Namun ternyata ruang terbuka hijau di Jakarta masih jauh dari target. Hingga 2016, hanya 5,4 persen dari 66.500 hektare lahan di Jakarta yang berfungsi sebagai ruang hijau untuk publik milik Dinas Pertamanan dan Pemakaman.
Kepala Seksi Perancangan Taman Heriyanto menyatakan lahan ruang terbuka hijau di Jakarta sebenarnya sudah mencapai 14,95 persen. Namun sebagian besar dimiliki swasta dan pemerintah pusat. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menyebutkan 30 persen tanah perkotaan harus menjadi ruang terbuka hijau (RTH), yang terdiri atas 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat.
Untuk mencapai target 20 persen RTH publik, Dinas berencana membebaskan 50 hektare lahan setiap tahun hingga 2030. “Kami keteteran karena harga tanah sangat mahal,” ucapnya dalam diskusi “Mengupas Capaian Pembangunan Jakarta” pada Rabu, 23 November 2016.
Pada 2015, Dinas hanya membeli 50,45 hektare lahan seharga sekitar Rp 1 triliun untuk disulap menjadi taman dan makam. Jumlah ini naik pesat dibanding pembelian pada 2014 seluas 11,75 hektare dan 9,32 hektare pada 2013. “Untuk naik 1 persen saja, kami harus bebaskan lahan 320 hektare atau senilai Rp 7 triliun,” ujarnya.
Ekspansi ruang hijau, menurut Heriyanto, bergeser ke Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, yang masih banyak terdapat lahan kosong. Setidaknya 1.000 hektare lahan di Jakarta Timur berpotensi menjadi RTH dengan harga masuk akal.
Dinas, tutur Heriyanto, juga berharap pada sistem land banking, yang regulasinya sedang dibahas pemerintah pusat. Sistem ini memungkinkan negara membeli tanah sebanyak-banyaknya lalu memanfaatkannya atau menjualnya kembali kepada pemerintah daerah dengan harga murah untuk kepentingan publik.
Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Oscar Muadzin Mungkasa mengatakan banyak penyebab pemerintah kesulitan meluaskan ruang hijau. Salah satunya Jakarta belum memiliki peta dasar alias peta riil kondisi Jakarta. Selama ini, birokrat Ibu Kota mengandalkan Google Maps. “Itu peta Google Maps masih keliru karena bisa bergeser dengan kondisi lapangan. Makanya rumah orang bisa tiba-tiba jadi jalur hijau,” ucapnya.
Peta dasar itu sedang disusun dan diharapkan selesai pada 2018. Peta khusus RTH, yang terdiri atas tiga kategori, juga akan disiapkan. Peta pertama adalah peta RTH existing. Kedua, peta lahan yang sudah disetujui dijual pemiliknya. Terakhir adalah peta kategori sulit, yaitu ketika tanah atau rumah seseorang seharusnya menjadi jalur hijau tapi kekuatan hukum tanah masih menjadi sengketa.
AMRI MAHBUB | INDRI MAULIDAR