Bijih nikel atau ore yang lazim ditemukan di Indonesia adalah laterite. Ore ini banyak dikeruk dari wilayah Indonesia bagian Timur, seperti Sulawesi Tenggara, Kepulauan Halmahera di Maluku Utara, serta Pulau Gag di Papua. Laterite nickel ore itu terbagi lagi ke dalam dua kategori, yakni limonite dengan kandungan nikel 0,8-1,5 persen, serta saprolite dengan kadar nikel 1,8-3 persen.
Limonite yang diproses melalui HPAL lebih menunjang kebutuhan baterai mobil listrik. Selain MHP yang kadar nikelnya menembus 34-55 persen, HAPL juga menghasilkan Mixed Sulphide Precipitate (MSP) dengan kandungan nikel 55 persen. Ada juga produk nickel hydroxide yang dapat memproduksi nickel sulfate dengan kadar 22 persen.
Hingga November 2023, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Potensi cadangan nikel di Indonesia, gabungan saprolite dan limonite, mencapai 17 miliar ton.
Hilirisasi nikel ditargetkan bisa mendongrak ekosistem mobil listrik, terutama untuk pemenuhan baterai. International Energy Agency (IEA), melalui laporan berjudul Global Supply Chains of EV Batteries, menyebutkan permintaan baterai EV dunia menembus 3.500 Gigawatt jam (GWh) pada 2030. Untuk memenuhi asumsi tersebut, diperlukan eksplorasi dari 60 tambang nikel secara global dengan asumsi rata-rata produksi 38 ribu ton per tahun hingga 2030.