TEMPO.CO, Surabaya - Kini helm tak hanya berfungsi sebagai pelindung kepala. Dengan sentuhan teknologi vibrator, dua mahasiswa Universitas Surabaya (Ubaya), Kristiawan Manik dan Ricky Nathaniel Joevan menciptakan Androsys (Anti-Drowsing System) alias helm anti kantuk.
Penemuan ini bermula dari tugas mata kuliah Design Project pada semester enam. Dua mahasiswa Program Kekhususan Teknik Manufaktur itu menyoroti tingginya angka kecelakaan akibat pengendara motor yang mengantuk. "Dari data kepolisian, saat arus mudik tahun 2013 terdapat 3.675 orang yang meninggal karena mengantuk di jalan," terang Kristiawan saat ditemui di International Village Ubaya, Senin 25 Agustus 2014.
Belum lagi, ia menangkap fenomena banyaknya pemudik yang menggunakan sepeda motor. "Dari sana kami bermikir, masyarakat perlu alat pencegah rasa kantuk yang efektif, efisien, dan ekonomis," kata Ricky. Ia menjelaskan, Androsys berbasis teknologi sensor piezo electric. Sensor ini berfungsi mendeteksi denyut nadi.
Normalnya, denyut nadi seseorang berada pada kisaran 80 denyut per menit. "Jika jumlah denyut yang tertangkap sensor tak sampai 80 denyut per menit, sensor akan mengirimkan sinyal ke dua vibrator yang terletak di daerah ubun-ubun."
Dua vibrator itu lantas menimbulkan getaran dalam frekuensi rendah secara berkala. "Nggak sampai mengagetkan, kok. Hanya cukup agar pengendara motor tersadar, lalu diharapkan mereka tidak melanjutkan berkendara," sahut Kristiawan. Kalau si pengendara masih mengantuk dan denyut jantungnya kembali melemah, dalam jangka waktu 30 detik vibrator akan memberikan getaran. Selama kurang lebih satu tahun, keduanya menyempurnakan temuannya itu. "Kami sempat mengikutkan Karsa Cipta Program Kreativitas Mahasiswa yang diselenggarakan DIKTI tahun 2013, dan menang," kata dia.
Sensor dan alat vibrator yang tersambung melalui kabel, sengaja diciptakan keduanya sebagai perangkat modular. Sehingga tak sampai mengubah desain helm. Itulah yang membuat Androsys unggul dan memenangi kompetisi International Invention Innovation dan Design (IIID) di Universiti Teknologi Mara (UiTM) Segamat, Johor, Malaysia tanggal 20 Agustus 2014 lalu.
Androsys meraih medali emas dalam ajang yang diikuti sekitar 140 tim dari negara-negara Asia, Eropa, dan Australia itu. "Pelubangan kecil tanpa mengubah helm dinilai tidak mengurangi fungsi keamanan. Di samping itu, juri menilai dari sisi commercial value dan social responsibility," kata Sunardi Tjandra selaku dosen pembimbing.
Sunardi mengakui, ide helm anti kantuk buatan anak didiknya bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, helm serupa diciptakan menggunakan teknologi Brain Stat. Bedanya, Brain Stat bekerja dengan mendeteksi gelombang otak. "Sayangnya, teknologinya lebih rumit dan lebih mahal. Satu unit dihargai lebih dari Rp 10 juta," katanya. Sedangkan Androsys lebih aplikatif dan mudah diproduksi massal. Dengan Rp 500 ribu, satu set modular bisa dibawa pulang. "Itu tidak termasuk helmnya. Tapi alat ini bisa dipakai di helm jenis apapun."
Kristiawan dan Ricky berharap teknologi helm anti kantuk temuannya bisa diproduksi massal. Ia pun berencana menggandeng Dinas Perhubungan dan Kepolisian Kota Surabaya guna mendukung kampanye Safety Riding. "Sebelum itu, kami mau urus hak patennya dulu," tukas mereka.
ARTIKA RACHMI FARMITA
Topik terhangat:
ISIS | Pemerasan TKI | Sengketa Pilpres | Pembatasan BBM Subsidi
Berita terpopuler lainnya:
Istri Wakil Wali Kota Antre Bensin Eceran di Tegal
Tim Jokowi-JK Susun Tiga Opsi Kabinet
Dewan Pendidikan Kritik Kurikulum 2013 yang Amburadul
Pengganti Busyro, KPK Setuju Nama Ini
Pemain Bola Tewas Setelah Ditimpuk Penonton