TEMPO.CO, Amherst --- Kutub utara mengalami kondisi bersuhu hangat sekitar 3,6 juta tahun lalu sebelum terjadinya zaman es. Saat itu, konsentrasi karbondioksida di atmosfer bumi tidak jauh lebih tinggi dibandingkan data saat ini. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa kutub utara akan bebas dari lapisan es mungkin menjadi kenyataan dalam waktu dekat.
Tim peneliti internasional menganalisa inti sedimen yang dikumpulkan pada 2009 dari danau El'gygytgyn yaitu danau dalam tertua di timur laut Rusia Arktik. Sampel tersebut memungkinkan para ilmuwan mengintip kembali sejarah iklim Arktik pada 2 hingga 3 juta tahun yang lalu.
Para peneliti menemukan bahwa pada saat itu, Kutub utara sangat hangat yaitu sekitar 8 derajat celsius. "Lebih hangat dibandingkan saat ini," kata Julie Brigham-Grette, profesor geosains di University of Massachusetts Amherst sekaligus penulis utama studi. Laporan studi telah diterbitkan 9 Mei 2013 di jurnal Science. "Mungkin saat itu tak ada laut es. Seluruh Arktik ditutup hutan, seperti dunia yang sangat berbeda," kata Brigham-Grette.
Danau El'gygytgyn terbentuk sekitar 3,6 juta tahun yang lalu ketika sebuah meteorit menabrak bumi dan membentuk 18 kilometer kawah. Danau ini adalah salah satu daerah Arktik yang tidak terkikis oleh lapisan benua es selama zaman es. Ini berarti danau tersebut telah mengumpulkan sedimen secara terus menerus dan tak terganggu.
Para peneliti memeriksa fosil serbuk sari dalam inti sedimen dan menemukan jejak cemara Douglas dan Hemlock. Fosil vegetasi ini membantu para ilmuwan untuk mengumpulkan petunjuk lebih lanjut tentang curah hujan dan iklim. "Anda harus memiliki musim panas yang cukup hangat dan musim dingin yang hangat pula agar cemara Douglas dan hemlock bisa tumbuh di sana," kata Brigham-Grette.
Penelitian sebelumnya menunjukkan proporsi karbondioksida di atmosfer pada zaman Pilosen tengah dan awal Pleistosen mirip dengan level yang tercatat saat ini. Jika ini terjadi, iklim bumi mungkin lebih sensitif terhadap karbondiosida. Beberapa perubahan yang terlihat saat ini yaitu pencairan es laut, garis pohon yang bergeser dan gletser dengan tingkat ablasi yang luar biasa bisa jadi menunjukkan bahwa iklim saat ini sedang menuju kembali ke zaman Pliosen. Berita Iptek lainnya klik di sini.
LIVE SCIENCE | ISMI WAHID
Berita Lainnya:
Kisah Buruh Panci yang Kabur dan Ditangkap Tentara
Angkringan Tak Sehat Sumber Penularan Hepatitis A
Ratusan Penumpang Citilink Mengamuk di Adisutjipto
Polisi Takut Tangkap Anggota TNI Beking Bos Panci
Ahmad Fathanah Minta Sefti Tak Meninggalkannya
Berita terkait
Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata
2 hari lalu
Suhu panas yang dirasakan belakangan ini menegaskan tren kenaikan suhu udara yang telah terjadi di Indonesia. Begini data dari BMKG
Baca SelengkapnyaKemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim
4 hari lalu
Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.
Baca SelengkapnyaKerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno
5 hari lalu
Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.
Baca SelengkapnyaPusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan
5 hari lalu
Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.
Baca SelengkapnyaKemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim
6 hari lalu
Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.
Baca SelengkapnyaAmerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T
13 hari lalu
Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.
Baca SelengkapnyaDiskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan
17 hari lalu
Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.
Baca SelengkapnyaPeneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks
17 hari lalu
Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.
Baca Selengkapnya5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan
17 hari lalu
Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab
Baca SelengkapnyaMaret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas
22 hari lalu
Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.
Baca Selengkapnya