Pengamatan hilal di Observatorium Bosscha, Bandung, Jawa Barat, 27 Juni 2014. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Bandung - International Lunar Observatory Association (ILOA) punya rencana mendirikan observatorium atau wahana pengamatan benda langit di bulan. Observatorium di bulan dinilai bagus karena satelit alami bumi itu tak punya atmosfer, sehingga pengamatan bisa lebih jernih. Pembangunannya memerlukan kerja sama antarnegara.
Dalam Forum Galaxi gagasan Institut Teknologi Bandung di kantor Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Bandung, rencana tersebut dipaparkan, Sabtu, 21 Februari 2015. Forum astronom itu melibatkan kerja sama antarnegara. "Gagasan dan usaha observatorium di bulan itu merupakan mimpi jangka panjang yang menarik," kata Kepala Lapan Thomas Djamaluddin seusai acara.
Observatorium di bulan itu direncanakan berupa wahana tetap. Lokasinya di kutub selatan bulan. Alasannya, ujar Djamaluddin, area pengamatan galaksi di sana lebih baik dan bisa untuk mengamati bumi. Di kutub selatan bulan, juga dilaporkan ada lapisan es yang bisa diolah untuk pasokan air minum astronaut yang membangun observatorium.
Gagasan asosiasi observatorium itu, pengamatan dilakukan secara robotik yang bisa dikendalikan dari bumi. Selain pengamatan galaksi, observatorium bulan bisa dimanfaatkan untuk mengawasi obyek benda langit yang mengancam bumi. "Contoh, debu antarplanet juga bisa dikumpulkan untuk diteliti," ucapnya.
Saat ini pengamatan benda langit dari luar bumi bisa mengandalkan satelit yang dikendalikan dari bumi. Soal peran Indonesia sendiri untuk mewujudkan wahana antariksa tersebut belum diketahui bentuknya. "Pada masa depan, Indonesia perlu ikut aktif dalam pengamatan antariksa itu," ujarnya.
Sejauh ini, belum diketahui biaya untuk mewujudkan gagasan tersebut. Menurut Djamaluddin, ada baiknya penggalangan dukungan observatorium di bulan melibatkan organisasi dunia Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Dennis Tito Menjadi Turis Luar Angkasa Pertama 13 Tahun Lalu, Ini Profil Ahli Fisika Itu
3 hari lalu
Dennis Tito Menjadi Turis Luar Angkasa Pertama 13 Tahun Lalu, Ini Profil Ahli Fisika Itu
Ia terbang dengan pesawat Soyuz TM-32 bersama kosmonot Rusia ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Ahli fisika rekayasa antariksa ini membayar US$ 20 juta.