Arktik Memanas, Hutan Purba Nunavut Hidup Kembali

Reporter

Selasa, 25 September 2012 17:14 WIB

Wisatawan menikmati pesona cahaya matahari yang menerobos vegetasi di atas goa vertikal Luweng Grubug, desa Pacarejo, kecamatan Semanu, kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, Rabu (20/06/2012). Goa Jomblang sedalam 60 meter dan goa vertikal Luweng Grubug sedalam 90 meter yang diyakini sebagai tempat pembantaian anggota-anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) ini mengundang minat wisatawan dalam dan luar negeri untuk wisata alam petualangan bawah tanah, ekowisata dengan daya tarik utama berupa hutan purba, sungai bawah tanah dan pesona "cahaya surga". TEMPO/Suryo Wibowo

TEMPO.CO, Toronto - Perubahan iklim global diperkirakan dapat "menghidupkan" kembali hutan kuno yang baru ditemukan di utara Kanada. Alexandre Guertin-Pasquier dari Departemen Geografi di University of Montreal mengungkapkan kemungkinan tersebut dalam pemaparannya di Canadian Paleontology Conference di Toronto, Senin lalu.

"Menurut data pemodelan, kondisi iklim Pulau Bylot akan dapat mendukung kehidupan sejumlah pohon yang kami temukan dalam fosil hutan yang pernah ada di sini, seperti dedalu, pinus, dan spruce—sejenis cemara,” kata Guertin-Pasquier.

Para peneliti juga menemukan bukti tumbuhnya pohon oak dan hickory dekat lokasi studi pada periode tersebut. “Meskipun butuh waktu cukup lama bagi seluruh hutan untuk tumbuh kembali, temuan ini menunjukkan bahwa cucu kita kelak dapat menanam pohon dan menyaksikannya tumbuh.”

Fosil hutan yang ditemukan di Pulau Bylot di Nunavut diperkirakan berumur antara 2,6 dan 3 juta tahun, berdasarkan penemuan spesies punah dan analisis paleomagnetik. Menggunakan landasan bahwa jarum kompas selalu bergerak mengikuti kutub magnetik, analisis paleomagnetik berusaha melihat bagaimana medan magnetik Bumi mempengaruhi sedimen magnetik dalam batuan. Informasi ini dapat digunakan untuk mengukur usia batuan karena sejarah pergerakan kutub magnetik relatif telah diketahui.

Sampel kayu hutan purba ini terawetkan baik selama jutaan tahun di dalam gambut dan tanah beku permanen (permafrost).

“Kami mempelajari sedimen dalam hutan dan menemukan sebuk sari yang umum dijumpai pada iklim dengan rata-rata temperatur tahunan sekitar 0 derajat Celsius,” kata Guertin-Pasquier.

Sebagai perbandingan, suhu rata-rata di Pulau Bylot saat ini sekitar minus 15 derajat Celsius. Sampel ini diambil dari sejumlah lubang bor berdiameter 10 meter sedalam satu hingga dua meter. Kerasnya musim dingin Arktik dan begitu terpencilnya lokasi menyebabkan para peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengungkap misteri hutan purba tersebut.

Di musim panas pun, Guertin-Pasquier dan timnya tetap menghadapi kondisi ekstrem berupa angin kencang 80 km/jam.

“Ada begitu banyak misteri yang melingkupi hutan ini, semisal bagaimana pohon-pohon ini tetap hidup melewati gelapnya musim dingin Arktik yang berkepanjangan,” ujarnya.

Ke depan, Guertin-Pasquier berencana memperluas risetnya dengan mencari fosil tumbuhan lain untuk lebih memahami flora lokal di masa lalu.

SCIENCEDAILY | TJANDRA

Berita terkait

6 Penyebab Kekeringan, Dampaknya Bagi Manusia

29 Mei 2023

6 Penyebab Kekeringan, Dampaknya Bagi Manusia

Banyak faktor yang membuat fenomena kekeringan terjadi. Seperti badai El Nino 2015 di Indonesia dan masih banyak lagi.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa UGM Manfaatkan Aspal Jalanan Untuk Kurangi Peningkatan Suhu Perkotaan

14 September 2022

Mahasiswa UGM Manfaatkan Aspal Jalanan Untuk Kurangi Peningkatan Suhu Perkotaan

Mahasiswa UGM menggagas inovasi pemanfaatan aspal sebagai kolektor panas Asphalt Thermal Collector untuk mengurangi peningkatan suhu.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Sebut Balap Formula E bukan Kongres atau Munas, Maksudnya Apa?

3 Juni 2022

Anies Baswedan Sebut Balap Formula E bukan Kongres atau Munas, Maksudnya Apa?

Anies Baswedan mengatakan balapan Formula E merupakan jawaban Jakarta untuk menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global.

Baca Selengkapnya

Ketika Pradikta Wicaksono Kesal Disebut Dekil, Kurus, dan Gondrong

24 September 2021

Ketika Pradikta Wicaksono Kesal Disebut Dekil, Kurus, dan Gondrong

Pradikta Wicaksono mengungkapkan kejengkelannya ketika penampilannya yang disebut dekil, kurus, dan gondrong ini dikaitkan dengan tuntutan menikah.

Baca Selengkapnya

Perbedaan Generasi Z dan Generasi Milenial, Siapa Lebih Peduli Lingkungan?

31 Agustus 2021

Perbedaan Generasi Z dan Generasi Milenial, Siapa Lebih Peduli Lingkungan?

Setiap generasi memiliki ciri spesifiknya, apa perbedaan Generasi Z dan pendahulkunya, Generasi Milenial?

Baca Selengkapnya

Ciri Spesifik Generasi Z Lahir antara 1995 - 2010, Selain itu Apa Lagi?

31 Agustus 2021

Ciri Spesifik Generasi Z Lahir antara 1995 - 2010, Selain itu Apa Lagi?

Istilah Generasi Z berseliweran di media sosial. Apa sebenarnya yang dimaksud Gen Z ini dan bagaimana ciri-cirinya?

Baca Selengkapnya

Faisal Basri Serukan Boikot Bank yang Membiayai Proyek Batu Bara

20 April 2021

Faisal Basri Serukan Boikot Bank yang Membiayai Proyek Batu Bara

Ekonom senior Faisal Basri ikut mendorong perbankan untuk tidak lagi membiayai proyek-proyek batu bara.

Baca Selengkapnya

BMKG Sebut Siklon Seroja Tak Lazim, Bisa Picu Gelombang Tinggi Mirip Tsunami

6 April 2021

BMKG Sebut Siklon Seroja Tak Lazim, Bisa Picu Gelombang Tinggi Mirip Tsunami

BMKG mengatakan dampak siklon ke-10 ini yang paling kuat dibandingkan siklon-siklon sebelumnya, Masuk ke daratan dan menyebabkan banjir bandang.

Baca Selengkapnya

Mensos Risma: Erupsi Gunung Semeru Mungkin Dampak Global Warming

18 Januari 2021

Mensos Risma: Erupsi Gunung Semeru Mungkin Dampak Global Warming

Mensos Risma menyebut peristiwa erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur kemungkinan sebagai dampak dari pemanasan global atau global warming.

Baca Selengkapnya

Cegah Global Warming, Pebisnis Tur Rick Steves Sumbang US$1 Juta

15 Oktober 2019

Cegah Global Warming, Pebisnis Tur Rick Steves Sumbang US$1 Juta

Pariwisata menyumbang pembuangan karbon dalam Global warming. Itulah yenga mendorong pebisnis tur Rick Steves menyumbang US$ 1 juta.

Baca Selengkapnya