Ilmuwan Ditantang Ciptakan Obat Murah

Reporter

Editor

Anton Septian

Senin, 30 Juni 2014 22:29 WIB

Dailymail.co.uk

TEMPO.CO, Lindau - Pakar kesehatan Hans Rosling mengungkapkan sebagian penduduk di negara dengan pendapatan per kapita rendah hidup kekurangan air, makanan atau pelayanan kesehatan dasar. Tapi, pembunuh nomor satu di sana bukan malnutrisi atau penyakit menular, melainkan penyakit seperti kanker dan penyakit jantung yang biasanya identik dengan negara industri.

”Mereka hidup seperti orang miskin, tapi mati seperti orang kaya,” ujar Hans, pakar kesehatan dari Karolinska Institute di Stockholm, pada pembukaan konferensi Nobel Laureate Meeting, Lindau, Jerman, Minggu, 29 Juni 2014.

Rosling menjelaskan, walau berpenghasilan rendah, negara-negara itu memiliki kesadaran dan kapasitas lebih besar untuk mengatasi masalah kesehatan. Kondisi mereka jauh lebih baik dibanding Amerika Utara dan Eropa di masa lalu, pada tingkat ekonomi yang sama. Tapi, mereka tetap tak mampu membeli obat-obatan yang dipasarkan untuk golongan mampu. Hans berpesan kepada 600 ilmuwan muda dari 80 negara, yang hadir pada acara itu, untuk mengubah cara berpikir mereka. “Ciptakanlah obat-obatan murah!”

Setiap tahun, ratusan ilmuwan muda dari seluruh dunia berbondong-bondong datang ke Lindau, kota di selatan Jerman, untuk mengikuti konferensi prestisius ini. Daya tarik utama pertemuan ini adalah kesempatan untuk bertemu dengan para peraih Nobel. Tema konferensi tahun ini adalah ilmu kedokteran dan fisiologi. Ada 37 pemenang nobel yang hadir selama enam hari pertemuan, antara lain Françoise Barré-Sinousi, penemu virus HIV dan Harald zur Hauzen, penemu HPV yang menyebabkan kanker cerviks.

Peserta melihat pertemuan ini sebagai kesempatan emas untuk membangun jejaring internasional, baik dengan pemenang Nobel maupun dengan rekan sesama ilmuwan. Mereka melalui seleksi sangat ketat agar bisa hadir ke pertemuan. ”Dari seribu pendaftar di Cina, hanya 30 yang diterima,” ujar Xu Shuangnian, yang sedang mengambil gelar doktor hematologi dari Third Military Medical University, Chongqing, Cina.

Pertemuan dibuka dengan sambutan dari penyelenggara acara dan sejumlah menteri, dan diakhiri dengan presentasi dari Hans Rosling. Sang profesor—dengan grafik, simulasi komputer dan humor segar--menunjukkan betapa ratusan ilmuwan, pemenang nobel dan sejumlah petinggi, masih belum mengetahui fakta kesehatan mendasar. Ia memberikan empat pertanyaan pilihan ganda, dan peserta menjawabnya menggunakan remote control. Hasilnya, tak ada yang dijawab dengan benar.

Misalnya, sebagian besar peserta memilih jawaban 20 persen dan 50 persen anak di seluruh dunia sudah divaksinasi. ”Padahal, ada 80 persen!”ujar Hans. Sebagian besar juga memilih rata-rata umur hidup manusia 60 tahun. Padahal jawaban yang benar adalah 70 tahun. ”Bahkan harapan hidup di Bangladesh pun 70 tahun.” Pola jawaban ini ternyata sama dengan di Inggris, Swedia dan tempat-tempat lainnya. ”Masalahnya, bukan pengetahuan yang kurang, tapi kita terpaku pada ide-ide yang sudah basi,” ujar Hans.

Salah satu ide yang basi itu, kata Hans, adalah dikotomi ‘negara maju’ dan ‘negara berkembang’. Padahal, kini situasinya lebih kompleks. Standar kesehatan di negara berkembang nyaris setara dengan negara maju. Demikian pula banyak penduduk di negara maju pun tak bisa mendapat perawatan kesehatan yang bagus. Paradigma ini, kata Hans, harus diubah agar ilmuwan bisa menemukan cara terbaik untuk memecahkan masalah kesehatan dunia.

SADIKA HAMID (LINDAU)

Berita terkait

Puan Maharani Minta Polri Tindak Tegas Mafia Obat Covid-19

1 Agustus 2021

Puan Maharani Minta Polri Tindak Tegas Mafia Obat Covid-19

Puan Maharani mengutuk praktik mafia obat, terlebih untuk obat terapi Covid-19. Meminta mereka ditindak tegas.

Baca Selengkapnya

Bantah Terawan, YLKI Sebut Harga Obat Mahal karena Mafia Impor

27 November 2019

Bantah Terawan, YLKI Sebut Harga Obat Mahal karena Mafia Impor

YLKI menilai rencana Menkes Terawan Agus Putranto untuk mengambil alih perizinan obat tidak bakal mampu menurunkan harga obat.

Baca Selengkapnya

Diancam Mafia, Nyawa Conor McGregor Dihargai Rp 14,3 Miliar

11 Januari 2018

Diancam Mafia, Nyawa Conor McGregor Dihargai Rp 14,3 Miliar

Bintang MMA dari UFC yang namanya sedang berkibar, Conor McGregor, dikabarkan sedang terlibat masalah dengan mafia Irlandia dan diancam untuk dibunuh.

Baca Selengkapnya

Kasus Obat Palsu, IDI dan YLKI Desak Penguatan BPOM  

10 September 2016

Kasus Obat Palsu, IDI dan YLKI Desak Penguatan BPOM  

IDI meminta pengawasan obat dan makanan diperketat.

Baca Selengkapnya

Ingin Harga Obat Murah, KPPU Gandeng UNDP  

25 Mei 2016

Ingin Harga Obat Murah, KPPU Gandeng UNDP  

KPPU menggandeng UNDP agar masyarakat lebih mudah mengakses obat murah.

Baca Selengkapnya

Tak Pernah Terjadi, Pemenang Lelang Obat Dibatalkan LKPP

9 Februari 2016

Tak Pernah Terjadi, Pemenang Lelang Obat Dibatalkan LKPP

Pelaku industri farmasi mempertanyakan akuntabilitas Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang membatalkan pemenang lelang obat

Baca Selengkapnya

Obat di Indonesia Termahal di ASEAN, Ini Dalih Menkes

8 Januari 2016

Obat di Indonesia Termahal di ASEAN, Ini Dalih Menkes

Menteri Nila Moeloek mengatakan, obat-obatan paten tertentu seperti obat kanker mahal karena masih dibuat perusahaan farmasi asing.

Baca Selengkapnya

KPPU: Harga Obat di Indonesia Termahal di ASEAN  

15 Desember 2015

KPPU: Harga Obat di Indonesia Termahal di ASEAN  

KPU menyebutkan harga obat di Indonesia termasuk salah satu yang termahal dibanding negara-negara tetangga di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Tekan Harga Obat di Indonesia, Ini Usul KPPU  

15 Desember 2015

Tekan Harga Obat di Indonesia, Ini Usul KPPU  

KPPU mengusulkan pemerintah mengambil sejumlah langkah untuk menekan harga obat di Indonesia yang selama ini tergolong termahal di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Ini Surat Edaran Perhimpunan Dokter Tanggapi Suap Farmasi  

13 November 2015

Ini Surat Edaran Perhimpunan Dokter Tanggapi Suap Farmasi  

Investigasi Tempo menemukan sebanyak 2.125 dokter diduga menerima suap hingga Rp 131 miliar dari perusahaan farmasi.

Baca Selengkapnya