TEMPO.CO, Oxford - Dari luar angkasa, planet ini tampak seperti bumi. Warnanya biru. Dari bumi, yang berjarak 63 tahun cahaya, planet di luar sistem tata surya (eksoplanet) berkode HD 189733b ini bak sebuah titik biru.
Para ilmuwan mengenalinya sebagai biru kobalt, dengan amukan hujan badai disertai angin super kencang pada atmosfernya. Warna biru HD 189733b dikenali lewat teleskop Hubble milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
"Planet ini telah dipelajari sejak lama, tapi baru diketahui warnanya sekarang," kata Frédéric Pont dari University of Exeter, Inggris, yang memimpin program Hubble, Kamis, 11 Juli 2013.
Tim peneliti menemukan warna biru HD 189733b dengan cara mengukur cahaya yang dipantulkan dari permukaan planet. Mereka menemukan tingkat kecerahan atmosfer menurun pada spektrum biru ketika planet itu berada di belakang bintangnya.
"Kami dapat menyimpulkan bahwa planet ini berwarna biru karena sinyal pada spektrum warna lain tetap konstan," kata pemimpin penelitian, Tom Evans, dari University of Oxford, Inggris, seperti dilaporkan Space.
HD 189733b boleh saja berwarna sama dengan bumi, yang memang berjuluk planet biru. Namun, para ilmuwan menegaskan planet yang ditemukan pada 2005 ini adalah "Yupiter yang panas", sebuah planet gas raksasa yang mengorbit sangat dekat dengan bintangnya.
Pont mengatakan, cuaca HD 189733b jauh dari ideal untuk mendukung kehidupan. Atmosfernya bersuhu lebih dari 1.000 derajat Celsius. Hujan badainya mencapai kecepatan 7.000 kilometer per jam.
Pergerakan planet ini sangat cepat, hanya membutuhkan 2,2 hari untuk melakukan perjalanan penuh mengelilingi "matahari"nya. Bandingkan dengan bumi yang menghabiskan 365 hari untuk berevolusi.
Pada 2007, teleskop antariksa Spitzer, juga milik NASA, membantu para ilmuwan memetakan kondisi cuaca aneh yang dijumpai pada planet ini ketika pesawat antariksa membuat peta suhu eksoplanet untuk pertama kalinya.
Data menunjukkan perbedaan suhu planet saat siang dan malam hari mencapai 260 derajat Celsius. Inilah yang menyebabkan angin bertiup sangat kencang. "Tapi kami tidak yakin apa yang membuat warna planet itu biru," ujar Pont.
Memang sulit untuk mengetahui secara persis apa yang menyebabkan warna atmosfer suatu planet, bahkan untuk planet di tata surya. Namun, Pont mengatakan, pengamatan terbaru ini menguak sepotong teka-teki atas kondisi dan atmosfer HD 189733b.
"Kami perlahan melukis gambaran yang lebih lengkap tentang planet eksotis ini," ucap dia. Penemuan terbaru tentang warna HD 189733b diterbitkan dalam jurnal Astrophysical Journal Letters.
Oxford -- Dari luar angkasa, planet ini tampak seperti bumi. Warnanya biru. Dari bumi, yang berjarak 63 tahun cahaya, planet di luar sistem tata surya (eksoplanet) berkode HD 189733b ini bak sebuah titik biru.
Para ilmuwan mengenalinya sebagai biru kobalt, dengan amukan hujan badai disertai angin super kencang pada atmosfernya. Warna biru HD 189733b dikenali lewat teleskop Hubble milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
"Planet ini telah dipelajari sejak lama, tapi baru diketahui warnanya sekarang," kata Frédéric Pont dari University of Exeter, Inggris, yang memimpin program Hubble, Kamis, 11 Juli 2013.
Tim peneliti menemukan warna biru HD 189733b dengan cara mengukur cahaya yang dipantulkan dari permukaan planet. Mereka menemukan tingkat kecerahan atmosfer menurun pada spektrum biru ketika planet itu berada di belakang bintangnya.
"Kami dapat menyimpulkan bahwa planet ini berwarna biru karena sinyal pada spektrum warna lain tetap konstan," kata pemimpin penelitian, Tom Evans, dari University of Oxford, Inggris, seperti dilaporkan Space.
HD 189733b boleh saja berwarna sama dengan bumi, yang memang berjuluk planet biru. Namun, para ilmuwan menegaskan planet yang ditemukan pada 2005 ini adalah "Yupiter yang panas", sebuah planet gas raksasa yang mengorbit sangat dekat dengan bintangnya.
Pont mengatakan, cuaca HD 189733b jauh dari ideal untuk mendukung kehidupan. Atmosfernya bersuhu lebih dari 1.000 derajat Celsius. Hujan badainya mencapai kecepatan 7.000 kilometer per jam.
Pergerakan planet ini sangat cepat, hanya membutuhkan 2,2 hari untuk melakukan perjalanan penuh mengelilingi "matahari"nya. Bandingkan dengan bumi yang menghabiskan 365 hari untuk berevolusi.
Pada 2007, teleskop antariksa Spitzer, juga milik NASA, membantu para ilmuwan memetakan kondisi cuaca aneh yang dijumpai pada planet ini ketika pesawat antariksa membuat peta suhu eksoplanet untuk pertama kalinya.
Data menunjukkan perbedaan suhu planet saat siang dan malam hari mencapai 260 derajat Celsius. Inilah yang menyebabkan angin bertiup sangat kencang. "Tapi kami tidak yakin apa yang membuat warna planet itu biru," ujar Pont.
Memang sulit untuk mengetahui secara persis apa yang menyebabkan warna atmosfer suatu planet, bahkan untuk planet di tata surya. Namun, Pont mengatakan, pengamatan terbaru ini menguak sepotong teka-teki atas kondisi dan atmosfer HD 189733b.
"Kami perlahan melukis gambaran yang lebih lengkap tentang planet eksotis ini," ucap dia. Penemuan terbaru tentang warna HD 189733b diterbitkan dalam jurnal Astrophysical Journal Letters.
SPACE | MAHARDIKA SATRIA HADI
Berita terkait
Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa
45 hari lalu
Minat pengunjung ke Observatorium Bosscha tergolong tinggi sejak kunjungan publik mulai dibuka kembali setelah masa pandemi.
Baca SelengkapnyaRaih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda
27 November 2023
Harijono Djojodihardjo, ahli penerbangan dan antariksa meraih anugerah Nurtanio Award 2023 dari BRIN.
Baca SelengkapnyaBRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo
26 November 2023
BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.
Baca SelengkapnyaMembuka Jalan untuk Gibran
26 September 2023
Peluang Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden menguat.
Baca SelengkapnyaKepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan
21 September 2023
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan teknologi keantariksaan sendiri telah dimanfaatkan dalam berbagai sektor pembangunan.
Baca SelengkapnyaMisi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?
27 April 2023
Misi Explorer 11 NASA bertujuan mempelajari sinar gamma di luar angkasa.
Baca SelengkapnyaSejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia
17 Januari 2023
Pada 1 Februari 2003, pesawat ulang-alik Columbia meledak saat memasuki atmosfer di atas Texas dan menewaskan ketujuh awak di dalamnya.
Baca SelengkapnyaAS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa
9 Desember 2022
China sedang membangun kemampuan yang menempatkan sebagian besar aset luar angkasa Amerika Serikat dalam risiko
Baca SelengkapnyaBRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti
30 November 2022
Orbita merupakan peneliti ahli utama di bidang kepakaran, teknologi, dan aplikasi pengindraan jauh pada Pusat Riset Pengindraan Jauh BRIN.
Baca SelengkapnyaPeristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15
3 Agustus 2022
Observatorium Bosscha membagikan berbagai fenomena antariksa yang terjadi di bulan Agustus.
Baca Selengkapnya