Parker Solar Probe digunakan untuk mempelajari korona dan atmosfer luar matahari. Wahana senilai US$ 1,5 miliar, atau sekitar Rp 20,2 triliun. tersebut juga dipakai untuk mengumpulkan data struktur matahari, medan magnet, dan listrik serta fenomena angin matahari.
Wahana itu dilengkapi tameng tahan panas yang terbuat dari komposit karbon setebal 11 sentimeter. Tameng itu dirancang untuk menahan panas hingga 1.400 derajat Celsius yang akan menerpa Parker Solar Probe saat mengorbit matahari.
Dengan pelindung itu, wahana akan beroperasi dalam kisaran suhu ruang. Tameng itu juga melindungi wahana dari radiasi dengan intensitas 475 kali lebih tinggi daripada yang diterima manusia di bumi.
Menumpang roket Delta 4 Heavy, Parker Solar Probe akan melesat ke orbit Merkurius, planet yang paling dekat dengan matahari. Wahana itu akan berada pada jarak 6,2 juta kilometer, lokasi paling dekat dengan matahari yang akan dicapai wahana buatan manusia. Parker Solar Probe dirancang untuk melakukan 24 kali perjalanan mengelilingi matahari hingga misinya selesai pada 2025.
Perjalanan belum lagi dilakukan, tapi ada lelaki tua yang merasa bahagia atas rencana misi itu. Dia adalah Eugene Parker, ilmuwan Amerika yang membuktikan adanya lontaran partikel alias angin matahari pada 1958. Angin matahari ini mampu memicu kerusakan peralatan elektronik di bumi.
Itu sebabnya, wahana ini diberi nama sesuai dengan namanya. Parker menjadi ilmuwan pertama yang namanya digunakan untuk wahana nirawak saat masih hidup. "Saya merasa sangat terhormat bisa dilibatkan dalam misi bersejarah ini," kata ilmuwan berusia 89 tahun itu seperti ditulis Space.
Baca: NASA Ungkap Misteri Bulan: Punya Air Setara Lautan Bumi
Simak kabar misi terbaru NASA hanya di kanal Tekno Tempo.co.
NATURE COMMUNICATIONS | SCIENCE DAILY | NASA | SPACE | GABRIEL WAHYU TITIYOGA