TEMPO.CO, Jakarta - Hari Arsitektur Indonesia diperingati setiap 18 Maret. Meskipun belum begitu banyak informasi yang jelas tentang asal usul penetapannya, peringatan Hari Arsitektur Nasional tercatat di Perpusnas.
Hari Arsitektur Indonesia ini sebagai bentuk penghargaan kepada profesi arsitektur yang selama ini memiliki peran dalam membangun dan mengembangkan lansekap wilayah perkotaan di Indonesia. Arsitektur di Indonesia terdapat dalam Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) yang didirikan di Bandung pada tanggal 17 September 1959. terdapat tiga orang arsitek yang menjadi pendiri IAI, yaitu Friederich Silaban, Mohammad Soesilo, dan Lim Bwan Tjie, serta 18 arsitek muda lulusan pertama Jurusan Arsitektur ITB pada 1958 dan 1959.
Kendati demikian, penetapan Hari Arsitektur Indonesia tidak berbarengan dengan Hari Arsitektur Dunia atau World Architecture Day yang diperingati setiap tahun pada Senin pertama di bulan Oktober.
Sejarah Hari Arsitektur Sedunia
Hari Arsitektur Sedunia diperingati setiap tahun pada hari Senin pertama bulan Oktober, bersamaan dengan Hari Habitat Sedunia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada 1985, UIA (International Union of Architects) menetapkan 1 Juli sebagai tanggal resmi perayaan ini sebagai penghormatan atas berdirinya lembaga ini di Swiss pada 1949.
Namun, pada Kongres UIA di Barcelona pada 1996, diputuskan untuk mengubah tanggal tersebut sehingga Hari Arsitektur Dunia bertepatan dengan Hari Habitat Sedunia PBB. Menurut PBB, Hari Habitat Sedunia adalah momen untuk merefleksikan keadaan habitat dan hak dasar setiap orang untuk mendapat tempat tinggal yang layak.
Hari Kota Sedunia juga dirayakan pada bulan Oktober, dengan perayaan setiap tanggal 31 sejak tahun 2014. Kota tuan rumah untuk 2023 adalah Üsküdar di Istanbul (Turki), dengan tema "Mendanai Masa Depan Perkotaan yang Berkelanjutan untuk Semua".
Dewan UIA memilih tema "Arsitektur untuk Masyarakat Tangguh" untuk Hari Arsitektur Dunia tahun 2023, dengan tujuan memberikan penekanan pada kapasitas dan tanggung jawab arsitektur dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang layak. Hal ini juga untuk membuka diskusi internasional tentang hubungan antara perkotaan dan perdesaan di seluruh dunia.
Perluasan kota yang tidak terkendali di seluruh dunia telah mengancam keseimbangan lingkungan, sosial, dan ekonomi dunia. Krisis iklim, pandemi, dan pergolakan politik di banyak negara telah menunjukkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mengancam masyarakat di seluruh dunia, terutama kelompok miskin dan terpinggirkan.
UIA menyatakan bahwa dunia saat ini dihadapkan pada tugas sulit dalam menanggapi tantangan iklim dan sosial. Hal ini menimbulkan masalah efisiensi dan kecukupan instrumen perencanaan konvensional untuk pengaturan wilayah dan produksi arsitektur yang ramah lingkungan dan sosial.
Pada Hari Arsitektur Sedunia, UIA mengundang anggotanya untuk melanjutkan diskusi tentang topik ini. UIA mendorong konsep kebijakan perencanaan wilayah dan kota yang memungkinkan arsitek untuk mengembangkan solusi inovatif dan mendesain bangunan yang memperhatikan ruang publik. Tujuannya adalah untuk menghadirkan manusia dalam semua aspek urbanisasi, menghargai warisan budaya, dan memulihkan hubungan dengan alam dan keanekaragaman hayati.
ANANDA BINTANG I RYZAL CATUR ANANDA I ANNISA FIRDAUSI
Pilihan Editor: Mengenang 8 Legenda Arsitek Indonesia: Friederich Silaban hingga Wirasonjaya