Ini Bukan Dinosaurus, Tapi Soal Bayi Kutu Purba

Reporter

Editor

Pruwanto

Selasa, 2 Oktober 2012 06:11 WIB

Sxc.hu

TEMPO.CO , Jakarta:Dinosaurus bukanlah satu-satunya makhluk hidup purba yang menyita perhatian para ilmuwan. Kutu yang notabene berukuran renik ternyata juga banyak mengundang tanya para pakar paleontologi.

Penasaran dengan bentuk kutu purba, sekelompok peneliti dari Universitas Manchester, Inggris, merekonstruksi dua bayi (nimfa) kutu berumur 300 juta tahun. Mereka memindai fosil langka dengan sinar-X untuk memperoleh citra tiga dimensi si bayi kutu purba.

Bayi kutu purba itu belum diberi identitas lengkap. Para peneliti juga belum mencocokkannya dengan versi dewasa si kutu. Tetapi mereka mengklaim citra tiga dimensi bayi kutu yang dihasilkan adalah yang paling lengkap dari hewan Era Paleozoikum tersebut.

"Kedua serangga berukuran lebih dari 2 sentimeter. Fosil mereka diperkirakan berasal dari periode Carboniferous akhir, masih bagian dari Era Paleozoikum," kata Russell Garwood, pemimpin penelitian dari Universitas Manchester, Senin 1 Oktober 2012.

Hasil reka ulang fosil bayi kutu purba yang ditemukan di daerah Montceau-les-Mines, Prancis, tersebut diterbitkan secara daring dalam jurnal PLoS ONE edisi 25 September 2012.

Salah satu bayi kutu diberi nama Anebos phrixos, merujuk pada bahasa Yunani yang bermakna serangga muda dengan tubuh diselimuti duri. Tubuh bayi kutu yang ini memang dipenuhi duri sebagai bentuk pertahanan diri.

Agak berbeda dengan bayi kutu yang kedua. Para peneliti belum memberinya nama. Namun bentuk bayi kutu yang kedua lebih menyerupai kecoa modern dengan tubuh datar. Desain tubuh seperti ini memungkinkan si kutu menyelip ke celah-celah sempit serta menghindari timbulnya bayangan yang bisa menarik perhatian predator.

Reka ulang tiga dimensi tidak hanya memberi para peneliti detail gambar bentuk tubuh kedua bayi kutu, melainkan juga desain mulut mereka. "Mulut memegang petunjuk tentang makanan mereka," ujar Garwood.

Ia dan rekan-rekannya, misalnya, dapat memastikan bayi kutu nomor dua yang mirip kecoa adalah pemakan segala (omvinor). Minimnya bukti spesialisasi bentuk pada rahang dan bagian mulut lainnya menjadi petunjuk utama simpulan tersebut.

"Sama seperti bayi kecoa hutan yang modern. Mereka bisa memakan materi yang membusuk di lantai hutan," Garwood menjelaskan, seperti dikutip Livescience.

Para ilmuwan kini telah beralih ke CT-scan untuk menganalisis fosil dengan cara yang tidak merusak. Tim lain melaporkan pada 18 September 2012 di jurnal Paleontology bahwa mereka juga merekonstruksi fosil moluska berduri berumur 390 juta tahun yang merayap di dasar laut dengan metode pemindaian. Reka ulang digital selangkah lebih jauh saat mereka menggunakan printer tiga dimensi untuk membuat model fisik dari makhluk laut.

LIVESCIENCE | MAHARDIKA SATRIA HADI

Berita Terpopuler

Penjara bagi Pengunduh File Bajakan di Jepang

Apple Cabut Klaim Peta Paling Hebat

Otak Einstein Dihargai Rp 95 Ribu

Gara-gara iPhone 5, Pejabat Taiwan Panen Cibiran

Awan Debu Asteroid Kurangi Pemanasan Global




Berita terkait

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.

Baca Selengkapnya

Jokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti

19 Agustus 2023

Jokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti

Jokowi mendorong pelajar Muhammadiyah untuk memiliki kemampuan iptek dan juga budi pekerti yang baik

Baca Selengkapnya

Jokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045

15 Juni 2023

Jokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045

Presiden Joko Widodo alias Jokowi membeberkan tiga hal penting yang menjadi acuan menuju visi Indonesia Emas 2045. Simak detailnya.

Baca Selengkapnya

Memahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya

10 Desember 2022

Memahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya

Dengan adanya globalisasi, segala aktivitas manusia semakin mudah. Namun lihat juga dampak negatif dan positifnya.

Baca Selengkapnya

Di Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis

3 Desember 2022

Di Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis

Jokowi meminta para guru memastikan anak didiknya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi

Baca Selengkapnya

Siti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya

25 November 2022

Siti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya

MPR membuka pintu lebar-lebar kepada seluruh elemen bangsa termasuk para mahasiswa untuk berkunjung dan mendapatkan semua informasi.

Baca Selengkapnya

BRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan

10 November 2022

BRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan

Penghargaan Habibie Prize 2022 diberikan pada empat ilmuwan yang memberikan kontribusi di bidang iptek dan inovasi.

Baca Selengkapnya

Presiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek

4 November 2022

Presiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Symposium on State Ideology and International Conference on Digital Humanities 2022 di Institut Teknologi Bandung.

Baca Selengkapnya

Pemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

20 April 2022

Pemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) telah menjadi salah satu faktor utama bagi negara-negara maju dalam mempercepat program pembangunan nasional di berbagai sektor, terlebih pada sektor pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan.

Baca Selengkapnya

Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia

20 April 2022

Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia

Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia

Baca Selengkapnya