Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Studi Pemodelan: Rekayasa Iklim Regional untuk Amerika Bisa Bikin Gelombang Panas Serbu Eropa

image-gnews
Ilustrasi Cuaca Cerah Berawan. Tempo/Fardi Bestari
Ilustrasi Cuaca Cerah Berawan. Tempo/Fardi Bestari
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah teknik modifikasi awan memang dapat membebaskan sebagian wilayah Amerika Serikat dari ancaman gelombang panas (heatwave). Tapi, sebuah studi pemodelan meyakini teknik rekayasa iklim itu tidak bisa terus efektif dan, malahan, pada 2050 nanti bisa menyebabkan gelombang panas mengarah  seluruhnya menuju Eropa.

Kebutuhan mencegah dampak pemanasan global menggunakan ragam teknik rekayasa iklim di Bumi (geoengineering) tumbuh semakin besar. Termasuk di dalamnya adalah teknik marine cloud brightening (MCB) yang bertujuan memantulkan lebih banyak radiasi matahari yang datang ke Bumi dengan cara menyemai partikel garam laut di atmosfer rendah di atas lautan untuk membentuk awan stratocumulus yang lebih terang (ukuran droplet kecil).

Semakin banyak tutupan berupa awan yang terang, semakin banyak sinar matahari yang bisa dipantulkan langsung kembali ke luar Bumi. Adapun Bumi diharapkan mengalami efek 'pendinginan'. 

Eksperimen MCB skala kecil sudah dilakukan di Australia di atas wilayah laut Great Barrier Reef, juga Teluk San Fransisco, California, AS. Pendukung dari teknik ini berharap awan-awan cerah yang terbentuk, lewat efek cooling yang dihasilkannya, bisa mereduksi intensitas gelombang panas seiring dengan Bumi yang menghangat.

Katharine Ricke, peneliti oseanografi dari University of California, San Diego, dan sejumlah koleganya kemudian memodelkan dampak yang mungkin terjadi dari program MCB yang dijalankan untuk kepentingan Amerika Serikat bagian barat. Pemodelan menggunakan dua skenario kondisi iklim saat ini dan 2050 nanti.

Tim peneliti itu melakukan pemodelan  MCB di dua lokasi di Samudera Pasifik sebelah utara. Satu lokasi di lintang menengah, satu di perairan sub-tropis. Pemodelan mengaplikasikan MCB selama 9 bulan setiap tahunnya selama 30 tahun, yang secara signifikan mengubah pola iklim jangka panjang.

Ricke dkk menemukan kalau dalam kondisi iklim saat ini, MCB mampu mengurangi risiko relatif dari paparan musim panas yang berbahaya di beberapa bagian AS bagian barat hingga 55 persen. Namun demikian, MCB juga secara dramatis mengurangi curah hujan, baik di AS bagian barat maupun di belahan bumi yang lain.

Mereka juga memodelkan seperti apa dampak MCB pada 2050 menggunakan skenario prediksi pemanasan gobal yang mencapai 2 derajat Celsius di atas suhu global saat pra-industri. Dalam skenario ini, program MCB yang sama ternyata tak lagi efektif dan sebaliknya, secara dramatis membuat banyak heatwave menyerbu Eropa, kecuali Semenanjung Iberia. 

Hasil pemodelan yang telah dipublikasi di jurnal Nature 21 Juni 2024 menunjukkan suhu udara meningkat terutama di Skandinavia, Eropa tengah dan Eropa timur. "Dampak yang menjangkau jauh ini disebabkan oleh perubahan terhadap aliran atmosferik skala luas yang menuntun kepada konsekuensi-konsekusensi tak terduga," kata Ricke. 

Anggota tim peneliti, Jessica Wan, menyatakan pesan besar dari hasil studi pemodelan tersebut adalah bahwa dampak dari MCB regional tidak selalu intuitif atau bisa langsung dikenali. "Hasil kami menyediakan sebuah studi kasus menarik yang mengilustrasikan kompleksitas tak terduga dalam sistem iklim yang dapat Anda ungkap melalui rekayasa bumi karena perturbasi konsentrasi tinggi ke bagian kecil dari planet." 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Eksperimen MCB yang sudah dilakukan sejauh ini di Great Barrier Reef dan California dipandang belum cukup luas untuk menyebabkan efek iklim yang bisa dideteksi. Namun, Ricke, Wan, dan yang lainnya menduga kalau kebutuhan geoengineering regional bisa jadi lebih dekat daripada yang dipikirkan. 

"Kami butuh lebih banyak studi pemodelan geoengineering regional seperti ini untuk bisa karakterisasi efek-efek samping yang tidak diharapkan ini, sebelum mereka mendapat kesempatan untuk benar-benar terjadi," kata Wan. 

Ricke menunjuk isu lain adalah jika semakin banyak negara yang bergantung kepada teknik rekayasa ini sepanjang mereka masih efektif mengendalikan iklim. Bisa jadi, dia mengatakan, tren tersebut akan mematahkan aksi untuk reduksi emisi karbon sebagai motor utama pemanasan global. 

Lalu, ketika geoengineering berhenti bekerja--karena dianggap tak lagi efektif, dunia akan terkunci ke dalam sebuah trayek yang bahkan lebih berbahaya. "Mengunci adalah sebuah kekhawatiran besar orang-orang tentang pendekatan geoengineering secara umum," katanya.

Daniel Harrison dari Southern Cross University, Australia, memimpin proyek riset yang mendalami apakah MCB di wilayah Great Barrier Reef bisa digunakan sebagai sebuah alat untuk mitigasi gelombang panas di masa depan. Dia menilai skenario yang diadopsi dalam pemodelan Ricke dan timnya terlalu ekstrem dan tidak realistis.

"Itu gangguan yang sangat besar ke sistem iklim global yang dimodelkannya, jadi tentu akan ada konsekuensi-konsekuensi," kata Harrison. Menurut dia, proyek risetnya dengan MCB melibatkan periode waktu yang jauh lebih pendek dan dalam satu bagian saja dari area yang dimodelkan Ricke dkk. 

NEW SCIENTIST, NATURE

Pilihan Editor: Mengenal Windows Defender dan Fitur-fiturnya yang Jadi Target dalam Serangan ke PDN Sementara

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menjelang Penyerahan Second NDC Iklim, Masyarakat Sipil Minta KLHK Perhatikan Kelompok Rentan

10 hari lalu

Aktivis Greenpeace berunjuk rasa di depan Balai Sarbini dengan tema
Menjelang Penyerahan Second NDC Iklim, Masyarakat Sipil Minta KLHK Perhatikan Kelompok Rentan

Masyarakat sipil meminta penyusunan dokumen komitmen iklim pemerintah lebih adil dan demokratis, serta memperhatikan kelompok rentan.


Tolak Asian Zero Emission Community, Walhi Sebut Tidak Menjawab Persoalan Mendasar

20 hari lalu

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan penolakan terhadap program Asian Zero Emission Community (AZEC), dan bersama beberapa koalisi masyarakat sipil seperti JATAM, KRuHA, CELIOS dan Oil Change International melakukan aksi simbolik di Kedutaan Besar Jepang. (Dok. Walhi)
Tolak Asian Zero Emission Community, Walhi Sebut Tidak Menjawab Persoalan Mendasar

Walhi dan koalisi masyarakat sipil melakukan aksi simbolik di Kedutaan Besar Jepang, bersamaan dengan momen Ministrial Meeting AZEC di Indonesia.


Pola Zigzag pada Dinding Bisa Membuat Suhu Udara Lebih Adem 3 Derajat

20 hari lalu

Gedung bertingkat di jalan Sudirman, Jakarta, 2 April 2020. Tempo/Tony Hartawan
Pola Zigzag pada Dinding Bisa Membuat Suhu Udara Lebih Adem 3 Derajat

Banyak tim peneliti mencoba mengembangkan solusi pendinginan suhu udara secara pasif yang tidak membutuhkan energi.


25 Buku Inspiratif tentang Perubahan Iklim yang Wajib Dibaca

26 hari lalu

Lewat bukunya David Yarrow ingin menyampaikan pesan konservasi lingkungan hidup dan juga binatang liar di alamnya. Dailymail.co.uk/David Yarrow
25 Buku Inspiratif tentang Perubahan Iklim yang Wajib Dibaca

Bagaimana para pemikir dan pemimpin melihat fenomena perubahan iklim yang akan mengubah keberlangsungan manusia di bumi?


47 Ribu Orang di Eropa Meninggal karena Suhu Panas

27 hari lalu

Ilustrasi gelombang panas. Sumber: Reuters / Pascal Rossignol / rt.com
47 Ribu Orang di Eropa Meninggal karena Suhu Panas

Laporan yang diungkap ISGlobal menemukan ada lebih dari 47 ribu orang di Eropa meninggal terkait suhu panas sepanjang 2023


Pentingnya Resiliensi Anak Hadapi Perubahan Iklim

30 hari lalu

Ilustrasi bermain di banjir. TEMPO/Artika Rachmi Farmita
Pentingnya Resiliensi Anak Hadapi Perubahan Iklim

KemenPPPA menegaskan pentingnya membentuk resiliensi dan kesiapsiagaan anak terhadap bencana untuk menghadapi kompleksitas akibat perubahan iklim.


Mahalnya Investasi Iklim Tantangan Mewujudkan Ekonomi Rendah Karbon

33 hari lalu

Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Alexandra Askandar seusai menghadiri Sustainability Action for the Future Economy atau Katadata SAFE 2024 di Hotel Kempinski, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 7 Agustus 2024. TEMPO/Ihsan Reliubun
Mahalnya Investasi Iklim Tantangan Mewujudkan Ekonomi Rendah Karbon

Bank Mandiri Tbk sebut mahalnya investasi iklim menjadi sebuah tantangan untuk mewujudkan ekonomi rendah karbon.


Dream Concert World 2024 Ditunda karena Gelombang Panas dan Lonjakan Covid-19 di Jepang

40 hari lalu

Dream Concert World. Foto: X/@DCWJ2024
Dream Concert World 2024 Ditunda karena Gelombang Panas dan Lonjakan Covid-19 di Jepang

Dream Concert World yang harusnya digelar di Jepang 10-11 Agustus 2024 terpaksa ditunda karena ancaman gelombang panas dan lonjakan kasus Covid-19


Gelombang Panas Ekstrem Melanda Eropa, Negara Mana Saja yang Suhunya Naik?

45 hari lalu

Warga menggunakan payung di bawah sengatan matahari di Tokyo, Jepang, 9 Juli 2024. Jepang diterjang gelombang panas dengan cakupan lebih luas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Suhu mencapai rekor tertinggi mendekati 40 derajat celsius, terjadi pada Senin (8/7/2024), di Tokyo dan di wilayah selatan Wakayama. REUTERS/Issei Kato
Gelombang Panas Ekstrem Melanda Eropa, Negara Mana Saja yang Suhunya Naik?

Gelombang panas dengan suhu udara menembus 40 derajat Celcius melanda negara-negara Eropa


Cina Kembangkan Model Prakiraan Cuaca Gunakan Kecerdasan Buatan

52 hari lalu

Ilustrasi Kecerdasan Buatan (Yandex)
Cina Kembangkan Model Prakiraan Cuaca Gunakan Kecerdasan Buatan

Ilmuwan Cina telah mengembangkan sebuah model baru untuk prakiraan cuaca sub-musiman menggunakan kecerdasan buatan