanggapi pelaporan dirinya ke polisi oleh relawan Presiden Jokowi. Tempo/Pribadi Wicaksono.
Jika Prabowo Jadi Presiden, Butet Kertaradjasa Cemas Soeharto Ditetapkan Pahlawan Nasional

Seniman Butet Kertaradjasa cemas bila Prabowo Subianto menjadi presiden menghidupkan kembali Orde Baru


Anies Baswedan Sebut Nama John Lie Saat Bertemu Komunitas Indonesia Tionghoa, Siapa Dia?

4 Februari 2024

John Lie.
Anies Baswedan Sebut Nama John Lie Saat Bertemu Komunitas Indonesia Tionghoa, Siapa Dia?

Anies Baswedan menyebut nama John Lie saat acara Desak Anies bersama Komunitas Indonesia Tionghoa, di Glodok, Jakarta. Siapa John Lie?


Kisah Lafran Pane Pendiri HMI dalam Film Lafran Akan Tayang Februari 2024, Begini Perjuangannya

1 Desember 2023

Lafran Pane. wikipedia.com
Kisah Lafran Pane Pendiri HMI dalam Film Lafran Akan Tayang Februari 2024, Begini Perjuangannya

Lafran Pane merupakan pendiri organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Film Lafran tayang pada Februari 2024. Berikut biografinya.


Siapa Lafran Pane yang Kisah Hidupnya Ditampilkan dalam Film Lafran?

1 Desember 2023

Film Lafran. Facebook
Siapa Lafran Pane yang Kisah Hidupnya Ditampilkan dalam Film Lafran?

Film Lafran dibintangi Dimas Anggara sebagai Lafran Pane akan tayang pada Februari 2024. Siapa dia, apa hubungannya dengan HMI?