TEMPO.CO, Uppsala - Di Akademi Penerjemah Angkatan Bersenjata Swedia, siswa muda belajar bahasa baru dalam kecepatan tinggi. Dengan mengukur otak mereka sebelum dan sesudah latihan bahasa, sekelompok peneliti memperoleh kesempatan mengamati apa yang terjadi pada otak ketika mempelajari bahasa baru dalam periode singkat.
Di akademi penerjemah di Kota Uppsala, para pemuda yang memiliki bakat di bidang bahasa dapat menguasai bahasa Arab atau Rusia mulai dari nol sampai fasih hanya dalam waktu setahun. Sejak pagi hingga petang, baik hari kerja maupun akhir pekan, mereka belajar dalam kecepatan yang jauh lebih tinggi dibanding kursus bahasa di tempat lain.
Sebagai grup kontrol atau pembanding, peneliti menggunakan para mahasiswa ilmu kedokteran dan kognitif di Umeå University. Kelompok mahasiswa ini juga belajar dengan keras, tapi bukan mempelajari bahasa.
Kedua kelompok lantas menjalani pemindaian MRI untuk mengetahui kondisi otak mereka, sebelum dan setelah tiga bulan belajar secara intensif. Berbeda dengan struktur otak kelompok kontrol yang tak berubah, ukuran bagian tertentu otak para pelajar bahasa bertambah besar.
Dalam siaran pers di situs universitas itu, tim peneliti menyatakan bagian otak yang berkembang pesat tersebut adalah hipokampus, struktur otak yang terlibat dalam proses material baru dan navigasi spasial. Bagian otak lain yang ukurannya membesar adalah superior temporal gyrus, yaitu tiga area dalam cerebral cortex yang terkait dengan kemampuan belajar bahasa.
"Kami amat terkejut bahwa bagian tertentu otak berkembang dalam derajat yang berbeda, bergantung pada seberapa baik performa siswa dan seberapa besar upaya yang mereka lakukan untuk mengikuti kecepatan kursus itu," kata Johan Mårtensson, peneliti psikologi di Lund University, Swedia.
Siswa yang pertumbuhan hipokampus dan area cerebral cortex-nya jauh lebih besar juga memiliki keahlian bahasa lebih baik dibanding pelajar lain. Bagi siswa yang lebih giat belajar, pertumbuhan lebih tinggi terlihat pada area wilayah motor cerebral cortex (middle frontal gyrus).
Riset terdahulu yang dikerjakan tim lain mengindikasikan bahwa penyakit Alzheimer baru menyerang kelompok yang menggunakan dua bahasa atau multilingual pada usia yang lebih tua.
"Kendati kami tak bisa membandingkan antara belajar bahasa selama tiga bulan dan kemahiran berbicara dua bahasa seumur hidup, setidaknya kami bisa menyatakan bahwa belajar bahasa adalah suatu cara untuk menjaga otak tetap sehat," kata Mårtensson.
SCIENCE DAILY | LUND UNIVERSITY | AMRI MAHBUB