TEMPO.CO , Jakarta -Berlian merupakan mineral langka yang hanya bisa dihasilkan pada tekanan dan temperatur tinggi pada kedalaman 140-190 kilometer di bawah permukaan bumi. Bagaimana mineral terkeras ini bisa naik ke permukaan bumi?
Pertanyaan yang memusingkan ilmuwan selama bertahun-tahun ini bisa dijelaskan oleh ahli vulkanologi dari University of British Columbia Vancouver, Kanada, bernama Kelly Russell. Menurut dia, berlian didorong mendekati permukaan oleh gas karbon dioksida. Hal ini mirip dengan munculnya gelembung gas setelah membuka tutup botol minuman berkarbonasi.
Teori ini ia dapatkan setelah melakukan uji coba di laboratorium. Pada kedalaman ratusan kilometer di bawah permukaan, tekanan tinggi menjadi sangat tinggi membuat karbon dioksida terikat bersama batuan membentuk batuan karbonat. Karena itu, ia menggunakan batuan karya karbonat sebagai sampel pada percobaan ini.
Selanjutnya, ia menaburkan mineral bernama orthopyroxene ke sampel batuan karbonat. Setelah menunggu sekitar 20 menit, karbon dioksida pada batuan mulai meletup. "Gelembung terbentuk tepat di depan mata kami," ujar Russel. "Ini mengagetkan."
Eksperimen ini mendekati apa yang terjadi di dalam perut bumi. Lapisan mantel atas (7-400 kilometer di bawah permukaan) mengandung 15-27 persen mineral orthopyroxene. Akibatnya, mineral ini mudah berinteraksi dengan batuan karbonat yang terdapat pada kedalaman 140-190 kilometer. Ketika hal ini terjadi, karbon dioksida terlepas dari material cair mendorong magma ke lapisan lebih atas dengan kecepatan 14 kilometer per jam. Semakin mendekati permukaan, kandungan orthopyroxene semakin tinggi, membuat magma didorong semakin cepat. Perhitungan Russel menunjukkan magma terangkat dari kedalaman 120 kilometer hanya dalam waktu 3-8 jam saja.
Teori dorongan oleh karbon dioksida ini sejalan dengan yang terlihat di lapangan. Berlian sebagian besar ditemukan bercampur dengan batuan kimberlite yang padat. Batuan ini muncul di permukaan bumi setelah terjadi erupsi akibat perubahan tekanan di dalam perut bumi. Proses erupsi ini bisa dijelaskan dengan baik oleh percobaan Russel.
Ahli geologi keplanetan dari Brown University, James Head, mengagumi teori usulan Russel. Menurut dia, teori ini mengisi kekosongan pada peristiwa erupsi kimberlite. Apalagi, penambahan kecepatan pada teori Russel membuat erupsi terjadi berkelanjutan. "Teori baru ini menjamin berlian menembus kerak bumi lalu menyebar ke cincin dan kalung di seluruh dunia," kata Head.
SCIENCEMAG | ANTON WILLIAM
Berita terkait
BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo
26 November 2023
BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.
Baca SelengkapnyaJokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti
19 Agustus 2023
Jokowi mendorong pelajar Muhammadiyah untuk memiliki kemampuan iptek dan juga budi pekerti yang baik
Baca SelengkapnyaJokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045
15 Juni 2023
Presiden Joko Widodo alias Jokowi membeberkan tiga hal penting yang menjadi acuan menuju visi Indonesia Emas 2045. Simak detailnya.
Baca SelengkapnyaMemahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya
10 Desember 2022
Dengan adanya globalisasi, segala aktivitas manusia semakin mudah. Namun lihat juga dampak negatif dan positifnya.
Baca SelengkapnyaDi Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis
3 Desember 2022
Jokowi meminta para guru memastikan anak didiknya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
Baca SelengkapnyaSiti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya
25 November 2022
MPR membuka pintu lebar-lebar kepada seluruh elemen bangsa termasuk para mahasiswa untuk berkunjung dan mendapatkan semua informasi.
Baca SelengkapnyaBRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan
10 November 2022
Penghargaan Habibie Prize 2022 diberikan pada empat ilmuwan yang memberikan kontribusi di bidang iptek dan inovasi.
Baca SelengkapnyaPresiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek
4 November 2022
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Symposium on State Ideology and International Conference on Digital Humanities 2022 di Institut Teknologi Bandung.
Baca SelengkapnyaPemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional
20 April 2022
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) telah menjadi salah satu faktor utama bagi negara-negara maju dalam mempercepat program pembangunan nasional di berbagai sektor, terlebih pada sektor pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan.
Baca SelengkapnyaPraktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia
20 April 2022
Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia
Baca Selengkapnya