Badai Matahari Makin Sering Mengancam Bumi  

Reporter

Editor

Kamis, 2 Februari 2012 13:51 WIB

Mnn.com

TEMPO.CO, Jakarta - Tiga ledakan besar terjadi di matahari selama pertengahan terakhir Januari 2012. Fenomena ini menandai bahwa bintang terdekat dari Bumi ini memasuki periode aktifnya.

Menurut peneliti matahari dari Observatorium Bosscha, Dhani Herdiwijaya, aktivitas matahari akan mencapai puncaknya pada tahun 2013. "Matahari semakin aktif hingga tahun depan," ujar dia saat ditemui di Bandung, akhir pekan lalu, 29 Januari 2012.

Matahari merupakan bintang yang mengalami pasang-surut aktivitas. Sejak abad ke-15, peneliti mempelajari perubahan pada matahari dan menemukan bahwa periode aktif matahari berulang rata-rata setiap 11 tahun. Perulangan aktivitas ini kemudian dikenal sebagai siklus 11 tahunan matahari.

Aktivitas matahari bisa dilihat dari jumlah dan ukuran bintik matahari. Bintik ini merupakan daerah dengan medan magnet yang rapat. Akibatnya, suhu permukaan matahari di daerah ini lebih rendah dibandingkan suhu di sekitarnya sehingga terlihat hitam.

Ledakan matahari sendiri terjadi di atas bintik saat medan magnet matahari mengalami arus pendek yang melemparkan partikel bermuatan ke sisi luar tata surya. "Ledakan bisa terjadi sewaktu-waktu," kata dia.

Saat ledakan terjadi, berbagai observatorium di permukaan Bumi bisa mengetahuinya delapan menit kemudian. Hal ini disebabkan ledakan menghasilkan cahaya terang yang membutuhkan waktu sekitar delapan menit untuk sampai di Bumi.

Partikel yang terlontar dari matahari sendiri membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai di Bumi. Karenanya, manusia memiliki waktu sekitar 2-3 hari untuk bersiap menghadapi badai matahari. Fenomena badai matahari sendiri bisa diibaratkan dengan tsunami. Ledakan terjadi terlebih dahulu, lalu disusul hantaman partikel beberapa waktu kemudian.

Sekarang matahari sedang berada pada siklus ke-24. Periode ini dimulai sejak 2008, ketika kelompok bintik matahari bernomor 1.007 muncul di permukaan. Fenomena apa saja yang terjadi sepanjang periode baru ini bisa diketahui dengan melihat berbagai peristiwa yang terjadi pada siklus sebelumnya.

Pada pertengahan tahun 2000, satu tahun menjelang puncak siklus ke-23, serangkaian badai matahari terjadi di angkasa. Tak ada catatan yang menunjukkan badai ini membahayakan manusia di Bumi.

Meski demikian, bahaya tetap terjadi di luar angkasa. Pada Juli 2000, sebuah flare kelas X5 mengakibatkan terjadinya badai matahari kuat. Kejadian ini mengganggu satelit GPS, sehingga akurasi penentuan posisi amburadul selama beberapa jam. Pada hari yang sama, beberapa perusahaan listrik juga mengalami gangguan.

Badai yang sangat besar juga berdampak pada pembentukan aurora. Penduduk Texas yang berada jauh dari kutub bisa menyaksikan aurora terang.

Badai besar lain juga terjadi pada puncak aktivitas matahari, April 2001. Ketika itu aurora bisa disaksikan hingga Meksiko dan Eropa sebelah selatan. Pada Oktober 2003, matahari mulai mengalami penurunan aktivitas, namun flare masih terjadi. Sebuah flare kategori X17 menciptakan aurora yang bisa disaksikan hingga Florida dan Texas.

Menurut Dhani, selama satu tahun mendatang, bintik matahari terus tumbuh di permukaan matahari sehingga ledakan skala besar sangat mungkin terjadi. "Semakin mendekati puncak siklus (tahun 2003), flare semakin besar dan intensif," kata dia.

Manusia sendiri tak perlu khawatir peningkatan aktivitas matahari ini membahayakan nyawa. Ancaman terbesar justru berada pada peralatan bikinan manusia yang berada di orbit, seperti satelit artifisial. Jika flare kelas X terjadi dan terlepas ke Bumi, satelit yang melintas di sekitar kutub mengalami gangguan teknis, bahkan bisa padam sementara. Jika hal ini terjadi, sistem navigasi bisa terganggu sebagaimana terjadi pada tahun 2000.

Badai matahari juga bisa mengganggu jaringan listrik sebuah negara. Sebagaimana terjadi pada tahun 1989--pada siklus ke-22--ketika badai matahari skala besar menghantam atmosfer. Serangan ini membuat medan magnet Bumi di sekitar kutub menjadi tak stabil. Pembangkit listrik di Provinsi Quebec, Kanada, adalah yang paling terdampak. Lonjakan tegangan listrik menjadi tak terkendali, memicu terbakarnya sekring sebuah transformator utama. "Serangan ini berlangsung 90 detik, menyebabkan padamnya listrik di seluruh Quebec," ujar Dhani.

Setelah kejadian ini, enam juta orang yang bergantung pada pembangkit listrik harus hidup tanpa cahaya. Selama 12 jam, aktivitas perekonomian di Quebec lumpuh total. Sekolah-sekolah juga diliburkan, sementara jaringan transportasi umum berhenti beroperasi.

Gangguan oleh badai matahari juga terjadi di lantai bursa. Pada September 1989, badai matahari kembali mempengaruhi medan magnet Bumi di sekitar kutub. Kanada kembali menjadi negara terdampak. Komputer pribadi di penjuru Kanada mengalami kerusakan sementara. Bursa efek ikut terpengaruh. Selama tiga jam, cakram keras di pusat data bursa terganggu, menyebabkan perdagangan di lantai bursa berhenti.

ANTON WILLIAM

Berita terkait

Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

43 hari lalu

Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

Minat pengunjung ke Observatorium Bosscha tergolong tinggi sejak kunjungan publik mulai dibuka kembali setelah masa pandemi.

Baca Selengkapnya

Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

27 November 2023

Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

Harijono Djojodihardjo, ahli penerbangan dan antariksa meraih anugerah Nurtanio Award 2023 dari BRIN.

Baca Selengkapnya

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.

Baca Selengkapnya

Membuka Jalan untuk Gibran

26 September 2023

Membuka Jalan untuk Gibran

Peluang Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden menguat.

Baca Selengkapnya

Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

21 September 2023

Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan teknologi keantariksaan sendiri telah dimanfaatkan dalam berbagai sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

27 April 2023

Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

Misi Explorer 11 NASA bertujuan mempelajari sinar gamma di luar angkasa.

Baca Selengkapnya

Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

17 Januari 2023

Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

Pada 1 Februari 2003, pesawat ulang-alik Columbia meledak saat memasuki atmosfer di atas Texas dan menewaskan ketujuh awak di dalamnya.

Baca Selengkapnya

AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

9 Desember 2022

AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

China sedang membangun kemampuan yang menempatkan sebagian besar aset luar angkasa Amerika Serikat dalam risiko

Baca Selengkapnya

BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

30 November 2022

BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

Orbita merupakan peneliti ahli utama di bidang kepakaran, teknologi, dan aplikasi pengindraan jauh pada Pusat Riset Pengindraan Jauh BRIN.

Baca Selengkapnya

Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

3 Agustus 2022

Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

Observatorium Bosscha membagikan berbagai fenomena antariksa yang terjadi di bulan Agustus.

Baca Selengkapnya