TEMPO.CO, Carolina Utara – Nyanyian burung pipit rawa, burung berdada abu-abu yang sering ditemui di lahan basah Amerika Utara, sering terdengar merdu sederhana. Para burung itu pun sering mengulangi cuitan mereka. “Nyanyian mereka terdengar layaknya peluit polisi yang harmonis,” kata ahli biologi dari Duke University, Stephen Nowicki.
Menurut Nowicki, burung pipit rawa mampu memproses huruf-huruf yang dikenal manusia ke dalam lagu-lagu sederhana. Studi ini diterbitkan dalam jurnal Prosiding National Academy of Sciences. Dalam jurnal tersebut, Nowicki dan Roberth Lachlan mencari tahu apakah aspek umum dari pemahaman lisan manusia (partial phonemic) ditemukan pada burung juga.
Bahasa manusia, kata Nowicki seperti dikutip dari Sciencedaily, Rabu, 7 Januari 2015, mampu menciptakan rasa dan nuansa yang mungkin tak terbatas. Untuk mencari tahu hal ini dalam “bahasa” burung pipit rawa, dia dan Lachlan merekam 206 cuitan dari seekor pipit rawa jantan di dekat Danau Pymatuning di Pennsylvania.
Ratusan rekaman cuitan tersebut kemudian dianalisis menggunakan metode statistik. Hasilnya menunjukkan bahwa suku kata pendek seperti bahasa manusia dihasilkan berulang kali pada tiap lagu. (Baca: Pencemaran Ubah Nyanyian Burung)
Dalam percobaan lain, para peneliti mengajak “berbincang” burung pipit rawa tersebut menggunakan sebuah rekaman pidato seorang laki-laki. Tak disangka, ternyata si pipit rawa memberikan respons yang memiliki nuansa sama melalui cuitan.
Nowicki mengatakan studi ini merupakan bagian dari penelitian yang lebih besar. “Penelitian mayornya bertujuan untuk memahami bagaimana bahasa muncul pada manusia,” ujarnya. Dia berasumsi, ada hubungan antara bahasa manusia dan suara hewan.
Bahasa manusia mengacu pada satu set kompleks keterampilan kognitif, seperti yang ditemukan dari seorang penyanyi. Namun kenyataan itu saja tidak sepenuhnya mengejutkan para ilmuwan, terutama mengingat penelitian yang dipimpin Erich Jarvis. Peneliti dari Duke University ini mengungkapkan bahwa penyanyi dan bahasa manusia bergantung pada gen di dalam tubuhnya.
Yang menarik dari penelitian Nowicki yakni kemampuan memahami suara pidato yang berbeda pada tiap manusia. Aspek semantik dan sintaksis, menurut dia, bisa jadi faktor pembeda.
SCIENCEDAILY | AMRI MAHBUB
Baca Juga:
ROV, Si Robot Pencari Air Asia QZ8501
Cari Kotak Hitam AirAsia, Ini Andalan Baruna Jaya
Begini Cara Memanen Listrik dari Kipas