TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi internasional Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) menyebutkan mayoritas makalah riset dari Indonesia merupakan hasil menyitir dari makalah asing, bukan hasil riset murni sendiri. Penilaian ini muncul setelah IEEE memilih 70 makalah untuk dipresentasikan dalam International Conference on Computer, Control, Informatics and its Applications (IC3INA) 2013 di Auditorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
"Kita banyak mengambil makalah-makalah asing. Makanya tumbuhnya tidak bagus," kata Ketua IEEE Indonesia Section Kuncoro Wastuwibowo di sela IC3INA 2013 di Auditorium LIPI, Jakarta, Selasa, 19 November 2013.
Sebanyak 70 makalah, separuh di antaranya berasal dari Indonesia, diperoleh dari hasil penyaringan 170 makalah. Nantinya, makalah-makalah yang telah dipresentasikan pada 19-20 November 2013 ini akan masuk ke dalam perpustakaan digital IEEE Xplore secara otomatis.
Kuncoro menuding hasil riset yang dibuat oleh pemakalah Indonesia adalah hasil contekan. Padahal, pertumbuhan inovasi digital di Indonesia terbilang lambat. Akibatnya, peringkat indeks makalah atau jurnal dari Indonesia terbilang rendah dibandingkan negara tetangga.
"Makalah-makalah di IEEE itu 50 persennya dari Asia Tenggara, tapi Indonesia tidak masuk 50 persen itu," kata Kuncoro. Bahkan dari sisi publishing paper, Indonesia hanya menempati peringkat 15 atau 16 se-Asia Timur di bidang ICT (Information and Communication Technologies).
Pemakalah Indonesia, masih menurut Kuncoro, perlu mendapat dukungan dari pemerintah atau lembaga pengetahuan untuk mendorong riset-riset terbaru supaya bisa dipublikasikan dalam jurnal internasional. Tak hanya itu, ia juga menilai perlunya pemakalah mengikuti konferensi-konferensi berskala internasional untuk memperluas pengetahuan.
Kuncoro merujuk pada hasil jurnal Indonesia yang berhasil masuk dalam indeks Scopus. Scopus adalah layanan database terbesar yang melakukan pemeringkatan indeks jurnal atau artikel setelah melalui proses peer-review. Ia menyebutkan, jumlah makalah atau jurnal dari Indonesia yang berhasil masuk ke indeks Scopus pada 2012 tak sampai 15.
Indonesia hanya mampu bersaing dengan Vietnam. Tahun lalu baru ada 9 jurnal Indonesia yang telah terindeks di Scopus. Sedangkan, bila melihat jumlah jurnal internasional, Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Singapura yang memiliki 94 jurnal internasional, Malaysia (45), Filipina (13), dan Thailand (9).
"Yang jadi acuan internasional untuk jurnal-jurnal biasanya indeks Scopus ini. Jadi mulai 2013 ini kami coba dorong, dari yang sudah ada menjadi dapat diaplikasi dan masuk jurnal internasional," Kuncoro mengatakan.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Informatika LIPI Laksana Tri Handoko membantah jurnal-jurnal dari Indonesia kebanyakan hasil contekan. Menurut dia, pengambilan referensi dari makalah asing justru diharuskan.
"Tapi bukan menjiplak," kata Handoko. "Kan banyak makalah berskala internasional saling menyitir, jadi yang perlu dilihat adalah seberapa banyak makalah kita banyak disitir orang."
Ia menambahkan Indonesia memiliki banyak orang pintar dan ahli di berbagai bidang dengan potensi besar bagi pertumbuhan teknologi informatika.
Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Syahrul Aiman menambahkan, penyelenggaraan konferensi internasional seperti IC3INA diharapkan mampu mendongkrak kualitas dan kiprah pemakalah Indonesia di dunia akademis global.
"Publikasi di ranah global akan berkontribusi untuk meningkatkan peringkat Indonesia di komunitas ilmiah global," kata dia.
ROSALINA