TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengingatkan kepada seluruh produsen air minum dalam kemasan disingkat AMDK agar memperhatikan kandungan senyawa bromat dan tidak melebih ambang batas yang dapat mengancam kesehatan masyarakat.
Dilansir dari Antaranews, Plt Kepala BPOM, Rizka Andalusia menyebutkan bahwa keberadaan senyawa bromat dalam AMDK sulit untuk dihindari. Hal ini disebakan oleh proses dari terbentuknya bromat yang bermula dari senyawa bromida dalam bahan baku air yang berubah menjadi bromat akibat proses ozonisasi atau sterilisasi untuk menghilangkan rasa, bau, dan mikroba.
Rizka menambahkan, jika kandungan bromat tidak diperhatikan oleh para produsen AMDK, maka akan ada beberapa gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada masayarakat yang mengonsumsinya. Seperti, gangguan ginjal, gangguan sistem saraf hingga kanker. Sedangkan, efek bromat secara umum adalah masalah pencernaan, seperti mual, muntah, dakit perut atau diare.
Sebelumnya, terdapat temuan dari hasil riset sebuah media mendapat masih ada kandungan bromat dalam AMDK yang melebih batas aman. Data tersebut menemukan bahwa 11 merek AMDK yang beredar di pasaran, ditemukan terdapat kandungan bromat dengan angka paling rendah berjumlah 3,44 ppb dan kandungan bromat dengan angka paling tinggi berjumlah 48 ppb.
Lalu, dalam data tersebut juga terdapat hasil uji laboratorium pada awal Maret 2024. Data tersebut menunjukkan adanya tiga sampel AMDK dengan kandungan bromat yang telah melebih batas wajar, yaitu 19 ppb, 29 ppb, dan 48 ppb.
Oleh sebab itu, proses terbentuknya bromat dalam AMDK tidak dapat dihindari. Berdasarkan hal tersebut, Anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Hermawan Seftiono menilai perlu dilakukan pengujian dan analisis dalam periode waktu tertentu pada air tanah terkait isu bromat tersebut.
“Pasalnya, bromat ini merupakan zat berbahaya bagi kesehatan dan bisa menyebabkan kanker,” tuturnya. Menurut Hermawan, pengujian ini bertujuan untuk mencegah jangan sampai air tanah yang digunakan oleh masyarakat berisiko karena mengandung mineral berbahaya.
Melansir dari laman resmi Universitas Gadjah Mada, oleh Guru Besar Fakultas Farmasi, Zullies Ikawat menjelaskan bahwa bromat adalah produk sampinga yang terbentuk ketika air minum didesinfeksi dengan proses ozonisasi. Bromat bukanlah senyawa yang terbentuk secara normal dan alami di air. Bromat tidak memiliki rasa dan warna.
Lebih lanjut, Guru Besar Fakultas Farmasi tersebut menjelaskan bahwa terdapat batas aman yang diperbolehkan oleh WHO dalam mengonsumsi bromat, yaitu 10 ppb (part per billion) atau 10 mikrogram/Liter. Batas aman tersebut berdasarkan potensi kanker yang terdapat dari senyawa bromat dan dapat membahayakan tubuh manusia. Pada studi dengan hewan, dijumpai bahwa bromat dapat memicu kanker, tetapi belum diketahui secara pasti dampaknya pada manusia.
Kasus keracunan bromat dalam dosis tinggi belum pernah terjadi, kecuali orang secara sengaja atau tidak sengaja menelan cairan kimia yang mengandung bromat. Dampak dari keracunan bromat ialah dapat mengakibatkan muntah-muntah, sakit perut, dan diare. Tidak hanya itu, dampak dari bromat juga dapat menyebabkan kelelahan, hilangnya refleks dan masalah lain pada sistem saraf pusat. Namun, dampak ini bersifat reversibel, artinya bisa kembali normal dan tidak menetap.
Regulasi tentang batas aman kandungan bromat dalam AMDK telah diatur di Indonesia. Tepatnya dalam regulasi mengenai minuman dan makanan yang diatur oleh BPOM yang mengacu pada SNI dan telah diaturn standarnya oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Pada AMDK, terkhusunya air mineral, dalam registrasinya dan pengawasannya mengacu pada SNI, di mana peryaratan mutunya mengikuti peratusan SNI 3553: 2015. Pada SNI tersebut, kandungan bromat dalam batas wajar juga megikuti standar yang ditetapkan oleh WHO.
ANTARANEWS | UGM.AC.ID
Pilihan editor : Bahaya Senyawa Bromat dalam Air Minum Dalam Kemasan atau AMDK