TEMPO.CO, Jakarta - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkapkan sebanyak 577.025 jiwa warga pada 335 desa di provinsi itu mengalami kesulitan air bersih akibat kekeringan parah. Kekeringan ini merupakan dampak El Nino yang diperkirakan akan berlangsung hingga September dan Oktober nanti.
"Sampai dengan 21 Agustus 2023, jumlah warga yang terdampak kekeringan di NTB mencapai 577.025 jiwa atau 163.699 Kepala Keluarga (KK)," kata Kepala Pelaksana BPBD NTB Ahmadi di Mataram, Rabu, 30 Agustus 2023.
Ia mengatakan warga terdampak kekeringan ada di 335 desa, 70 kecamatan yang ada di sembilan kabupaten/kota NTB, mulai dari Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Lombok Timur, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima, dan Kota Bima.
"Dari 10 kabupaten dan kota di NTB, hanya Kota Mataram saja yang tidak terdampak kekeringan," ujarnya.
Untuk membantu warga terdampak kekeringan, pihaknya bersama pemerintah kabupaten/kota sudah mendistribusikan air bersih.
"Distribusi air oleh kabupaten/kota ini sudah dilakukan sejak awal kekeringan dari bulan Juni, Juli, Agustus. Artinya sudah hampir tiga bulan mereka secara mandiri mengirim air tangki. Nah sekarang ini untung saja kita dibantu oleh BWS, Kementerian PUPR," kata Ahmadi.
Baca juga: Tekan Polusi Jelang KTT ASEAN, Pemprov DKI Gencarkan Water Mist dari Atas Gedung Pekan Ini
Menuju puncak kekeringan
Menurut dia, jika melihat masa kekeringan di NTB saat ini sudah mengalami eskalasi menuju puncak kekeringan, yang diperkirakan terjadi pada September hingga Oktober 2023.
"Memang terasa betul kita saat ini, terutama kawasan yang tidak memiliki potensi air permukaan, tidak memiliki sumber air tanah yaitu sumur dangkal atau sumur bor. Atau kawasan- kawasan yang tidak memiliki jaringan pipa PDAM atau pipa desa," ujarnya.
"Nah ini yang paling menderita betul dengan El-Nino saat ini. Jadi kita harus bawakan air pakai tangki air atau pakai kapal untuk gili-gili seperti di kawasan Lombok Selatan atau di Sumbawa, Bima, dan Dompu. Di sana ada kawasan-kawasan yang tidak memiliki air bersih," ucapnya.
Ia mengungkapkan biaya angkut ke daerah terpencil yang tidak memiliki air. "Kalau kita mau tuntaskan dibutuhkan sebanyak Rp40 miliar, tapi kan bukan berarti semuanya ditanggung oleh provinsi saja, artinya semuanya dibagi rata, Kementerian PUPR, BNPB, CSR perusahaan, dan ada orang-orang yang kepengin nyumbang sehingga dibagi rata," katanya.
Pilihan Editor: Mengenal Apa itu Hujan Buatan dan Manfaatnya Bagi Udara Jakarta
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.