Ribuan Hektare Tanah Telantar Terancam Jadi Lahan Kritis
Selasa, 4 Agustus 2009 09:05 WIB
Dia menjadi pembicara pada acara "Training an Appropriate Mechanization and Water Management for Dryland Agriculture in African Countries". Menurut Suhartanto, selama ini para petani tidak tahu cara mengelola lahan kering. Padahal lahan kering memiliki potensi yang sangat besar dan dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.
Diakui Suhartanto, pengelolaan lahan kering bukan perkara mudah. Maklum, lahan kering cenderung memiliki masalah cukup besar, antara lain rendahnya kualitas tanah, sulitnya akses daya air, dan besarnya potensi erosi.
Menurut Suhartanto, terdapat berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan lahan kering. Misalnya dengan memberi petani bibit tanaman yang tidak memerlukan banyak air untuk tumbuh besar.
Penanaman bibit tersebut disertai penerapan teknologi pengairan yang sederhana dan hemat air. Selain itu, melakukan konservasi lahan dengan menutup lahan kering dengan vegetasi. Hal ini perlu dilakukan agar air yang tersimpan dalam tanah tidak menguap.
Tak hanya itu, katanya, pemerintah daerah juga dapat membantu petani menerapkan sistem teras di lahan kering. "Sistem teras dapat menahan air hujan sehingga tidak langsung mengalir deras ke tempat yang lebih rendah," ujar Suhartanto. Bila arus air tidak dibendung, air dapat melongsorkan lapisan tanah yang subur.
Pentingnya pemberdayaan lahan kering juga disepakati Kepala Pusat Pengembangan Ilmu Teknik untuk Pertanian Tropika Institut Pertanian Bogor Tineke Mandang. Menurut Tineke, saat ini begitu banyak teknologi pertanian yang dihasilkan kalangan perguruan tinggi.
Tineke mengakui komunikasi yang terbangun antara petani dan akademisi di perguruan tinggi tidak lancar. "Sehingga menciptakan difusi inovasi tersebut terhambat," ujarnya. Institut Pertanian Bogor, katanya, menciptakan begitu banyak teknologi pengairan yang tepat guna tapi belum tersampaikan kepada para petani, termasuk pengelolaan lahan kering. Dia menjelaskan, persoalan ini jadi pekerjaan rumah kalangan kampus.
Diki Sudrajat