TEMPO.CO, Jakarta - Pakar manajemen air Universitas Gadjah Mada atau UGM, Agus Maryono, mengingatkan masyarakat akan risiko banjir bandang di awal musim hujan. Langkah antisipasi secara sistematis, kata Agus, perlu mulai dilakukan. Salah satunya dengan memeriksa timbunan material longsoran di sepanjang aliran sungai yang berpotensi terbawa arus deras sungai.
“Yang sering terjadi, pemicu banjir bandang adalah longsor. Kalau lokasi di mana ada sumbatan ditemukan masyarakat bisa segera digerakkan untuk membersihkan. Jika aliran lancar kembali maka risiko banjir bandang akan hilang,” terangnya dilansir dari situs UGM pada Kamis, 7 Desember 2023.
Ia menerangkan, sungai berukuran kecil dan menengah di daerah berbukit dengan tebing yang terjal memiliki risiko longsor dan banjir bandang yang lebih tinggi dibandingkan dengan sungai-sungai besar. Di samping itu, risiko banjir bandang juga lebih tinggi di sungai, di mana banjir bandang pernah terjadi sebelumnya.
Menurut Agus, kegiatan susur dan periksa sungai perlu dilakukan utamanya di sungai-sungai yang melewati pemukiman atau perkampungan. Aktivitas ini dilakukan secara bergotong royong antara masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha.
“Masyarakat diajak dan hasilnya didiskusikan dengan masyarakat agar mereka paham dan merasa memiliki sungai tersebut. Jika tidak ada banjir bandang masyarakat sejahtera dan dapat memanfaatkan sungai untuk wisata, perikanan, hingga pertanian,” paparnya.
Di Yogyakarta sendiri, lanjutnya, risiko banjir bandang dapat ditemukan di sejumlah sungai, termasuk Sungai Code. Ia pun mengapresiasi keberadaan berbagai komunitas sungai yang turut berkontribusi mengedukasi dan menggerakkan masyarakat untuk menjaga lingkungan sungai dan mengantisipasi berbagai risiko permasalahan.
Menurut kepala Pusat Studi Bencana UGM, Anggri Setiawan, mengatakan pergantian musim menjadi momen baik untuk menambah literasi masyarakat terkait fenomena bencana hidrometeorologi. Dengan sinergi antara berbagai pemangku kepentingan, kata dia, risiko bencana dapat diantisipasi dan dampaknya bisa diminimalkan.
“Bencana bisa ditangani secara pentahelix. Mari kita dorong aksi antisipasi dengan menyajikan contoh sukses untuk melengkapi manajemen bencana yang sudah ada,” kata Anggri.
Pilihan Editor: 2 Mahasiswa UNP Korban Erupsi Marapi Meninggal Sebelum Diwisuda 17 Desember