TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Indonesia atau UI tengah mempelajari dan menjajaki pembentukan komite pencegahan gangguan kesehatan jiwa terhadap kalangan mahasiswa. Isu tersebut kini menjadi isu strategis di dunia pendidikan tinggi.
"Ya, rinci terkait pembentukan komite gangguan kesehatan jiwa tersebut dilaksanakan tahun depan," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI Semiarto Aji Purwanto, Selasa, 14 November 2023
Aji mengatakan pembentukan komite ini merupakan bentuk kepedulian lembaga pendidikan terhadap kesehatan jiwa mahasiswa. Desain pembentukan komite tersebut akan difokuskan untuk upaya pencegahan hingga penanganan terhadap mahasiswa yang mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Mahasiswa baru rentan bunuh diri
Tim UI sempat melakukan skrining terhadap mahasiswa melalui metode self reporting quesionaire (SRQ) yang sudah diselenggarakan sejak 2019. Dari hasil skrining itu, diperoleh hasil bahwa 10,8 persen mahasiswa baru per tahun memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Aji mengatakan meski persentase tersebut masih di bawah kategori serius yang dipatok pada angka 18,8 persen hingga 25,5 persen, data ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa ada mahasiswa yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Ia menyebut pemanfaatan media sosial secara tak terkontrol dan kesenjangan komunikasi antargenerasi menjadi salah satu pemicu mahasiswa mengalami gangguan kesehatan jiwa tersebut.
"Namun, sekali lagi ini untuk meningkatkan kepedulian bukan mengekspose hal jelek. Harus kita akui ini ada dan sudah saatnya kita bicara lebih jauh," kata Aji.
Sementara itu, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, satu di antara delapan orang mengalami gangguan jiwa. Hingga saat ini, dari 6,8 juta orang yang menjalani skrining, ada 406.314 orang yang dinyatakan mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya juga telah menyebutkan bahwa satu di antara 10 orang Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Persoalan itu pun kini menjadi sorotan dunia.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut salah satu persoalan dalam penanganan gangguan jiwa adalah keterlambatan penanganan. Sebab, serinkali terjadi penyangkalan dari anggota keluarga pasien.
"Masih adanya penolakan masyarakat kalau ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau penyangkalan sehingga pasien terlambat mendapatkan pengobatan," kata Nadia.
Menurut Nadia, banyak pasien yang pada awalnya mengalami gangguan mental emosional, stres, dan ansietas hingga gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia yang pada awalnya tidak terdeteksi secara dini sehingga terlambat mendapatkan pengobatan. "Awalnya penanganan stres, ansietas yang tidak tertangani dengan baik atau tidak terdeteksi secara dini, tidak paham terkait gangguan jiwa mana yang sudah harus mendapatkan pertolongan mana yang sudah harus diobati," ujarnya.
Karena itu, Kemenkes tegah meningkatkan layanan puskesmas dengan mengikuti siklus usia kehidupan bukan berdasarkan keluhan. Contohnya, remaja dengan usia produktif saat ini bisa melakukan tes kesehatan jiwa atau konseling. Selain itu, Kemenkes menjalankan kegiatan ke sekolah menegah pertama (SMP) dan sekolah menegah atas (SMA) untuk melakukan penjaringan deteksi kesehatan jiwa.
Pilihan Editor: Gangguan Kesehatan Jiwa Tak Hanya Berdampak pada Penderitanya