TEMPO.CO, Jakarta - Polda DIY menangkap pelaku penyebaran berita bohong perihal informasi dugaan kekerasan seksual yang menyeret nama M. Fahrezy. Ia merupakan anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta (BEM FMIPA UNY). Pelaku berinisial RAN sebelumnya mengunggah utas di aplikasi X melalui akun @UNYmfs pada Kamis, 9 November 2023 pukul 20.05 soal kekerasan seksual.
Dalam utas tersebut, identitas terduga pelaku yang diklaim mengarah pada seorang mahasiswa bernama M. Fahrezy. Warganet pun ramai mengutuk M. Fahrezy yang diyakini memang melakukan tindakan tersebut. Bahkan, ia sempat membuat klasifikasi ke publik.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Komisaris Besar Polisi Idham Mahdi mengatakan, berdasarkan penyelidikan polisi, tindakan kekerasan seksual tidak pernah ada alias hoaks. Ia mengungkapkan, motif RAN mengunggah berita bohong tersebut adalah karena merasa sakit hati. Ia tak terima sebab dirinya tak lolos rekrutmen BEM. Akhirnya, ia memutuskan untuk melampiaskan perasaan kesalnya lewat berita bohong soal kekerasan seksual tersebut.
"Alasan RAN menggunakan MF sebagai objek pemberitaan karena sakit hati pada saat mendaftar BEM, RAN ditolak sedangkan MF diterima sebagai anggota BEM," ujar Idham dalam konferensi pers pada Senin, 13 November 2023.
Selain itu, RAN juga kian menyimpan rasa kesal terhadap MF ketika menjadi panitia acara di salah satu acara kampus. Kala itu, M. Fahrezy menegurnya melalui pesan pribadi. "Tujuan RAN membuat berita palsu tersebut supaya berita itu menjadi pemberitaan di kalangan fakultas dan MF dikeluarkan dari anggota BEM," tambah Idham.
Bagaimana tanggapan kampus?
Dekam FMIPA UNY Dadan Rosana mengatakan kasus pelecehan seksual itu tak ada di kampusnya. Pada Sabtu 11 November 2023, UNY meminta bantuan kepada pihak Polda untuk menelusuri siapa orang di balik unggahan tersebut.
"Kasus tentang pelecehan seksual itu memang terbukti tidak ada di kampus kami. Tetapi di sisi lain, kami juga prihatin karena ternyata ada di antara mahasiswa kami yang justru terlibat pada kasus hoaks, kasus pencemaran nama baik," ungkapnya kepada Tempo pada Senin, 13 November 2023.
Menurut dia, penyebaran berita bohong itu dipicu karena persaingan menjadi anggota BEM. "Kemudian, ada rasa sakit hati yang diungkapkan dalam bentuk upaya mendiskreditkan nama seseorang," sambung Dadan.
Berkaca pada kasus ini, Dadan menekankan mirisnya masalah literasi digital dan dampak dari penyebaran berita bohong di kalangan mahasiswa. Apalagi, berita bohong yang disebar berupa isu kekerasan seksual yang tengah menjadi prioritas.
"Karena hal yang diungkap adalah hal yang sensitif secara nasional, yang jadi fokus di dalam penanganan di Kementerian Pendidikan," tutur Dadan.
Sebagai langkah mitigasi, ia mengungkapkan bahwa kampus akan mencoba memperluas edukasi kesadaran penggunaan teknologi dan informasi, pemanfaatan literasi data, serta konfirmasi atas informasi yang belum tentu kebenarannya. "Ini tentu akan jadi sesuatu, jika kita masukkan dalam penyusunan kurikulum pengembangan moral dan karakter mahasiswa kami," ujarnya.
Dadan berharap bahwa kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi semua mahasiswa dan UNY ke depan.
Ancaman sanksi akademik
Dadan mengatakan, sanksi akademik yang akan diberikan oleh kampus kepada RAN bergantung pada keputusan hukum di pengadilan. "Saya kira, kaitannya sudah dalam level universitas, karena ada ketentuan dan SOP (standar operasional prosedur) tentang bagaimana pemberhentian mahasiswa yang mengalami masalah tindakan kriminal semacam ini," ucapnya.
Tindakan RAN, kata Dadan, bukan saja perihal pelanggaran etik, namun telah masuk ke dalam kategori tindakan pidana. Namun, kampus akan berpedoman kepada keputusan di ranah hukum serta kajian atas aturan-aturan lain yang telah ada di kampus UNY. Setelah dikaji, baru akan diputus apakah diberikan sanksi ringan, sedang, atau bahkan sanksi berat. Sanksi ringan berupa teguran tertulis, sanksi sedang berupa pemberhentian sementara dari aktivitas akademik, hingga paling berat drop out.
"Apakah ini perlu sampai dikeluarkan atau sanksi pembinaan, karena ketidaktahuan terkait bahaya pelanggaran UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik)," kata Dadan.
Pilihan Editor: Rektor Kampus Ini Dukung Fatwa MUI Boikot Produk Israel, Ajak Warga Kampus Patuh