TEMPO.CO, Jakarta - Para penyelenggara jasa internet atau internet service provider (ISP) masih dihadang berbagai kendala untuk menyediakan koneksi internet yang cepat. Chief Executive Officer Hypernet Technologies, Sudianto Oei, mengatakan tantangan utama itu menyangkut infrastruktur. Pembangunan jaringan fiber optik, sebagai contoh, bukan hal mudah di Indonesia yang terdiri dari 17 ribu pulau. “Sulit menggelar kabel secara menyeluruh di Indonesia, padahal itu teknologi yang paling mumpuni,” katanya kepada Tempo, Senin, 29 Januari 2024.
Sebagai jalur transmisi data yang paling cepat, pembangunan serat optik sangat vital untuk perkembangan internet domestik. Penguatan infrastruktur kabel optik juga urgen mengingat pembangunan menara Base Transceiver Station atau BTS untuk sinyal 4G di seluruh Indonesia masih memerlukan waktu.
Para operator internet juga harus mengucurkan investasi yang besar untuk membangun kabel optik. Salah satu beban biaya, kata Sudianto, datang dari beberapa perangkat aktif yang masih harus diimpor, misalnya chipset. Hal ini mempengaruhi ketersediaan internet kencang karena operator harus menyesuaikan kecepatan layanan dengan beban investasi yang ditanggung. “Speed diturunkan sebagai justifikasi untuk harga (komponen) tersebut.”
Merujuk pada survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), sudah ada 215 juta dari total populasi 275 juta penduduk yang terkoneksi Internet hingga pertengahan 2023. Namun, internet Indonesia masih yang terlamban di kalangan negara berkembang. Speedtest Global Index mencatat kecepatan internet kabel atau fixed broadband di Indonesia hanya berkisar 27,87 megabit per detik (Mbps), sedangkan kecepatan internet ponsel hanya 24,96 Mbps. Di Asia Tenggara, dalam persaingan laju koneksi, Indonesia hanya lebih unggul dari Myanmar dan Timor Leste.
Merespons catatan tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Budi Arie Setiadi, mencanangkan standarisasi layanan internet minimal 100 Mbps. Melalui keterangan tertulis, Budi menyebut internet sudah menjadi kebutuhan pokok domestik. “Kenapa masih menjual 5 Mbps, 10 Mbps untuk fixed internet broadband? Kenapa tidak langsung menjual 100 Mbps? Makanya, saya akan buat kebijakan untuk mengharuskan mereka menjual fixed internet broadband dengan kecepatan 100 Mbps,” ucapnya.
Senior Manager Marketing Consumer Biznet, Adrianto Sulistyo, menyebut target kecepatan internet minimum 100 Mbps itu juga tergantung kapasitas perangkat di sisi user. Koneksi yang kencang belum tentu termanfaatkan bila fasilitas penerima atau receiver belum memadai. “Mulai dari router wifi, perangkat end user seperti ponsel atau laptop juga harus cocok dengan bandwidth lebih dari 100 Mbps,” katanya.
Simak laporan yang lebih lengkap mengenai tantangan pengembangan internet dalam Laporan Premium Tempo; Jalan Terjal Internet Kencang