TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memprediksi awal musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia tahun ini mundur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Puncak musim kemarau 2024 diprediksi tetap Juli dan Agustus.
“Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya (periode 1991-2020), maka awal musim kemarau 2024 di Indonesia diprediksi mundur pada 282 zona musim (40 persen), sama pada 175 ZOM (25 persen), dan maju pada 105 ZOM (15 persen),” kata Dwikorita dalam konferensi pers awal musim kemarau, Jumat, 15 Maret 2024.
Dwikorita merinci wilayah yang awal kemaraunya diprediksi mundur yaitu sebagian Sumatera Utara, sebagian Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, DIY, dan Jawa Timur. Juga sebagian besar Kalimantan, sebagian Bali, NTB, sebagian NTT, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Barat, sebagian besar Sulawesi Tengah, Gorontalo, sebagian Sulawesi Tengah dan sebagian Maluku.
Ditambahkannya, jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya, musim kemarau 2024 diprediksi bersifat normal di 359 ZOM (51,36 persen), atas di atas normal di 279 ZOM (39,91 persen), serta 61 ZOM (8,73 persen) diprediksi mengalaminya di bawah normal atau lebih kering daripada biasanya.
Di antara wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau di bawah normal adalah sebagian Jawa Timur, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian NTT, Maluku Utara, sebagian Papua Barat, sebagian Papua Tengah dan sebagian Papua Selatan.
Sedangkan wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau di atas normal antara lain Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, sebagian Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, bagian utara dari Gorontalo dan Sulawesi Utara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan sebagian besar Papua Selatan.
Sedangkan sebagian besar wilayah Indonesia, yakni sebanyak 317 ZOM (45,61 persen) akan mengalami puncak musim kemarau pada Agustus 2024. Ini meliputi sebagian Sumatra Selatan, Jawa Timur, sebagian besar Pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Pulau Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Pulau Papua.
"Namun demikian, terdapat beberapa wilayah yang mengalami puncak musim kemarau pada Juli sebanyak 217 ZOM (31,22 persen) dan September 2024 sebanyak 68 ZOM (9,78 persen),” kata Dwikorita.
Perkiraan El Nino Digantikan La Nina
Dwikorita menerangkan bahwa hingga awal Maret 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik menunjukkan fenomena El Nino moderat masih berlangsung dengan nilai indeks 1,59. El Nino tersebut, kata dia, diprediksi akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli dan setelah triwulan ketiga (Juli-Agustus-September) berpotensi beralih menjadi La Nina lemah.
Sementara itu, dari Samudera Hindia, kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) diprediksi akan tetap netral setidaknya hingga September 2024. Sedangkan kondisi suhu muka laut di Indonesia, diprediksikan berada dalam kondisi yang lebih hangat, dengan kisaran +0.5 - +2.0 derajat celcius lebih hangat dari kondisi normalnya.
Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita mengimbau kementerian/lembaga, pemerintah daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau, terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal. Wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air.
Pemerintah daerah, menurut Dwikorita, dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan saat ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan. Selain itu, tindakan antisipasi juga diperlukan pada wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau atas normal terutama untuk tanaman pertanian atau hortikultura yang sensitif terhadap curah hujan tinggi.
Pilihan Editor: Bolak-balik Dikepung Banjir, Tata Ruang Kota Semarang Disorot