TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berupaya serius menangani masalah perundungan dan segala jenis kekerasan di sekolah. Terutama karena dapat berbuntut panjang, yakni merusak kesehatan mental peserta didik. Indonesia National Adolescent Mental Health Survey pada 2022 bahkan melaporkan 1 dari 3 remaja berusia 10-17 tahun mengalami gangguan mental.
Catatan ini yang melahirkan Kementerian Pendidikan bersama Lembaga Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) melakukan kampanye masif di sepanjang tahun lalu. Terutama kepada para siswa yang menginjak usia remaja ketika duduk di sekolah menengah pertama atau SMP; sekolah menengah atas (SMA); dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Tujuannya untuk mengeksplorasi kebutuhan setiap remaja dalam hal kesehatan mental.
Kepala Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan Rusprita Putri Utami menyebut pada medio November-Desember 2023 pihaknya melakukan pelbagai rangakaian pengenalan kesehatan mental bagi remaja. Misalnya dengan cara membekali keterampilan dan kecakapan ketika memberi pertolongan pertama psikologis bagi diri sendiri maupun terhadap orang lain yang butuh.
“Kami berharap apa yang dibahas dalam webinar dan lokakarya ini akan menjadi bekal yang sangat baik bagi adik-adik semua untuk bisa berkontribusi menciptakan sekolah yang aman, nyaman, dan menyenangkan, bebas dari kekerasan,” tutur Rusprita seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan pada Rabu, 21 Februari 2024.
Mulai Mengenali Diri Sendiri lalu Atasi:
Child Protection Officer UNICEF Indonesia Asep Zulhijar menyebut remaja di usia 9-14 tahun harus paham bahwa mereka akan mengalami perubahan psikis dan biologis. Seperti, kecenderungan eksplorasi dengann intensitas tinggi dan selalu ingin mengambil risiko tinggi.
“Para remaja pada usia tersebut harus diberikan pengetahuan dan bekal sehingga dapat mengelola emosi dan mampu mengarahkan ke hal-hal yang bersifat positif,” kata Asep.
Pengenalan diri yang dimaksud Asep yakni otak di masa-masa rentang usia tersebut sangat rentan. Ini lantaran dipengaruhi oleh hormon dan berbagai variabel lain dalam tumbuh kembang manusia.
“Tapi di lain sisi, kita dapat memanfaatkan masa-masa itu untuk bisa tumbuh optimal baik secara fisik maupun mental. Yang paling penting, hidup harus seimbang, kita harus melihat sejauh mana kita sudah baik terhadap diri sendiri dan sejauh mana kita sudah mengenal diri kita sendiri.”
Bagaimana Tips Menjaga Kesehatan Mental?
Pewakil Pemuda Aceh, Cut Vahnas Setya Martha, turut berbagi tips menjaga kesehatan mental, yaitu dengan menjauhi lingkungan pertemanan yang toxic atau buruk. Kemudian perlunya remaja mengikuti kegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat.
Saran berikutnya adalah tidak memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang membuat diri stres atau depresi. Justru harus meluangkan waktu untuk mengembangkan minat dan bakat. “Misalnya dengan bergabung di komunitas atau forum pemuda,” ucap Cut Vahnas.
“Ada banyak cara untuk tetap bisa menjaga kesehatan mental kita. Misalnya, kalau kita sedang down atau bahkan merasa senang, kita bisa mencoba menulis surat, mendengarkan musik, membuat balon perasaan, bercerita, menggambar, bermeditasi, dan melakukan hobi. Kalau kita mengalami perundungan yang membuat kita down secara mental, jangan takut bercerita dan laporkan kepada pihak yang berwenang.”
Psikolog Anak Grace Eugenia Sameve menyebut kondisi kesehatan mental yang baik adalah ketika seseorang bisa memunculkan potensinya secara optimal. Bukan berarti kesehatan mental yang baik itu ketika seseorang tidak pernah mengalami stres, justru sebaliknya, “kesehatan mental yang baik adalah ketika seseorang mampu menghadapi stres yang dialaminya,” kata Grace.
Lantas ia mengingatkan, bullying atau perundungan menjadi faktor remaja mengalami stres dan memicu menurunnya kesehatan mental. Hal ini terjadi dalam jangka pendek atau panjang. Sehingga apapun jenis-jenisnya, dia menyebut perundungan tak bisa dibenarkan. “Jadi lebih baik kita mencegah terjadi perundungan daripada mengobati,” pungkas Grace.
Pelaksana tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, Menengah Kementerian Pendidikan Praptono merujuk pada data 2021 yakni 24,4 persen peserta didik berpotensi mengalami insiden perundungan di sekolah. Kemudian ditemukan 22,4 persen siswa mengalami kekerasan seksual dalam satuan pendidikan.
Temuan ini yang membuat lembaga itu menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). PPKSP berperan sebagai media untuk pencegahan dan penanganan kekerasan karena menjadi payung hukum yang komprehensif untuk pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.
AVIT HIDAYAT | DEVY ERNIS | KEMENDIKBUDRISTEK
Baca: Ancaman Kesehatan Mental Remaja Harus Ditangani Secara Serius