TEMPO.CO, Chapel Hill - Tinggal di dekat peternakan babi bisa membahayakan kesehatan. Sebuah penelitian menunjukkan, sepuluh menit berada di lingkungan dengan aroma kotoran babi, bisa meningkatkan tekanan darah manusia.
Demikian kesimpulan penelitian sekelompok ahli epidemologi Universitas North Carolina yang tercantum dalam jurnal Environmental Health Perspectives, seperti dikutip situs Discovery hari ini. Pemimpin penelitian, Steve Wing, mengatakan, selama dua pekan, mereka mempelajari dampak kesehatan dari peternakan babi di bagian timur Carolina Utara, Amerika Serikat.
Peneliti mengajak 101 orang dewasa--kebanyakan kulit hitam, yang tinggal wilayah berjarak 2,4 kilometer dari peternakan babi, untuk duduk di luar rumah selama 10 menit dua kali sehari. Wing cs menghitung kekuatan bau di sekitar wilayah itu dalam skala nol hingga delapan, lalu mendeteksi tekanan darah mereka. Pada saat yang sama, para peneliti juga mencatat tingkat berbagai macam polutan di udara.
"Tiap tambahan skala bau, tekanan darah responden juga ikut naik," kata Wing. Dia mencatat kenaikan tersebut dalam jumlah kecil dan bertahap. Skala delapan untuk bau terkorelasi dengan kenaikan 2 mmHg pada tekanan darah diastolik (angka bawah). Sedangkan level tinggi gas hidrogen sulfida menyebabkan kenaikan tekanan 3 mmHg pada tekanan darah sistolik (angka atas).
Temuan ini melengkapi penelitian sebelumnya yang mendapati korelasi positif bau peternakan babi dengan tingkat stres, serta iritasi mata, hidung, dan tenggorokan. "Temuan baru ini adalah tanda bahwa lingkungan berkaitan dengan fisiologi kita," ujar Wing.
DISCOVERY NEWS | ISMI WAHID
Berita terkait
BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan
25 hari lalu
BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.
Baca SelengkapnyaDua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?
26 September 2023
Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.
Baca SelengkapnyaRektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang
20 Juli 2023
Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.
Baca Selengkapnya2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi
14 Juli 2023
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.
Baca SelengkapnyaBagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad
14 April 2023
Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia
6 April 2023
Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.
Baca SelengkapnyaRancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah
26 Maret 2023
Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat
22 Maret 2023
Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.
Baca SelengkapnyaPsikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik
17 Januari 2023
Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.
Baca SelengkapnyaTips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu
13 September 2022
Simak tips menulis esai ilmiah yang baik dari Universitas Airlangga.
Baca Selengkapnya