Namun masalah ternyata terdapat pada metode boarding. Penerbangan saat ini umumnya menggunakan teknik boarding, yakni membagi penumpang dalam tiga bagian. Penumpang naik di kelas satu, bagian tengah, dan bagian belakang. Menurut mereka, teknik ini sebenarnya adalah cara terburuk untuk mengurangi jumlah infeksi.
"Sistem ini memaksa penumpang berdiri di lorong menunggu sampai tempat duduk mereka. Ini berarti lebih banyak waktu bagi penumpang yang sakit untuk menulari penumpang lain," ujar Mubayi. Adapun metode turun dianggap sudah baik. Prosesnya jauh lebih cepat sehingga orang tidak menunggu lama seperti saat akan duduk.
Berdasarkan hasil itu, para peneliti memberikan rekomendasi baru yang bisa diadopsi oleh maskapai penerbangan. Hasil ini merupakan evaluasi dari metode boarding yang ada.
Baca: Kenapa Ada yang Percaya Bumi Datar? Hasil Riset Ini Menjawabnya
Sebelumnya, para peneliti mensimulasikan bagaimana ebola bisa menyebar di pesawat terbang. Model ini memprediksi berapa banyak penumpang yang terinfeksi setelah menggunakan salah satu dari beberapa metode boarding yang berbeda, dan juga mengevaluasi dampak dari faktor lain seperti metode deplaning (turun dari pesawat) dan ukuran pesawat.
Dari situlah mereka mendapat cara yang lebih baik untuk menekan penyebaran infeksi. Caranya? Metode acak dua bagian, yakni lorong pesawat dibagi dalam dua bagian memanjang dan penumpang naik secara acak di dalam bagian tersebut.
Dengan mencegah kemacetan di lorong dan menjaga agar penumpang tidak berada di samping seseorang dalam waktu yang sangat lama, pendekatan ini menghasilkan jumlah infeksi baru yang paling rendah. Menurut tim peneliti, strategi boarding yang digunakan saat ini, menggunakan pesawat besar atau kecil, bisa memicu peningkatan infeksi hingga 67 persen. Sebaliknya, strategi acak dua bagian, yang mereka teliti, bisa menurunkan tingkat infeksi sampai 40 persen.
Selanjutnya: Riset berfokus pada ebola