Ranu Darungan di Lereng Gunung Semeru Kekeringan

Reporter

Kamis, 23 Oktober 2014 19:13 WIB

Suasana di Ranu Tompe, Gunung Semeru pada 12 Oktober 2013. Ranu Tompe merupakan danau paling terisolir dan tak pernah dikunjungi dari enam danau yang terdapat di gunung ini, keberadaannya hanya diketahui dari foto citra satelit dan peta kawasan. TEMPO/Abdi Purmono

TEMPO.CO, Malang - Suyono masih terus menggerutu. Di Ranu Darungan dari pagi hingga menjelang sore, gabus atau lele tak sekali pun menyambar umpan pancingnya. Untungnya ia tidak kepanasan karena banyak pepohonan di sekitarnya.

Ia menduga ikan makin susah didapat karena air danau di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) itu menyusut drastis pada musim kemarau. Akibatnya, hampir seluruh dasar danau kelihatan kering dan mengeras sampai bisa dimasuki sepeda motor milik Suyono dan kawan-kawan. (Baca juga: Harimau Jawa Masih Tersisa di Ranu Tompe?)

"Kalau pas musim hujan, sepeda motor kami diparkir di tepian dan kami tidak bisa memancing sampai di tengah danau karena airnya penuh," kata Suyono, 40 tahun, kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Suyono adalah warga Dusun Darungan, Desa Pronojiwo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Danau di dusunnya itu merupakan satu dari enam danau di dalam kawasan TNBTS. Lima danau yang lain yakni Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo, Ranu Tompe, dan Ranu Pakis alias Ranu Kuning. (Lihat juga: Ekspedisi ke Danau Misterius Semeru, Ranu Tompe)

Ranu Darungan diperkirakan dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda untuk kepentingan konservasi anggrek dan tanaman obat. Dugaan Ranu Darungan merupakan danau buatan diindikasikan dari pilar-pilar besar bekas bangunan bergaya kolonial di dekat danau. Diduga, dulu ada rumah besar yang menjadi pusat penelitian botani.

Berada di ketinggian 830 meter dari permukaan laut, danau seluas 0,25 hektare itu hampir selalu mengalami kekeringan pada musim kemarau. Namun, sebenarnya, secara alamiah musim kemarau tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi fisik danau.

"Kekeringan di Ranu Darungan murni karena pembagian air yang tidak sebanding antara air yang masuk ke danau dan air yang dialirkan ke permukiman penduduk," kata Mahmudin Rahmadana, Kepala Resor Darungan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (PTN) Wilayah IV Pronojiwo Bidang PTN II Lumajang, kepada Tempo, Selasa sore, 21 Oktober 2014.

Mahmudin menjelaskan, pada musim hujan, air Ranu Darungan berasal dari lima sumber di dalam kelebatan hutan. Jumlah sumber air berkurang menjadi tiga pada musim kemarau. Air bening sejatinya mengalir lancar dari dalam hutan. Bila air memenuhi seluruh danau, titik terdalamnya lima-sepuluh meter.

Mahmudin mengajak Tempo masuk lebih jauh ke dalam hutan. Dari pengamatan Tempo, sekitar 150 meter dari ujung danau, tepatnya di lereng bukit berhutan, terdapat tandon air warisan perusahaan daerah air minum (PDAM) Lumajang. Karena penduduk ogah membayar rekening air, PDAM terus merugi sampai akhirnya tandon ditinggalkan dan instalasi pipa dimanfaatkan penduduk untuk mengalirkan air ke rumah-rumah mereka.

Masalahnya, kata Mahmudin, diduga ada beberapa warga yang sengaja menutup aliran air ke danau dan mengalihkan air ke permukiman. Daripada ribet dan ribut, akhirnya dicapai kesepakatan mengenai pembagian air dengan Balai Besar TNBTS yang diwakili Resor Darungan. Sekitar 80 persen air dialirkan ke permukiman penduduk dan sisanya dialirkan ke danau. Namun, seperti yang terlihat, hampir tidak ada air sama sekali yang mengalir ke danau.

"Cerita soal pembagian air itu sudah terjadi puluhan tahun. Kami akan carikan solusinya hingga ada perubahan pembagian air," kata Mahmudin, penyuluh kehutanan yang bertugas di Resor Darungan sejak Agustus lalu. Pembagian air yang dimaksud minimal 40 persen untuk Ranu Darungan. Akan lebih baik lagi jika masyarakat mau berbagi 50:50 jatah air.

Porsi pembagian air yang berlaku sekarang dirasa tidak adil bagi satwa penghuni TNBTS, terutama para satwa yang menghuni hutan Darungan di lereng Gunung Semeru. Kritisnya air di danau bisa mengancam keberadaan satwa, dan pada akhirnya mengganggu ekosistem hutan.

Mahmudin berpendapat, dengan porsi pembagian air yang baru, toh masyarakat tetap diuntungkan karena sebagian air danau juga tetap mengalir ke permukiman penduduk di bawah danau kendati secara kasat mata aliran airnya tidak kelihatan. "Memang harus sabar meyakinkan penduduk," katanya.

Ya, Mahmudin harus menguatkan mental dan menebalkan kesabaran. Ide yang ia sampaikan belum disambut baik oleh warga. Pak Tunggal, penduduk setempat, misalnya, masih keberatan bila porsi pembagian air diubah. Alasannya, penduduk setempat masih kekurangan air. Keberatan dengan alasan serupa disampaikan oleh Suyono.

Mereka mengatakan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga saja masih kurang, apalagi untuk mengaliri kebun salak dan tanaman produksi lainnya. Mereka khawatir, bila kebun salak kekurangan air, produksi dan kualitas salak bisa merosot drastis.

Mereka mengingatkan bahwa Desa Pronojiwo merupakan sentra terbesar penghasil salak pondoh, dengan lahan seluas 650 hektare, serta cengkeh.

ABDI PURMONO

Berita Terpopuler:
Kandidat Mendagri, Ini Rekam Jejak Teras Narang
Setya Novanto Terima Susunan Kabinet Jokowi

Wassalam, Kini Tak Ada Lagi Ponsel Nokia

Berita terkait

Sambut Lebaran, Sebanyak 3,5 Ton Sampah Gunung Bromo Dibersihkan

20 hari lalu

Sambut Lebaran, Sebanyak 3,5 Ton Sampah Gunung Bromo Dibersihkan

Sekitar 85 persen volume sampah yang diangkut dari Gunung Bromo berasal dari area Tengger Laut Pasir dan Penanjakan.

Baca Selengkapnya

Banyak Sampah, Kawasan Wisata Gunung Bromo Ditutup

25 hari lalu

Banyak Sampah, Kawasan Wisata Gunung Bromo Ditutup

Penutupan sementara bertujuan memulihkan kawasan dengan cara membersihkan sampah-sampah dari kawasan Bromo.

Baca Selengkapnya

Kominfo Siapkan Jaringan dalam World Water Forum, Harapkan Solusi Pengelolaan Air

34 hari lalu

Kominfo Siapkan Jaringan dalam World Water Forum, Harapkan Solusi Pengelolaan Air

Kominfo bertugas memastikan jaringan telekomunikasi di Forum Air Sedunia pada 18-25 Mei 2024 di Bali.

Baca Selengkapnya

Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

40 hari lalu

Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

Wilayah yang paling terdampak risiko kekeringan ekstrem, adalah Ibu Kota Negara atau Nusantara.

Baca Selengkapnya

Tentang Musim Kemarau yang Menjelang, BMKG: Mundur dan Lebih Basah di Banyak Wilayah

44 hari lalu

Tentang Musim Kemarau yang Menjelang, BMKG: Mundur dan Lebih Basah di Banyak Wilayah

Menurut BMKG, El Nino akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli dan setelah triwulan ketiga berpotensi digantikan La Nina.

Baca Selengkapnya

Imbas Banjir dan Longsor, 874 Hektare Sawah di Jawa Barat Gagal Panen

46 hari lalu

Imbas Banjir dan Longsor, 874 Hektare Sawah di Jawa Barat Gagal Panen

Bencana akibat krisis iklim membuat 874 Ha sawah di Jawa Barat gagal panen pada musim tanam 2023/2024. Lahan tergerus banjir, kering, dan longsor.

Baca Selengkapnya

Destinasi Liburan di Spanyol Ini Terancam Mengalami Kekeringan

57 hari lalu

Destinasi Liburan di Spanyol Ini Terancam Mengalami Kekeringan

Kepulauan Canary, khususnya Pulau Tenerife, di Spanyol menghadapi kekeringan parah yang semakin memburuk,

Baca Selengkapnya

Selain Indonesia, Ini Daftar Negara Lain yang Masih Alami El Nino

59 hari lalu

Selain Indonesia, Ini Daftar Negara Lain yang Masih Alami El Nino

Berbagai pihak menyebut fenomena El Nino masih akan berlanjut. Berikut ini daftar negara yang masih mengalami El Nino, selain Indonesia.

Baca Selengkapnya

Meski El Nino Melemah, Tren Bulan-bulan Terpanas Tak Patah di Januari 2024

8 Februari 2024

Meski El Nino Melemah, Tren Bulan-bulan Terpanas Tak Patah di Januari 2024

Walau fenomena El Nino sudah melemah, peningkatan suhu permukaan laut global masih tercatat tinggi dan melampaui rekor global.

Baca Selengkapnya

Jokowi Beri Bantuan Rp 8 Juta per Hektare ke Petani Korban El Nino, Begini Penjelasan BNPB

24 Januari 2024

Jokowi Beri Bantuan Rp 8 Juta per Hektare ke Petani Korban El Nino, Begini Penjelasan BNPB

BNPB memberi penjelasan soal bantuan Jokowi sebesar Rp 8 juta per hektare yang diberikan untuk petani terdampak banjir dan El Nino.

Baca Selengkapnya