TEMPO Interaktif, Jakarta - Sampah antariksa dari SPELDA (dudukan satelit di bekas roket Ariane milik Prancis) kini semakin mendekati Indonesia.
"Potensi jatuh di wilayah Indonesia lebih besar daripada ROSAT (satelit bekas milik Jerman) yang akan jatuh menyusulnya," ujar peneliti di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin ketika dihubungi Jumat, 21 Oktober 2011.
Awalnya, SPELDA diduga jatuh di Nunukan, Kalimantan Timur. Tapi ternyata bukan. Menurut Thomas, inklinasi (sudut yang dibentuk antara medan magnet dengan arah horizontal permukaan bumi) SPELDA ada di kisaran 6,8 derajat. "Ini menyatakan wilayah jatuhnya hanya sekitar ekuator +/- 6,6 derajat," papar dia.
LAPAN terus memantau arah jatuhnya duduk satelit ini di Indonesia. "Jangan terlalu dikhawatirkan. Kemungkinan besar jatuh di laut, wilayah jauh dari pemukiman," ujar dia. Kalaupun sampai jatuh dan menimbulkan kerugian, ada mekanisme internasional untuk kompensasi.
Potensi jatuhnya sampah antariksa meningkat seiring aktifnya matahari. "Saat ini rata-rata satu minggu satu sampah jatuh," ungkap Thomas. Kalau matahari bertambah aktif, bisa satu hingga dua hari sekali, sampah antariksa jatuh ke bumi.
Ia mengingatkan, dari sudut pandang lingkungan antariksa "pembersihan" sampah sangat dianjurkan. Dari segi potensi dampak kejatuhannya, pembersihan itu harus terus diwaspadai.
DIANING SARI
Berita terkait
Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa
43 hari lalu
Minat pengunjung ke Observatorium Bosscha tergolong tinggi sejak kunjungan publik mulai dibuka kembali setelah masa pandemi.
Baca SelengkapnyaRaih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda
27 November 2023
Harijono Djojodihardjo, ahli penerbangan dan antariksa meraih anugerah Nurtanio Award 2023 dari BRIN.
Baca SelengkapnyaBRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo
26 November 2023
BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.
Baca SelengkapnyaMembuka Jalan untuk Gibran
26 September 2023
Peluang Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden menguat.
Baca SelengkapnyaKepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan
21 September 2023
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan teknologi keantariksaan sendiri telah dimanfaatkan dalam berbagai sektor pembangunan.
Baca SelengkapnyaMisi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?
27 April 2023
Misi Explorer 11 NASA bertujuan mempelajari sinar gamma di luar angkasa.
Baca SelengkapnyaSejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia
17 Januari 2023
Pada 1 Februari 2003, pesawat ulang-alik Columbia meledak saat memasuki atmosfer di atas Texas dan menewaskan ketujuh awak di dalamnya.
Baca SelengkapnyaAS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa
9 Desember 2022
China sedang membangun kemampuan yang menempatkan sebagian besar aset luar angkasa Amerika Serikat dalam risiko
Baca SelengkapnyaBRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti
30 November 2022
Orbita merupakan peneliti ahli utama di bidang kepakaran, teknologi, dan aplikasi pengindraan jauh pada Pusat Riset Pengindraan Jauh BRIN.
Baca SelengkapnyaPeristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15
3 Agustus 2022
Observatorium Bosscha membagikan berbagai fenomena antariksa yang terjadi di bulan Agustus.
Baca Selengkapnya