TEMPO.CO, Jakarta - Pembukaan lahan sawit dengan dalih kepentingan pangan dinilai merusak lingkungan. Kepala Sekretariat Koalisi Sistem Pangan Lestari, Gina Karina menilai pembukaan lahan sawit yang marak terjadi di pelbagai daerah di Indonesia berisiko merusak kondisi alam sekitarnya.
Pengelolaan dan pembukaan lahan sawit yang tidak sesuai dengan regulasi yang ada, menurut Gina bisa membuat tanah di lingkungan itu tidak bisa lagi digarap menjadi lahan baru yang lebih subur. Dalih pembukaan lahan karena sawit komoditas pangan, ditolak oleh Gina, ia berpendapat kalau sawit bukanlah komoditas pangan.
"Memang sawit ini berkontribusi untuk pangan, tapi kami menilai persoalan sawit bukan sebagai salah satu komoditas pangan. Pangan yang kami sorot adalah pangan yang berkaitan langsung dengan kebutuhan pokok, misal karbohidrat," kata Gina saat media briefing merespons hasil COP28 di Jakarta, Jumat 15 Desember 2023.
Gina sepakat bahwa pembukaan lahan sawit dengan dalih kepentingan adalah salah. Sebab itu pihaknya mendorong ketahanan pangan dengan tidak merusak lingkungan di sekitar. "Artinya tidak membuka lahan baru, tapi memberdayakan lahan yang ada," ujar Gina yang Manager Food System di World Resources Institute (WRI).
Dibanding membuka lahan baru, Gina lebih tertarik menawarkan solusi ketahanan pangan dengan cara pemberdayaan lahan-lahan yang sudah pernah digarap. Tentunya dengan metode yang lebih menguntungkan tanpa merusak lingkungan.
"Kami mencoba dorong dua hal, pertama itu mendorong masyarakat untuk mengembangkan pangan lokal tanpa mengorbankan lingkungan, misalnya memanfaatkan hutan yang telah ada. Lalu, memenuhi kebutuhan pokok dengan bahan pangan lokal yang ada," ucap Gina.
Selain itu, Gina menilai bahwa pemanfaatan hutan dengan baik bisa mengurangi kerusakan lingkungan akibat pembukaan lahan baru. Ekspansi sawit dengan atribut kepentingan pangan menurutnya bukan solusi yang baik. "Jadi intinya sejauh mana kita bisa memaksimalkan lahan yang ada," kata Gina.
Gina menuturkan beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah maupun masyarakat untuk ketahanan pangan ini tanpa merusak lingkungan dengan memakai metode kearifan dan sumber daya lokal yang ada.
Lebih lanjut, Gina menerangkan bahwa WRI pernah berdiskusi dengan pemerintah Indonesia terkait program lahan sawah dilindungi. Program serupa ini bisa memaksimalkan sawah tidak diubah menjadi fungsi komersial lain yang menyebabkan lahannya habis. Misalnya dialihfungsikan menjadi permukiman. "Kami sepakat untuk mencegah hal ini," ujar Gina.
Pilihan Editor: Kasus Covid-19 di Kota Semarang Naik 200 Persen Lebih dalam 3 Hari
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.