TEMPO.CO, Jakarta - Studi Kaspersky mengungkap distribusi anggaran yang tidak memadai untuk keamanan siber menyebabkan 19 persen perusahaan di Asia Pasifik mengalami insiden siber dalam dua tahun terakhir. Studi ini melibatkan 234 responden dari Asia Pasifik yang disurvei.
Situasinya berbeda untuk setiap industri. Misalnya, organisasi ritel yang paling banyak mengalami pelanggaran siber karena kurangnya anggaran (37 persen), diikuti oleh perusahaan telekomunikasi (33 persen) dan sektor infrastruktur penting, energi, minyak dan gas (23 persen).
“E-commerce diperkirakan akan menghasilkan pasar senilai US$ 2,05 triliun di Asia Pasifik pada akhir tahun 2023. Ritel sebagai industri yang paling banyak mengalami insiden siber di sini adalah hal yang masuk akal karena para pelaku kejahatan siber mengikuti jejak uang tersebut,” ujar Adrian Hia, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky, dalam keterangannya, Rabu, 6 Desember 2023.
Menurutnya, perusahaan-perusahaan ini adalah bagian dari gerakan digitalisasi yang lebih besar di kawasan tersebut dan menyimpan harta karun berupa data, khususnya data finansial
“Studi terbaru kami membuktikan bahwa penjahat siber mengetahui perusahaan mana yang menjadi target. Mereka mengetahui data yang mereka inginkan dan di mana mendapatkannya,” ujar Adrian.
Kaspersky mendorong semua industri di Asia Pasifik, terutama yang menangani informasi penting, untuk mengalokasikan anggaran keamanan siber yang lebih baik guna memastikan keamanan bisnis mereka, dan yang paling penting, data sensitif pelanggannya
Sementara itu, beberapa industri menunjukkan jumlah insiden siber yang lebih kecil. Industri manufaktur mengalami 11 persen insiden siber akibat keterbatasan anggaran, sementara transportasi & logistik mengalami 9 persen insiden siber.
Ketika ditanyai mengenai anggaran untuk langkah-langkah keamanan siber, mayoritas (83 persen) responden di Asia Pasifik mengatakan bahwa mereka siap menghadapi atau bahkan mengantisipasi ancaman-ancaman baru. Namun, 16 persen perusahaan tidak menunjukkan kinerja yang baik – 15 persen melaporkan bahwa mereka tidak memiliki cukup dana untuk melindungi infrastruktur perusahaan dengan baik.
Pada saat yang sama, masih ada perusahaan yang tidak memiliki alokasi biaya untuk keamanan siber sama sekali, dan 2 persen menyatakan bahwa mereka tidak memiliki anggaran khusus untuk kebutuhan perlindungan siber.
Industri yang paling sukses di Asia Pasifik dalam hal distribusi moneter yang tepat untuk keamanan siber adalah jasa keuangan. 100 persen responden yang bekerja di bidang ini menyatakan bahwa organisasi mereka siap untuk mengimbangi dan tetap terdepan dalam menghadapi semua ancaman terbaru.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.