Planet Ini Bak Neraka  

Reporter

Senin, 31 Agustus 2015 18:31 WIB

Kawah di Derweze, Turkmenistan, yang dijuluki sebagai "Pintu Menuju Neraka'.

TEMPO.CO, Jenewa - Neraka itu nyata. Setidaknya bagi para astronom yang menemukan planet di luar Tata Surya dengan label HD189733b ini. Hasil pengukuran sekelompok astronom gabungan dari University of Geneva dan Bern University, Swiss, menunjukkan atmosfer eksoplanet itu bagaikan neraka.


Kecepatan angin planet tersebut diperkriakan mencapai 1.000 kilometer per jam dengan suhu di atas 3.000 derajat Celsius. "Suhunya melebihi matahari, mungkin seperti neraka," kata Aurelien Wyttenbach, pakar magnetik sains yang juga anggota penelitian, seperti dikutip Science Daily.

Pengukuran suhu atmosfer planet di luar Tata Surya (eksoplanet) itu dilakukan dengan presisi tinggi. Para peneliti menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan yang didasari spektrometer HARPS, alat optik untuk menghasilkan garis spektrum cahaya dan mengukur panjang gelombang serta intensitasnya dan cara baru menafsirkan natrium.

Dengan suhu mencapai 3.000 derajat Celsius dan angin yang berembus dengan kecepatan ribuan kilometer per jam, atmosfer HD189733b memang sangat bergejolak. "Hasil ini membuka mata kita agar berpikir beribu kali jika ingin mendekat ke atmosfer eksoplanet tersebut," kata Wyttenbach.


Angka ini didapatkan melalui pantauan rembetan spektrum natrium. Unsur ini banyak beterbangan di atmosfer eksoplanet tersebut dan diamati dengan teleskop European Star Observatory di Cile. Temuan tersebut diterbitkan dalam dua jurnal, yakni Astronomy & Astrophysics serta Astrophysical Journal Letters.

Lebih jauh tim menyebutkan, ketika berada di atmosfer, natrium menjadi sumber sinyal yang mudah dikenali. Intensitasnya bervariasi selama planet tempat bernaungnya mengorbit pada bintang. Kandungan ini telah diidentifikasi pada tahun 2000, tapi baru diamati dua tahun kemudian dengan menggunakan teleskop ruang angkasa Hubble.

Sementara itu, pengamatan terhadap kandungan ini dari bumi hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teleskop raksasa berdiameter 8-10 meter. Astronom dari UNIGE kemudian memiliki ide mengamati natrium dengan spektrometer HAPRS. Dengan pengamatan selama bertahun-tahun, Wyttenbach dan timnya akhirnya mampu mendeteksi variasi dalam garis natrium selama beberapa orbit HD189733b.

Uniknya, analisis data HARPS di bumi menghasilkan deteksi setara dalam hal sensitivitas dibanding teleksop ruang angkasa Hubble. Bahkan, tutur Wyttenbach, jauh lebih baik dalam resolusi spektral. Karena itu, ia mengklaim, pengamatan dengan spektrometer HARPS memungkinkan analisis jauh lebih kuat ketimbang Hubble, meski diameternya lebih sederhana ketimbang Hubble.

Dalam penelitian lainnya, Kevin Heng dari Bern University, mengembangkan teknik terbaru untuk menafsirkan variasi garis natrium. Alih-alih menggunakan model komputer canggih, ia hanya membuat satu rumus sederhana yang memungkinkan analisis variasi suhu, kepadatan, dan tekanan dalam atmosfer.

Kedua penelitian tersebut, menurut Wyttenbach, akhirnya akan membuka jalan untuk menjelajahi atmosfer di eksoplanet lainnya dengan cara yang lebih mudah diakses.

SCIENCE DAILY | AMRI MAHBUB

Berita terkait

Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

52 hari lalu

Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

Minat pengunjung ke Observatorium Bosscha tergolong tinggi sejak kunjungan publik mulai dibuka kembali setelah masa pandemi.

Baca Selengkapnya

Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

27 November 2023

Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

Harijono Djojodihardjo, ahli penerbangan dan antariksa meraih anugerah Nurtanio Award 2023 dari BRIN.

Baca Selengkapnya

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.

Baca Selengkapnya

Membuka Jalan untuk Gibran

26 September 2023

Membuka Jalan untuk Gibran

Peluang Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden menguat.

Baca Selengkapnya

Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

21 September 2023

Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan teknologi keantariksaan sendiri telah dimanfaatkan dalam berbagai sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

27 April 2023

Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

Misi Explorer 11 NASA bertujuan mempelajari sinar gamma di luar angkasa.

Baca Selengkapnya

Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

17 Januari 2023

Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

Pada 1 Februari 2003, pesawat ulang-alik Columbia meledak saat memasuki atmosfer di atas Texas dan menewaskan ketujuh awak di dalamnya.

Baca Selengkapnya

AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

9 Desember 2022

AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

China sedang membangun kemampuan yang menempatkan sebagian besar aset luar angkasa Amerika Serikat dalam risiko

Baca Selengkapnya

BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

30 November 2022

BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

Orbita merupakan peneliti ahli utama di bidang kepakaran, teknologi, dan aplikasi pengindraan jauh pada Pusat Riset Pengindraan Jauh BRIN.

Baca Selengkapnya

Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

3 Agustus 2022

Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

Observatorium Bosscha membagikan berbagai fenomena antariksa yang terjadi di bulan Agustus.

Baca Selengkapnya