Apa Peran Mencit dalam Riset Otak Manusia?
Editor
Mahardika Satria hadi
Rabu, 25 September 2013 22:50 WIB
TEMPO.CO, Tangerang - Mencit memang hewan percobaan di laboratorium. Namun hewan pengerat itu banyak membantu para peneliti dan ilmuwan untuk mempelajari berbagai penyakit manusia. Sebab, riset tahap laboratorium belum bisa diterapkan langsung pada manusia.
Laboratorium riset otak milik Indonesia Brain Research Center (IBRC) Universitas Surya di Serpong, misalnya, menggunakan mencit sebagai hewan uji dalam penelitian penyakit neurodegeneratif. Neurodegenerasi atau kematian sel saraf memicu berbagai penyakit saraf, seperti stroke, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), alzheimer, parkinson, penyakit Huntington, multiple sclerosis, cord injury spinal (SCI), atau kerusakan sumsum tulang.
"Kami mengkondisikan penyakit manusia pada tikus, misalnya parkinson atau stroke," kata staf peneliti laboratorium riset otak IBRC Surendra Prabhawa, Rabu, 25 September 2013.
Karena menyerang sistem saraf, gejala penyakit yang muncul pada mencit akan terekam dalam otaknya. Otak mencit inilah yang lantas dipelajari oleh Surendra dan rekan-rekannya.
Awalnya, mencit dikondisikan sedemikian rupa agar menderita penyakit saraf seperti yang jamak menimpa manusia. Penyakit itu lantas dibiarkan berkembang dalam tubuh mencit. Pada kasus penyakit neurodegeneratif, penyakit juga menjangkiti otak mencit.
Mencit yang sudah penyakitan itu lantas dibunuh, otaknya diambil dan selanjutnya dipelajari di bawah mikroskop. "Kami pelajari protein-protein dan sejauh mana kerusakan otaknya," ujar Surendra.
Cara pengkondisian berbeda tergantung jenis penyakitnya. Stroke, sebagai contoh, dimunculkan dengan cara mengikat atau menusuk pembuluh darah di leher (cerebri media) yang bertugas mengalirkan darah ke otak mencit.
<!--more-->
Perlakuan ini membuat aliran darah ke otak tersumbat sehingga mencit mengalami stroke di bagian contralateral otaknya. Mencit akan menderita lumpuh sebelah.
Parkinson, misalnya, muncul akibat kekurangan dopamin dan kerusakan pada bagian otak yang bernama substantia nigra. Kadar dopamin dalam tubuh mencit dapat dikuras lewat perlakuan tertentu.
Otak mencit akan merespons dengan mempertahankan kadar dopamin supaya tidak mengalami parkinson. Proses inilah yang diamati oleh Surendra.
Contoh ketiga adalah epilepsi. Untuk memperoleh mencit penderita epilepsi, Surendra menyuntikkan obat penginduksi epilepsi yang membuat kerabat tikus itu kejang-kejang sehingga bagian hippocampus otaknya rusak.
Seluruh efek dan gejala akibat perlakuan dan pengkondisian pada mencit itu diamati secara detail. Termasuk pengaruh pemberian obat tertentu kepada otak mencit. Hasilnya dibandingkan dengan referensi yang ada pada manusia.
"Kalau penderita epilepsi itu mengalami penurunan kognitif," ujar Surendra.
Uji coba pada mencit bisa membantu riset penyakit neuridegeneratif pada manusia. Sebab, kata Surendra, penyakit tertentu menyebabkan perubahan pada organ tertentu secara spesifik. Dalam kasus epilepsi, hippocampus otak--bagian yang mempengaruhi proses belajar--paling terkena dampak.
MAHARDIKA SATRIA HADI