TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menanggapi perihal reorganisasi internal yang dipermasalahkan sejumlah profesor dan peneliti LIPI. Menurut dia, reorganisasi yang dilakukan LIPI merupakan langkah yang memiliki tujuan dan visi yang jelas.
Baca juga: Tolak Beleid Baru, Profesor dan Pegawai Adukan Kepala LIPI ke DPR
"Terkait reorganisasi, itu merupakan ranah dari KemenPAN-RB. Tentu kami sudah mendapatkan persetujuan dan pembahasan dengan KemenPAN-RB," ujar Laksana saat dihubungi Tempo melalui pesan singkat, Rabu, 30 Januari 2019.
Reorganisasi yang dilakukan LIPI menuai berbagai tanggapan dari internal. Sejumlah profesor dan pegawai Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bahkan mengadukan Kepala LIPI Laksana Tri Handoko ke Ketua DPR Bambang Soesatyo dan Komisi VII DPR. Mereka mengeluhkan kebijakan tentang reorganisasi di dalam tubuh lembaga penelitian tersebut.
Selain itu, Tri juga memberikan surat edaran perihal penjelasan terbuka tentang proses reorganisasi dan penataan manajemen internal LIPI. Dalam surat bernomor B-1009/SU/UM.01/I/2019 itu dijelaskan bahwa Kepala LIPI pada saat dilantik, 31 Mei 2018, berkomitmen untuk membawa LIPI menjadi lembaga mengglobal dan memasyarakat.
"Untuk mencapai visi tersebut, Kelapa LIPI bertekad menjalankan tiga misi utama, yakni melakukan pembenahan manajemen internal; mempercepat peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM, perekrutan diaspora secara masif, dan kolaborasi dengan mitra dari dalam dan luar negeri; dan, meningkatkan peran LIPI sebagai penyedia infrastruktur penelitian nasional dan hubungan kolaborasi untuk aktivitas berbasis iptek yang terbuka bagi semua kalangan," begitu bunyi surat bertanggal 28 Januari 2019.
Baca juga: Analisis Peneliti LIPI soal Penyebab Longsor Sukabumi
Namun, Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Syamsuddin Haris menjelaskan bahwa kebijakan yang dilakukan Kepala LIPI tidak memilili visi dan tujuan. Syamsuddin bersama profesor-profesor lain seperti sejarawan Asvi Warman Adam, Hermawan Sulistyo, dan mantan Kepala LIPI Lukman Hakim. Lalu ada juga puluhan pegawai LIPI.
Mereka mengadukan terbitnya Peraturan LIPI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI. Laksana meneken peraturan itu pada 7 Januari 2019. Aturan tersebut mengatur soal manajemen internal, sumber daya manusia, perekrutan diaspora secara masif hingga kerja sama dalam penelitian.
Menurut Syamsuddin, kebijakan itu justru mereduksi fungsi LIPI dari lembaga penghasil ilmu pengetahuan menjadi hanya sekedar lembaga birokrasi penelitian. Kebijakan tersebut juga berimbas pada pengurangan sejumlah satuan kerja di LIPI, seperti pemecatan eselon II dan penghapusan sejumlah eselon III. "Kebijakan itu juga mengancam dirumahkannya ratusan staf pendukung yang jumlahnya 1.500 orang," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, 30 Januari 2019
Lebih jauh, Syamsuddin menuding aturan itu juga telah menghapus fungsi penelitian sejumlah satuan kerja LIPI, salah satunya pada Kebun Raya Bogor. Dalam Peraturan Kepala LIPI yang baru, fungsi KRB hanya dibagi menjadi tiga, yakni bidang pengelolaan penelitian konservasi tumbuhan, bidang pengembangan kawasan kebun raya, dan sub-bagian tata usaha.
Dengan struktur baru tersebut maka fungsi penelitian tidak lagi melekat pada bidang pengembangan kawasan seperti sebelumnya. "Pemisahan fungsi penelitian dari pengembangan kawasan kebun raya mereduksi tujuan kebun raya itu sendiri, yakni konservasi, penelitian, pendidikan, wisata dan jasa lingkungan," kata Syamsuddin.
Baca juga: Peneliti LIPI Nilai Tindakan PSI Beri Award Kebohongan Tak Etis
Simak kabar terbaru seputar reorganisasi internal yang dilakukan Kepala LIPI hanya di kanal Tekno Tempo.co.
KHORY ALFARIZY | M ROSSENO AJI