TEMPO.CO, Jena - Ulat tanduk tembakau (manduca sexta) tahu betul cara melindungi diri dari predator laba-laba. Ulat berwarna hijau cerah ini mengkonsumsi daun tembakau, mencerna zat aditif nikotin dalam jumlah besar, dan mengubahnya menjadi semacam gas yang tidak disukai laba-laba. Ulat ini juga lebih kuat menghadapi racun nikotin ketimbang manusia.
Ulat tanduk merupakan musuh para petani dan pecinta tanaman. Ulat yang bisa tumbuh sepanjang 8 sentimeter ini melahap beragam daun, mulai dari tomat sampai tembakau.
Ian Baldwin, pakar ekologi molekuler dan peneliti dari Max Planck Institute for Chemical Ecology di Jena, Jerman, mengatakan ulat tanduk tembakau mampu mengatasi efek beracun nikotin lebih baik dari pada hewan apa pun di bumi. Setiap hari, ulat ini sanggup mengkonsumsi nikotin enam kali lebih tinggi dari dosis berbahaya bagi manusia. Sekitar 40-60 miligram nikotin, jumlah setara dalam dua batang rokok, cukup membuat manusia mengalami keracunan parah.
Dalam studinya, Baldwin dan koleganya memodifikasi tanaman tembakau untuk menghentikan produksi nikotinnya. Mereka lalu membandingkan peluang hidup ulat yang makan daun tembakau normal dan yang sudah dimodifikasi dalam menghadapi predator. Laporan studi mereka dimuat dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, 30 Desember 2013.
Dalam penelitian itu, ulat yang makan daun tembakau bebas nikotin lebih cepat mati akibat diserang laba-laba serigala, predator utama mereka. Sementara laba-laba itu diketahui tidak menyukai nikotin karena tidak menyerang ulat tanduk yang memakan daun tembakau normal.
Kunci ulat dalam menghadapi racun nikotin adalah gen metabolisme CYP6B46. Gen ini berfungsi untuk menetralisir bahan kimia beracun dari tanaman yang mereka makan menjadi substansi yang tidak berbahaya. Peneliti menemukan gen CYP6B46 dalam pencernaan ulat ternyata tidak aktif saat mereka mengkonsumsi daun rendah nikotin
Peneliti juga tidak menemukan jejak racun nikotin di tubuh atau kotoran ulat yang memakan daun tembakau normal. Peneliti yakin, saat ulat mengkonsumsi daun mengandung nikotin, gen ini langsung bereaksi. Hanya ada sedikit nikotin, sekitar 0,65 persen, yang dibawa gen ini dari percernaan ke aliran darah. Dari sana, mayoritas racun itu dikeluarkan kembali dalam bentuk gas melalui spiracles, semacam lubang respirasi kecil di sisi tubuhnya.
Peneliti memasang sebuah alat pendeteksi di lubang-lubang itu untuk membuktikan adanya nikotin yang disemburkan keluar. Ulat tanduk ternyata langsung mengeluarkan gas racun nikotin begitu mereka diserang laba-laba. Aroma nikotin yang keluar dari lubang-lubang itu memberikan sinyal bahaya bagi laba-laba bahwa mangsanya mematikan. "Secara sederhana, ini mirip seperti orang dengan bau napas busuk," kata Baldwin.
Efektif mengusir laba-laba, gas beracun itu tidak bisa melindungi ulat tanduk dari predator lainnya terutama Geocoris pallens atau lazim dikenal sebagai serangga mata besar. Peneliti menduga ini disebabkan karena Geocoris pallens hanya mengisap darah ulat tanduk yang mengandung sedikit racun. Sementara laba-laba mengkonsumsi seluruh tubuh ulat, termasuk alat pencernaan yang dipenuhi racun nikotin.
LIVESCIENCE | DAILYMAIL | GABRIEL TITIYOGA
Berita lain:
Inilah Salah Satu Kesalahan Google
Mereka yang Terkenal di 2013 Lantaran Internet
Mereka yang Terkenal di 2013 Lantaran Internet
Inilah Salah Satu Kesalahan Google
Penjualan Laptop Chromebook Melonjak
Berita terkait
BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan
34 hari lalu
BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.
Baca SelengkapnyaDua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?
26 September 2023
Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.
Baca SelengkapnyaRektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang
20 Juli 2023
Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.
Baca Selengkapnya2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi
14 Juli 2023
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.
Baca SelengkapnyaBagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad
14 April 2023
Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia
6 April 2023
Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.
Baca SelengkapnyaRancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah
26 Maret 2023
Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat
22 Maret 2023
Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.
Baca SelengkapnyaPsikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik
17 Januari 2023
Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.
Baca SelengkapnyaTips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu
13 September 2022
Simak tips menulis esai ilmiah yang baik dari Universitas Airlangga.
Baca Selengkapnya