TEMPO Interaktif, Amstersdam:Seekor burung layang-layang terbang membelah langit yang mulai senja. Tanpa suara mencicit, apalagi kepakan sayap. Tapi di mulutnya ada sebuah baling-baling. Ya! Itu bukanlah burung yang sesungguhnya, melainkan sebuah burung besi yang terbang dengan sayap bergerak dan didorong oleh baling-baling. Burung bernama RoboSwift itu membuat terobosan pada model sayap pesawat. RoboSwift adalah rekaan sembilan mahasiswa teknik penerbangan dari Universitas Delft dan Departemen Zoologi Eksperimental Universitas Wageningen Belanda. Wujudnya dipresentasikan pada simposium tahunan Design Synthesis di Universitas Teknologi Delft di Belanda, jumat pekan lalu. Bulan depan wujud RoboSwift akan ditampilkan kepada publik dan diharapkan mulai uji coba terbang pada Januari tahun depan. Para mahasiswa itu juga berharap bisa segera merakit tiga burung dan mengikutkannya di kompetisi First American-Asian Micro Air Vehicle di India pada Maret 2008. Sebagaimana namanya, RoboSwift terinspirasi dari burung layang-layang (Apus apus) yang dikenal sebagai salah satu makhluk terbang yang paling efisien. Mentor para desainer robot itu, David Lentink, adalah peneliti yang menulis soal karakteristik burung layang-layang di Jurnal Nature edisi April lalu. Lentink menulis, seekor burung layang-layang sepanjang hidupnya dapat terbang lima kali jarak bumi ke bulan atau lebih dari 3 juta kilometer. Jarak itu bisa dicapai lantaran burung layang-layang tak memerlukan tenaga besar untuk mengepakkan sayap agar bisa tetap melayang di udara. Burung layang-layang, demikian Lentink menyimpulkan, hanya perlu menyesuaikan bentuk sayapnya untuk merespon segala kondisi penerbangan. Maka sayapnya diubah bentuknya, area permukaan, dan posisinya. Burung itu hanya perlu melipat sayap satu sama lain atau menyapunya ke belakang dan ke depan. Cara itu telah meningkatkan efisiensi terbang, demikian pula kemampuannya melakukan manuver.Model itulah yang diadaptasi oleh para pembuat RoboSwift. Burung besi seberat 80 gram itu didesain dengan sayap "berbulu" logam yang membentang 51 sentimeter. Disebut robot lantaran RoboSwift bisa menggerakkan sayapnya maju mundur bersama-sama atau satu sayap saja selama melakukan penerbangan. Memaju-mundurkan sayap bersama-sama akan memberikan daya angkat atau menambah kecepatan pada saat meluncur. Adapun menggerakkan satu bagian sayap akan menggantikan fungsi kemudi. RoboSwift bisa berputar arah atau bahkan menukik ke bumi dengan tajam dan berkecepatan penuh. Tenaga dorongnya dihasilkan oleh sebuah propeler alias baling-baling di bagian mulut yang digerakkan dengan tenaga baterai litium-polimer. Baterai ini mampu membawa RoboSwift mengikuti sekelompok burung layang-layang benaran selama 20 menit atau terbang mengamati permukaan bumi selama satu jam. Propeler RoboSwift juga bisa dilipat ke belakang untuk mengurangi tahanan udara pada saat meluncur. RoboSwift bisa difungsikan sebagai alat bantu penelitian mengenai burung layang-layang atau penelitian biologi lainnya. Burung ini juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan pengamatan muka bumi sampai kegiatan spionase. Tubuhnya yang mungil membuatnya efektif sebagai stealth kecil-kecilan. Radar akan sulit membedakannya dari burung-burung lain. Kegiatan penelitian maupun mata-mata ini didukung tiga kamera mikro yang terpasang dua di sayap dan satu di bagian perut bawah. Kamera di sayap akan menjadi mata ke depan. Adapun kamera di perut akan menjadi mata ke bumi. Burung dikendalikan oleh seorang pilot dari permukaan tanah. Kepala sang pilot ini mengenakan semacam headset dengan layar yang menampilkan rekaman aktivitas yang ditangkap oleh kamera di tubuh sang burung. Lantaran didesain dengan keluwesan seekor burung, RoboSwift memiliki kelebihan dari pesawat, terutama pada kemampuannya menyetel bentuk atau morfologi sayap. Pesawat terbang sipil biasanya diciptakan dengan sayap yang tak bisa berubah bentuk, sehingga kurang efisien dan tangkas.Beberapa jenis pesawat tempur, seperti F-14 Tomcat dan Tornado buatan Inggris-Jerman, memang diperlengkapi dengan "Sayap Berayun" yang bisa menyapu ke depan dan belakang (meningkatkan daya luncur dan kecepatan). Namun lagi-lagi tak seperti RoboSwift, sayap itu tak bisa menyetel bentuknya atau morfologinya. Meski memiliki semua keluwesan seekor burung layang-layang, RoboSwift tentu berbeda dengan yang ditirunya. RoboSwift tentu tak perlu mencari makanan demi menyambung hidupnya, membuat maupun hidup di sarang yang bernilai jual, serta membuang kotoran seenaknya. DEDDY SINAGA | ROBOSWIFT | LIVESCIENCE | SCIENCEDAILY | GIZMAG | DAILYMAIL | AERO-NEWS | ALPHAGALILEO