Sistem dasarnya adalah koneksi sinyal radio yang menghubungkan transmitter dan receiver. Panel receiver nantinya ditanamkan dalam alat kontrol yang dipegang orang tua atau pengawas anak. Sementara transmitter dipasang di dalam gelang karet yang dipakai oleh anak. Saat kedua alat dinyalakan, sinyal transmitter diterima oleh receiver. Jarak aman sinyal agar alarm tidak berbunyi bisa disetel sesuai keinginan. "Untuk keamanan, kami setel dalam radius dua meter," kata Tri.
Saat jarak pemakai gelang receiver melebihi batas aman, data sinyal yang dikirim transmitter dan diterima oleh receiver berubah. Data yang diterima alat kontrol masuk ke dalam micro controller yang disalurkan ke buzzer dan memicu bunyi alarm. "Gelang yang dipakai si anak tidak mengeluarkan suara apa pun, jadi kalau misalnya terjadi penculikan mereka masih bisa aman sementara orang tuanya mencari dalam radius yang dekat," kata Nurina.
Untuk membuat prototype peranti pengawasan ini, Nurina dan Tri merogoh kocek mereka hingga Rp 1,2 juta. "Paling mahal itu penerima gelombang radionya, lebih dari separuh total biaya yang kami keluarkan," kata Nurina. Untuk sumber daya, mereka masih menggunakan baterai 9 volt yang mampu bertahan empat hari jika peranti dinyalakan terus-menerus. "Nanti mau kami ganti dengan baterai lithium polymer yang lebih awet, kecil, dan bisa diisi ulang. Panelnya juga akan diperkecil," kata Tri.
Penggunaan GPS